DI pematang sawahnya, berserakan kaleng insektisida dari
berbagai merk. Tampaknya S. Dolok Saribu seperti berlomba dengan
wereng yang merusak sawahnya di Desa Petapahan, kecamatan Lubuk
Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sum-Ut. Tanaman padinya dari
bibit IR 42, menurut harapannya, akan dipanen pekan ini.
Dengan ia menyemprot tiap pagi, selama dua minggu, diduga masih
ada padi bersisa untuk keluarganya. "Paling tidak, sepertiga
dari produksi saya tahun lalu," kata Dolok Saribu ketika ditemui
TEMPO pekan lalu di pematang sawahnya.
Sebagian besar tanaman padinya hangus. Mirip seperti ilalang
kering. Pada tanaman yang sempat diisap wereng, tapi
diselamatkan dengan insektisida, batang bagian bawahnya menjadi
kerdil. Sedang batang bagian atasnya tetap seperti semula.
Masih lumayan bagi Dolok Saribu yang mampu membeli insektisida.
Dilam dan Wakirun, keduanya petani di Desa Singosari -- masih di
Deli Serdang, hampir 50 km dari Medan -- November lalu membabat
seluruh tanaman yang dihantam wereng. Mereka sebenarnya harus
sabar menunggu seminggu lagi, supaya padinya betul-betul matang
untuk bisa dipanen.
"Menunggu seminggu, berarti hancur. Tiga hari saja wereng itu
dibiarkan, pasti tak ada yang tersisa untuk saya," kata Dilam
asal Banyumas. Dia memiliki 17,5 rante sawah (1 rante = 20 kali
20 meter), dan bertanam dua kali setahun. Kali ini, wereng cuma
menyisakan 250 kg dari panen 4 ton gabah kering yang
diharapkannya. Dilam masih ragu apakah gabah itu bisa jadi
beras. "Kalaupun jadi menir, apa boleh buat. Dibikin jadi
tepung, untuk bahan lepat," katanya.
Dilam bersama Wakirun -- yang kurang mampu membeli insektisida
kembali menanam padi IR 36. Tanaman baru itu diserang wereng
lagi.
Dolok Saribu, Dilam, dan Wakirun dan banyak petani lainnya di
Sum-Ut tak tahu wereng apa yang menyerang lini. "Pokoknya lebih
ganas dari wereng sebelumnya," kata Dilam (lihat Dari Biotipe ke
Biotipe).
"Wereng pada musim tanam sebelumnya biasanya saya semprot sekali
seminggu. Tapi yang sekarang, minimal dua hari sekali. Kalau mau
aman betul, tiap hari," kata Dolok Saribu. Wereng yang sekarang
ini, menurut dia, kalau hinggap ditubuh, bisa menimbulkan
gatal-gatal. Setelah digigit wereng, tanaman padi yang masih
tumbuh "jadi jantan, tak mau berbulir."
Ir. V. Situmorang, seorang pejabat dinas pertanian Sum-Ut,
mengatakan cara bertanam di provinsinya sulit diatur serentak.
Masih ada yang bertanam seenaknya, kapan saja. "Ini memberi
peluang bagi kehidupan wereng," katanya.
Jumlah PPL (penyuluh pertanian lapangan) di Sum-Ut sudah
memadai, 970 orang. Tapi, kata Situmorang, banyak petani yang
tak menghargai PPL yang umumnya masih muda.
Cara bertanam tak serentak itu bisa dilihat dari kejadian yang
sekarang. MT 1982 mestinya dimulai Juli untuk panen 4 bulan
kemudian, tapi ternyata masih ada yang bertanam bulan Agustus,
September.
Tanaman yang sekarang, diserang wereng mulai pekan lalu
disemprot dari udara dengan insektisida baycarb. Dua pesawat
udara milik Deptan dipakai menyemprot, mungkin selama 20 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini