Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sayang angsana sayang anak

Sunarya wargasasmita dan lima rekannya dari ui mengadakan penelitian terhadap sepuluh jenis pohon pelindung di jakarta. angsana, bungur, dan cemara paling banyak menyerap pencemaran timah hitam (pb).

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANAMLAH angsana, bungur, atau cemara di tepian jalan-jalan raya, dan di halaman-halaman SD atau TK yang ada di dekatnya. Pepohonan itu tak cuma membuat suasana indah, teduh, dan nyaman, tapi juga bisa melindungi anak-anak dari musuh yang tidak kasat mata: timah hitam alias plumbum (Pb) yang menyembur dari knalpot kendaraan bermotor. Musuh ini memang sangat berbahaya. "Pb bisa menghambat perkembans~an otak terutama pada anak-anak usia 4-7 tahun," ujar Sunarya Wargasasmita, Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA) UI. Ada alasan Sunarya menyodorkan ketiga pohon itu sebagai pelindung. "Ketiganya merupakan jenis pohon yang paling besar menyerap partikel Pb dari udara," ujarnya. Kesimpulan itu diperolehnya setelah meneliti kandungan Pb pada kulit batang dan daun dari sepuluh jenis~-pohon yang hanyak ditanam di pinggiran jalan protokol Jakarta. Penelitian Sunarya -- yang dia lakukan bersama lima orang staf pengajar Biologi UI lainnya -- disajikan dalam seminar di Lembaga Penelitian UI di Kampus Depok Sabtu dua pekan lalu. Dia mengaku tertarik meneliti soal Pb itu karena menganggap Pb membawa potensi bahaya yang besar tanpa kita semua bisa melihatnya. Untuk tujuan itu, tim pimpinan Sunarya mengambil contoh di 18 titik di wilayah Jakarta yang, menurut Dinas Tata Kota, merupakan daerah paling hiruk-pikuk yang dilalui berbagai jenis kendaraan bermotor. Dari catatan 1985 disebutkan, misalnya, jalur paling padat adalah Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, masing-masing dilalui 126 ribu dan 118 ribu kendaraan bermotor antara pukul 06.00 dan 22.00. Pada periode yang sama, dari 18 jalur itu, Jalan R.E. Martadinata (yang membujur searah dengan pantai Ancol) dan Jalan Kiai Tapa (Jakarta Barat) dilalui 36 dan 24 ribu kendaraan bermotor. Namun, itu angka pada 1985, dan perlu diketahui, pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta setahun rata-rata mencapai hampir 10%, dan mencapai 1,4 juta pada 1989 lalu. Pada setiap titik, tim Sunarya mengambil sampel dari kulit pohon, daun, dan tanah di dekat pohon itu. Tapi tak semua sepuluh jenis pohon yang diteliti itu ada dalam satu titik pengamatan. Di Jalan Sudirman, misalnya, hanya ada pohon angsana, akasia, dan mahoni. Sementara itu, di Jalan Ahmad Yani (Jakarta Timur) hanya ada pohon cemara dan flamboyan. Sampel itu kemudian dibawa ke lab untuk dianalisa. Dengan mengabaikan komposisi pohon pada setiap titik pengamatan, tim Sunarya membuat kesimpulan: kemampuan daun menyerap Pb tertinggi pada pohon mahoni, disusul cemara dan angsana. Kandungan Pb pada daun mahoni di jalur Jakarta-Bogor tercatat 830 ug (mikrogram) per gram biomassa daun. Daun cemara di Jalan Kramat Raya memuat 660 ug per gram, dan angsana di Jalan Kuningan menyimpan Pb 356 ug per gram. Dalam hal potensi penyerapan Pb oleh kulit batang, tim Sunarya menunjuk pohon angsana sebagai juaranya. Kulit batang angsana di Jalan Sudirman, misalnya, menyimpan Pb sampai 3.940 ug per gram. Angka ini jauh di atas nilai tertinggi yang dicapai oleh juara dua dan tiga yang diraih cemara di jalan A. Yani (1.850 ug per gram) dan glodogan di Jalan Gunung Sahari (940 ug per gram). Dengan mengesampingkan umur tanaman, volume tajuk, dan berat seluruh biomassanya, tim Sunarya menobatkan angsana, cemara, dan bungur sebagai pohon pengumpul terbaik partikel Pb. Prestasinya melampaui akasia, asam jawa, asam landi, flamboyan, glodogan, mahoni, dan kre payung yang sama-sama digemari sebagai pohon pelindung kota. Namun, Sunarya mengakui, penelitiannya belum memadai untuk membuat kesimpulan bahwa angsana, cemara, dan bungur pantas dinobatkan sebagai "pohon terbaik" di Jakarta. Sebab, studi itu baru melihat sepuluh jenis dari 100-an pohon yang ada di Jakarta. "Kalau semuanya diteliti, mungkin saja ketiga pohon tadi turun peringkatnya," ujar Sunarya. Lewat penelitian itu, Sunarya pun memperoleh keyakinan bahwa pencemaran Pb itu tak merata di seantero kota. Kenyataan ini tampak lewat simpanan Pb pada pohon-pohon kontrol yang ditanam di daerah permukiman, sekitar satu kilometer dari ruas jalan raya. Di situ, kandungan Pb pada daun angsana rata-rata hanya 1,1 ug per gram, jauh di bawah angka rata-rata daun angsana di pinggir jalan besar yang mencapai 121,7 ug per gram. Dan pada daun flamboyan hanya 10,~ ug per gram, terpaut jauh dari daun flamboyan "jalanan" yang ~96,2 ug per gram. Emisi timah hitam ke jalanan Jakarta terus berlangsung. Setiap liter premium buatan Indonesia, menurut Sunarya, mengandung 0,84 gram Pb, dan 15-30% di antaranya lepas ke udara setelah terjadi pembakaram Unsur Pb itu termuat dalam bahan aditif TEL (Tetraethyl lead) yang merupakan pengatrol angka oktan bahan baku bensin dari 76 ke 87. Di zaman Bensin ~Su~per tempo hari, bahan aditif yang diperlukan makin banyak, untuk menaikkan angka oktan sampai 98. Dengan munculnya premix, memang penambahan TEL sampai 3 cc per galon seperti pada jenis super, memang tak perlu dilakukan. "Tapi, pada dasarnya, premix tetap saja menjadi sumber pencemaran Pb karena bahan bakunya juga Premium," kata Sunarya. Sudah begitu gawatkah udara Jakarta? Untuk bahan pencemar lain, seperti gas NO2 dan SO2 yang sudah diteliti oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan (P4L) DKI, jawabnya: belum. Penelitian P4L DKI di kawasan Pulogadung, Tebet, Senen, dan Cililitan, menunjukkan kandungan NO2 dan S02 rata-rata di empat daerah itu masih di bawah standar Pemda DKI yang 0,05 ppm per 24 jam dan 0,01 ppm per jam. Yang telah terbukti melewati balas standar, "Baru debu," ujar Kepala P4L DKI Ir. E. Budirahardjo. Kandungan debu di empat daerah sampel itu telah mencapai 0.3 mg per m3 udara, sedikit di atas ambang batas DKI yang 0,26 mg per m3. Sayang, P4L belum meneliti kandungan Pb di udara DKI. Putut Tri Husodo~ dan Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus