Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Si elok dari leuweung sancang

Operasi penggiringan banteng ke cagar alam leuweung sancang di garut selatan hanya berhasil menggiring 22 ekor. kegagalan operasi ini disebabkan kurangnya taktik dan perlengkapan.(ling)

6 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATAHARI mulai menggigit kulit ketika sekawanan banteng tampak bergerak ke padang alang-alang. Sementara itu, di belakangnya -- dalam jarak yang cukup jauh - suara kentongan bambu yang menggiring hewan-hewan itu tetap bertalu-talu. Pintu Cagar Alam Leuweung Sancang hutan tempat banteng seharusnya tinggal - tinggal beberapa meter lagi, ketika secara tiba-tiba banteng terkejut dan membalikkan tubuhnya untuk kemudian menghilang ke hutan cadangan, tempat persembunyiannya semula. Inilah hari pertama penggiringan banteng di Garut Selatan, yang gagal, Rabu 20 Maret lalu. Wartawan TVRI yang meliput penggiringan ini, konon, tanpa setahu tim penggiring banteng, mengacungkan moncong kamera sedemikian rupa hingga banteng-banteng itu kaget. Padahal, sudah sejak subuh tim penggiring--antara lain para anggota Polsus Perlindungan Hutan dan Perlindungan Alam - menggiring binatang itu. Tapi tanpa moncong kamera TVRI pun, pada hari-hari berikutnya Operasi Sancang I ini ternyata diwarnai kegagalan. Sebab, dari jumlah banteng yang diperkirakan keluar dari Cagar Alam (sekitar 75 ekor), di ujung hari Operasi Sancang I, Jumat pekan lalu, operasi itu cuma berhasil menggiring 22 ekor. Sedangkan yang kembali ke Leuweung Sancang secara sukarela 12 ekor. Ke mana yang lain? Ternyata, mereka tetap mencari rumput dan daun muda di perkebunan karet Miramare milik PTP XIII, yang luasnya 2.900 ha, atau di hutan cadangan yang terletak antara kebun karet di sebelah utara dan cagar alam di selatannya, yang kini mulai ditanami kelapa hibrida. "Banteng gemar mencari daun muda," kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Perlindungan Alam, Prof. Dr. Rubini Atmadjaja, yang pada harihari pertama operasi itu berada di Leuweung Sancang, Garut Selatan. Jumlah banteng di Cagar Alam yang luasnya 2.170 ha ini sekitar 180 ekor. Menurut Alikodra, ketua Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor, cuma 75 ekor sebenarnya yang sering keluyuran mencari daun muda di luar Cagar Alam. Sebab, sekitar 45 ha padang rumput yang terdapat di lokasi tersebut rupanya semakin ciut. Akibatnya, banteng melakukan operasi masuk perkebunan dan perkampungan. Lebih-lebih dalam tiga tahun terakhir ini, sapi alas -- demikian penduduk setempat menamakan satwa lindung ini - kian sering merusakkan kebun penduduk. "Tahun lalu saya tak bisa panen sama sekali," ujar Eman, 33, kepala desa Sancang. Kebun kacang dan singkongnya habis diganyang sapi alas yang kelaparan ini. "Dibunuh tak boleh," kata Oyon, petani kacang dari Kampung Cibalieur, "kalau kebun rusak, PPA tak mau tahu urusan ganti rugi." Banteng Sancang (Bos Javanicus) merupakan satwa lindung yang mempunyai bentuk tubuh paling indah. Tinggi, besar, dan garis tengah dadanya lebih besar dari bagian belakang. Bokong dan keempat kakinya, bagai memakai kaus, berwarna putih. Banteng jantan, selain bertanduk, berkulit hitam mengkilat. Yang betina berwarna merah tua. "Itu sebabnya banteng Sancang juga dipanggil si Elok," kata Alikodra, 36, doktor ahli banteng itu. Tak banyak lagi banteng jenis ini di dunia. Satwa yang cuma ada di Asia Tenggara (Burma, Muangthai, Malaysia, Indonesia), yang masih ber-genus asli cuma ada di Sancang, Ujung Kulon, dan Meru Betiri di Jawa Timur. Diperkirakan jumlahnya tinggal 1.500 ekor di ketiga tempat ini. Banteng yang tak termasuk satwa predator (hewan pemangsa) itu tak akan menjadi ganas kalau tidak diganggu. Namun, binatang ini menjadi berang bila ada gangguan di lokasi makanannya, lokasi tempat bercumbu, atau kalau merasa ada manusia yang menghalangi gerak-geriknya. Gangguan-gangguan inilah tampaknya yang kian lama kian membuat banteng-banteng itu meninggalkan daerahnya Selain karena populas hewan itu meningkat, juga karena cagar alam di Desa Sancang - yang berpenduduk hampir 5.000 jiwa -- itu sering diganggu peladang liar. Tambahan pula, hutan cadangan itu--yang sekltar empat tahun lalu dijadikan perkebunan baru oleh PTP XIII - semakin mengundang banteng itu ke sana. "Kami tak pernah dikontak ketika membuka perkebunan baru itu," ujar Alikodra. Kini, banteng-banteng itulah--yang tak cuma menyerbu hutan cadangan, tapi juga meneruskannya ke perkebunan karet - yang oleh tim beranggotakan 240 orang dicoba digiring kembali ke cagar alam. Hasilnya, operasi penggiringan yang memakan waktu 10 hari dengan anggota timnya yang kemudian merosot sampai 50% itu gagal. "Kita akan cari taktik lain," ucap Rubini. Menurut Dr. R.E. Soeriaatmadja, yang pernah bertanggung jawab dalam penggiringan gajah di Air Sugihan, 1982, penggiringan pun ada "seni"-nya. Banteng harus digiring pada lintas alur naluriahnya, agar tidak kembali lagi. Penggiring tidak asal menggiring saja, tapi harus betul-betul menguasai kondisi kedua habitat, yaitu habitat yang dilanggar banteng dan habitat yang akan ditempatinya. Satu hal lagi yang tampaknya memang tak dimiliki oleh tim Operasi Sancang I ialah kelengkapan strategis siap pakai. Soeriaatmadja menyebutkan kelengkapan strategis pada operasi Air Sugihan yaitu helikopter dan komunikasi udara-darat. Barangkali kelengkapan ini yang tak dipunyai tim Operasi Sancang I sehingga hasilnya mengecewakan. Toeti Kakiailatu Laporan Hasan Syukur, Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus