Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sesak napas dekat pabrik

Penduduk lima RW di kelurahan gading, surabaya timur menderita sesak nafas, akibat pencemaran pabrik pengecoran timah yang berada di lingkungan mereka. penduduk terganggu oleh cerobongnya.(ling)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK lima RW di Kelurahan Gading, Surabaya Timur, menderita sesak napas. Bahkan sudah 13 orang yang meninggal karenanya selama dua bulan terakhir ini. Dan pabrik pengecoran timah di lingkungan mereka menjadi kambing hitam. "Karena ayam milik penduduk juga mati semua," ujar Bambang Purwanto, 48 tahun, penduduk di desa itu. Bambang sendiri sudah harus meninggalkan kegiatan dagangnya di pasar Pabean. Ia mengeluh bahwa besar pengeluarannya untuk berobat. Banyak lagi tetangga Bambang yang menderita seperti dia. Penderitaan masyarakat Gading itu memuncak kalau malam sudah tiba, ketika pabrik yang tidak ada namanya itu mulai menyalakan tungkunya. Industri kecil yang punya enam tenaga kerja ini bekerja pukul 22.00 sampai 06.00. Kalau kebetulan udara malam lembab atau hujan gerimis tak ada yang berani membuka pintu," ujar Mohamad Nur, Ketua RT 1 RW 12. "Baunya busuk dan pernapasan kita bisa sesak tiba-tiba," tambahnya. Asap hitam dari pabrik itu menerobos masuk rumah yang tidak pakai plafon. "Tidak jarang pula saya memilih lari ke sawah depan itu kalau dada saya sudah terasa akan pecah," ujar Bambang. Sebuah tim beranggotakan lima Ketua RW sudah berkali-kali sejak 1979 mengadu pada Walikota Surabaya. Ada sedikit tanggapannya. Walikota Drs. Muadji Widjaja menjanjikan bahwa pabrik itu sudah harus dipindahkan dalam waktu satu tahun ini. Sementara pemindailan belum dilakukan pengusahanya diwajibkan merendam bahan baku industri itu ke dalam larutan kapur sebelum diolah. Perendaman itu dimaksudkan untuk mengurangi kadar asam sulfat (H2 S04). Tapi hanva dengan cara itu masih belum aman. Cerobong asapnya, setinggi hanya lima meteran, begitu sederhana tanpa peralatan pengaman seperti filter. Imam Slamet, pemilik pabrik itu menyangsikan bahwa bencana itu datang dari cerobong pabriknya. "Pabrik saya ini sudah berdiri tahun 1960. Kok baru sekarang kejadiannya," ujar Slamet. Tapi Slamet sudah bersedia memindahkan pabriknya ke Lokasi Industri Kecil di Sidoarjo. Sementara ini tiap hari ia harus membeli kapur 200 sampai 300 kilogram sehari untuk merendam bahan baku pabrik itu. Pabrik ini hanya menggunakan bahan baku berupa sel-sel bekas aki. Sehari bisa ia menghasilkan sekitar 1000 lantakan timah hitam, yang dijualnya kembali kpada pabrik aki dengan harga Rp 550/ kg. Hampir 100% lebih murah daripada harga timah impor. Sel-sel bekas aki itu di pabrik milik Slamet dibakar hingga mencair untuk kemudian dituang jadi lantakan. Semula ada lima pabrik sejenis di Gading tapi tiga sudah tutup. Satu pabrik lagi sudah pindah ke daerah Pogot. Waktu Imam Slamet mendirikan pabriknya di sana lingkungan sekitarnya masih berupa sawah. Tapi saat ini sudah banyak rumah penduduk. Master plan Surabaya tahun 2000 sendiri menyebutkan kawasan itu sebagai daerah pemukiman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus