RUMPUN padi di dalam pot plastik itu kelihatan kering-layu
berwarna cokelat, dan di sekujur batangnya bergerombol serangga
kecil berwarna kecokelatan: wereng. Padahal padi yang dimasukkan
di dalam kotak-kotak kaca kecil itu adalah IR 26, 28, 29, 30,
dan 42, varietas unggul yang sudah teruji sangat tahan terhadap
wereng biotipe I. Dan dari penelitian yang dilakukan BPTP (Balai
Penelitian Tanaman Pangan) varietas ini terbukti pula mampu
menghadapi wereng biotipe III.
Karena itu varietas tadi bersama dengan IR 50, 52, dan 54 --
hasil penemuan baru di BPTP yang ternyata tahan terhadap wereng
biotipe I, 11, dan III -- sudah dipersiapkan menghadapi
gelombang serangan biotipe III yang diduga segera datang.
Anehnya varietas yang disebut terakhir pun habis hangus
digerogoti wereng ketika dimasukkan di dalam kotak kaca itu.
Percobaan di laboratorium BPTP di bagian barat Bogor itu memang
mengagetkan para ahli. "Kita bersiap-siap menghadapi biotipe III
ternyata yang menyerang ini lain lagi," ujar Dr. Ida Nyoman Oka,
56 tahun, Direktur Direktorat Perlindungan. Tanaman Pangan
(DPTP) Deptan.
Pada mulanya, Januari tahun lalu, 50.000 ha tanaman padi IR 42
di Kabupaten Asahan, Deli Serdang, Simalungun, dan Langkat
diserang wereng. Serangan meluas mengancam 30.000 ha persawahan
di daerah lainnya di Sum-Ut: Kabupaten Tapanuli Selatan,
Tapanuli Tengah, dan pinggiran Medan.
IR 42 adalah varietas tahan wereng biotipe II, maka begitu
mendengar laporan dari Sum-Ut, DPTP lantas menduga bencana oleh
biotipe III yang ditunggu, sudah tiba. Segera saja diperintahkan
di sana menanam IR 36 yang dipersiapkan. Nyatanya ini juga
ludes. Barulah wereng Sum-Ut itu diboyong ke BPTP.
Penelitian dilakukan langsung oleh Ida Nyoman Oka yang juga
aktif di BPTP, dan hasilnya: ini rupanya biotipe lain lagi.
"Sesuai dengan tempatnya ditemukan diberi narna biotipe Sumatera
Utara " kata Oka, ahli hama lulusan Universitas Cornell,
Amerika.
Secara visual yang ini tak berbeda dengan wereng cokelat (brown
planthopper) biotipe sebelumnya yang keganasannya mulai dikenal
di sini, 1970. Juga berwarna cokelat dan bersayap, siklus
hidupnya 30 hari dan begitu rakus mengisap batang padi ketika
berumur 15 hari serta berkembang-biak dengan cepat. Seekor
betina mampu bertelur 300 butir.
Sampai sekarang belum terungkap mengapa biotipe aneh itu lahir
di Sum-Ut, "belum diteliti," ujar Oka. DPTP menganggap lebih
penting mengirim brigade proteksi mengadakan penyemprotan
insektisida di Sum-Ut, baik dari darat maupun udara. Ini paling
tidak untuk menjaga serangan tak meluas. Sementara deteksi
dilakukan di daerah lain, syukurlah, aman. Bulan lalu pernah ada
laporan dari Bali, wereng aneh itu menyerang sekitar Tabanan dan
Denpasar, setelah dicek rupanya bukan.
Ada juga kabar gembira dari BPTP. Setelah diteliti sejak Maret
tahun lalu, ternyata biotipe Sum-Ut itu punya kemiripan dengan
wereng biotipe Asia Selatan di India. Maka Oka mencobakan
beberapa varietas, termasuk yang berasal India Selatan untuk
menghadapi wereng Sum-Ut. Ternyata varietas rathu beenati dan
Ptb 33 yang berasal dari negerinya Indira Gandhi itu cukup
toleran.
Percobaan yang sama sudah dilakukan pula oleh Mochida, ahli hama
dari DPTP. Digunakannya biotipe Asia Selatan, dan hasilnya ialah
Ptb 33 yang tahan terhadap biotipe Sum-Ut hangus dimakan "Asia
Selatan". Cuma rathu heenati yang bertahan. Artinya, kedua jenis
wereng tadi masih sedikit berbeda.
Dari dua varietas, Ptb 33 dan rathu heenati, berhasil
dikembangkan varietas baru yang dinamai PB 56 yang ternyata
dalam uji laboratorium mampu menghadapi biotipe Sum-Ut.
Tapi tunggu dulu! Varietas itu belum bisa dimasyarakatkan karena
sedang mengalami uji lapangan. Sejumlah PB 56 itu sekarang
sedang dicoba di "front" Sumatera Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini