Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRIMETHOPRIM, antibiotik yang diresepkan dokter untuk melawan infeksi bakteri pada saluran kencing, kini tak hanya tersedia di apotek. Menurut hasil penelitian global yang dipimpin University of York di Inggris, senyawa kimia tersebut merupakan antibiotik yang paling kerap ditemukan ketika para periset mengambil sampel air dari 165 sungai di 72 negara di enam benua. Dari 711 titik pengambilan sampel air, sebanyak 307 sampel atau 43 persen mengandung trimethoprim.
Bukan hanya itu kejutan dari survei yang hasilnya dipresentasikan dalam pertemuan Society of Environmental Toxicology and Chemistry di Helsinki, Finlandia, 27-28 Mei lalu, tersebut. Mereka juga menemukan 470 (66 persen) sampel air positif mengandung setidaknya satu dari 16 jenis antibiotik. Sebanyak 111 sampel (16 persen) mengandung antibiotik dalam kadar tak aman menurut standar AMR Industry Alliance—koalisi perusahaan farmasi dan bioteknologi global. “Saya tak pernah mengharapkan temuan derajat konsentrasi setinggi itu. Ini membuka mata kita,” kata ahli kimia lingkungan yang juga pemimpin riset, Alistair Boxall, seperti dikutip ScienceNews.org, Jumat, 14 Juni lalu.
Baku mutu AMR Industry Alliance menetapkan konsentrasi berbeda untuk tiap antibiotik, tapi memiliki rentang antara 20 nanogram dan 32 ribu nanogram per liter. Menurut temuan riset tersebut, ciprofloxa-cin, yang dipakai untuk menangani beberapa infeksi bakteri, merupakan antibiotik paling sering ditemukan dalam kadar melampaui ambang batas aman, yakni di 51 titik sampel. Adapun tiga jenis antibiotik lain, yaitu oxytetracycline, cloxacillin, dan amoxicillin, tidak didapati di semua titik pengambilan sampel.
Penelitian ini juga menemukan sungai yang paling tercemar antibiotik. Sampel air Sungai Kirtankhola di dekat Kota Barisal, Bangladesh, terkontaminasi antibiotik dengan konsentrasi tertinggi. Metronidazole, antibiotik untuk infeksi kulit dan mulut, ditemukan dalam konsentrasi 40 ribu nanogram per liter atau 300 kali lipat batas aman. Adapun ciprofloxacin di air sungai tersebut memiliki konsentrasi delapan kali lipat batas aman.
Menanggapi hasil survei University of York, Pramono menekankan pentingnya kajian itu menyebutkan kapan sampel air diambil. “Perbedaan musim akan berpengaruh terhadap konsentrasi bahan pencemar yang dihasilkan,” ujarnya. “Untuk meneliti sungai-sungai di Indonesia, perlu data dengan pengambilan sampel yang memadai dari hulu ke hilir dan multitemporal.”
Antibiotik dengan konsentrasi tinggi juga ditemukan di sungai di sejumlah kota Asia-Afrika, seperti di Accra, Ghana; Nairobi, Kenya; Lahore, Pakistan; Lagos, Nigeria; dan Nablus, Israel. Sungai Danube di Austria adalah yang paling tercemar di Eropa, sementara North Liberty di Iowa paling terkontaminasi di Amerika Serikat. Di Sungai Thames, yang menjadi salah satu ikon Inggris, didapati kandungan metronidazole 233 nanogram per liter.
Menurut John Wilkinson dari Depar-tment of Environment and Geography pada University of York, yang menjadi kolega Boxall, belum ada riset yang setara dengan skala penelitian mereka. “Sebelumnya, mayoritas penelitian pemantauan lingkungan telah dilakukan di Eropa, Amerika Utara, dan Cina. Seringnya melibatkan hanya sedikit antibiotik,” ujarnya seperti dikutip dari situs University of York.
Tidak ada informasi apakah ada sungai di Indonesia yang masuk penelitian University of York ini. Namun Mohammad Pramono Hadi dari Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pernah memimpin riset awal untuk mengetahui apakah Sungai Code di Yogyakarta terpapar antibiotik. Hasil penelitian bertajuk “Potensi Sumber Bakteri Resisten Antibiotik Berdasarkan Kondisi Kualitas Air dan Penggunaan Lahan di Sungai Code, Yogyakarta” itu dipublikasikan di Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan pada 2018.
Pramono mengatakan pengambilan data penelitiannya berlangsung pada Juni dan Oktober 2017 dan 2018 untuk mewakili musim kemarau dan hujan. Penelitian tersebut merupakan kerja sama PSLH UGM dengan University of Helsinki, Finlandia. “Kami mengambil sampel air di sepanjang Sungai Code dari atas ke bawah,” ucap pengajar di Fakultas Geografi UGM itu.
Ada 13 titik pengambilan sampel untuk menguji kebutuhan oksigen biologis (BOD) dan jumlah bakteri coliform sebagai indikator. Makin banyak jumlah bakteri coliform, makin tinggi potensi adanya bakteri yang resistan antibiotik (antibiotic resistance).- Titik pengambilan sampel, kata Pramono, di antaranya mata air Umbul Lanang, dam Plunyon, saluran peternakan sapi, saluran peternakan ayam, sebelum perkotaan, dekat Rumah Sakit Sardjito, saluran kolam ikan, muara Opak, dan Pantai Depok. “Penelitian kami menemukan Sungai Code belum terpapar antibiotic resistance,” tutur Pramono, menjawab pesan pendek Tempo, Rabu, 26 Juni lalu.
Pramono mengungkapkan, antibiotic resistance dapat menularkan kekebalannya terhadap antibiotik kepada bakteri lain di alam dengan mentransfer gen resistan antibiotik (ARG). Untuk mengetahui apakah bakteri telah resistan terhadap antibiotik, harus dilakukan analisis DNA bakteri. “Untuk sungai-sungai di Indonesia, belum dilakukan analisis DNA bakteri. Analisis qPCR array DNA masih sangat mahal,” kata Sekretaris PSLH UGM tersebut.
Menanggapi hasil survei University of York, Pramono menekankan pentingnya kajian itu menyebutkan kapan sampel air diambil. “Perbedaan musim akan berpengaruh terhadap konsentrasi bahan pencemar yang dihasilkan,” ujarnya. “Untuk meneliti sungai-sungai di Indonesia, perlu data dengan pengambilan sampel yang memadai dari hulu ke hilir dan multitemporal.”
Alistair Boxall, yang mengepalai Environmental Sustainability Institute pada University of York, mengatakan penelitiannya memperlihatkan bahwa pencemaran senyawa antibiotik telah menyebar luas di sistem perairan sungai di dunia. “Data kami menunjukkan pencemaran antibiotik di sungai merupakan penyumbang penting dalam masalah resistansi bakteri terhadap antibiotik,” ucapnya, seperti dikutip situs Phys.org.
Untuk mengatasi masalah ini, dia menambahkan, dibutuhkan upaya yang luar biasa besar dan investasi guna membangun infrastruktur pengolahan limbah dan air limbah. Pemerintah pun harus mengetatkan regulasi serta membersihkan dan memulihkan situs-situs yang sudah kadung tercemar.
DODY HIDAYAT (SCIENCENEWS.ORG, YORK.AC.UK, PHYS.ORG, YORKPRESS.CO.UK, THEGUARDIAN.COM, DW.COM, QZ.COM)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo