Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Studi: Tanah Hasil Letusan Gunung Api Lebih Subur di Indonesia Timur

Tim dari Unpad mempelajari struktur tanah di kawasan yang tertimbun material letusan gunung api.

14 Desember 2021 | 21.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masyarakat yang bermukim di sekitar Desa Sumber Mujur dan Desa Curah Koboan dan sekitarnya diimbau waspada dalam menghadapi potensi bencana akibat erupsi Gunung Semeru. Twitter.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gunung api yang tersebar di wilayah Indonesia punya karakteristik masing-masing. Dapur magma, misalnya, juga bahan baku material vulkaniknya berbeda satu sama lain. “Makin ke timur, bahan baku material vulkanik makin kaya unsur nutrisinya,” kata Mahfud Arifin, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), dikutip dari keterangan tertulis, Selasa 14 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Mahfud, tanah hasil endapan material vulkanik di wilayah timur Indonesia jauh lebih subur dibandingkan wilayah barat. Secara alamiah, makin ke timur, sifat bahan vulkanik bersifat basaltik atau basa. Sementara sifat bahan vulkanik di wilayah barat bersifat andesit atau asam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, faktor ketinggian ikut berpengaruh pada kesuburan lahan. Daerah bekas erupsi dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut lebih subur dibandingkan daerah di bawahnya. Alasannya, kata Mahfud, karena pelapukan material vulkaniknya yang lambat akibat faktor temperatur rendah.

“Proses pelapukan yang lambat menjadikan warna tanah menjadi lebih hitam karena mengandung banyak nutrisi,” kata Mahfud. 

Sementara daerah berketinggian kurang dari 1.000 meter bersuhu tinggi sehingga proses pelapukan material erupsi gunung api menjadi lebih cepat. Cirinya ditandai oleh tanah yang berwarna lebih coklat.

Gunung Awu di Sangihe, Sulawesi Utara. Magma.esdm.go.id

Proses itu dipelajari Mahfud dari fenomena erupsi Krakatau pada 1883. Pada 1983 atau 100 tahun pasca erupsi, dia bersama tim ahli tanah di Unpad mempelajari struktur tanah di kawasan yang tertimbun material letusan.

Hasilnya, erupsi Krakatau membentuk tanah subur setebal 25 sentimeter dengan ciri tanah hitam. Kandungan nutrisi tanah itu seperti kalsium, magnesium, natrium, kalium, yang sangat dibutuhkan tanaman.

Kapal nelayan melintas dekat Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Lampung. TEMPO/Arie Basuki

Dari hasil studi itu juga diketahui, kawasan bekas endapan material erupsi gunung api memerlukan waktu yang lama untuk menjadi tanah subur. Mengacu pada hasil studinya atas tanah letusan Krakatau 1883, Mahfud memperkirakan, "Dalam 100 tahun ke depan, daerah erupsi Gunung Semeru bisa menjadi daerah yang sangat subur, dengan tanah hitam yang tebal dan subur untuk tanaman pertanian.”

Selain itu, dalam jangka pendek, endapan material erupsi gunung api biasa ditambang untuk bahan bangunan. Gunung api secara sosiokultural, kata Mahfud,  sangat lekat dengan kegiatan manusia hingga lerengnya padat oleh pemukiman penduduk. “Walaupun sering meletus, masyarakat selalu merapat karena tanahnya subur untuk pengembangan pertanian.”


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus