Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Sidang Ladang Ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Saksi: Ada Kerusakan Ekosistem

Lokasi penanaman ganja itu merupakan habitat rumput asli kawasan.

13 Maret 2025 | 17.56 WIB

Foto udara yang menunjukkan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger (TNBTS). Foto: Dokumentasi Balai Besar TNBTS.
Perbesar
Foto udara yang menunjukkan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger (TNBTS). Foto: Dokumentasi Balai Besar TNBTS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Lumajang - Ada cerita tentang kerusakan ekosistem di sekitar lokasi penanaman ganja di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Cerita itu terungkap dalam kesaksian polisi hutan dalam persidangan kasus ladang ganja di Pengadilan Negeri Lumajang, Selasa, 11 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaksa menghadirkan tiga orang saksi fakta dari TNBTS yang memberikan keterangannya secara daring. Mereka adalah Edwy Yunanto, polisi hutan dan staf kantor Balai Besar TNBTS; Yunus Tri Cahyono, polisi hutan dan Kepala Resor Senduro; dan Untung, polisi hutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dari kesaksian mereka kemudian terungkap bahwa ada 59 titik penanaman ganja dengan luas total tak lebih dari 1 hektare. Setiap titik penanaman itu berbeda-beda luasannya. "Ada yang 2 meter persegi, ada yang 4 meter persegi, ada juga yang 16 meter persegi," kataYunus menjawab pertanyaan majelis hakim.

Lokasi penanaman ganja itu berada di zona rimba di kawasan konservasi yang masuk dalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3 Senduro Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 2 Kabupaten Lumajang. Kawasan konservasi yang berada di bawah SPTN Wilayah 3 Senduro seluas 6.367 hektare. 

Yunus mengakui bahwa memang ada lingkungan dan ekosistem yang dirusak akibat penanaman ganja itu. "Penanaman ganja itu merusak ekosistem," ujar Yunus menambahkan. 

Ia mengatakan lokasi penanaman ganja itu merupakan habitat rumput asli kawasan. Soal kerusakan ekosistem itu juga diungkapkan oleh Untung. "Itu daerah endemik. Tanaman selain endemik tidak boleh ditanam disitu. Penanaman ganja di tempat itu termasuk pelanggaran. Itu merusak," kata Untung. 

Ia juga mengatakan di daerah tersebut merupakan endemik pinus, cemara serta pohon lainnya. Ketika ada kerusakan, kata Untung, nantinya harus dilakukan pemulihan ekosistem. Pemulihan ekosistem itu akan dilakukan oleh TN BTS.

Hakim sempat mempertanyakan dari mana anggaran untuk pemulihan ekosistem itu akan diperoleh. Untung mengaku tidak tahu. Padahal, kata hakim, kalau tidak ada tanaman ganja, tidak perlu ada pemulihan ekosistem. 

Para saksi mengaku tidak bisa melarang warga untuk memasuki kawasan hutan konservasi. "Mereka mencari rumput dan jamur di hutan," kata Untung. 

Saksi juga mengatakan pernah melakukan sosialisasi terkait larangan untuk memasuki kawasan hutan konservasi. Bahkan ada papan yang dipasang yang berisi larangan untuk masuk ke dalam kawasan. Sayangnya, papan larangan itu tidak disertai penjelasan tentang ancaman hukuman. "Jadinya warga nggak takut," ujar majelis hakim. 

Majelis hakim yang diketuai Redite Ika Septiana dan didampingi dua hakim anggota, yakni Gandha Wijaya dan I Nyoman Ary Mudjana, sempat mengultimatum jika kelak ternyata masih ditemukan tanaman ganja di TNBTS, maka bisa dianggap sebagai kesengajaan dan pembiaran. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus