Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Populasi biawak komodo di Taman Nasional Komodo dalam keadaan stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat dalam empat tahun terakhir (2018-2021). Sebabnya, tekanan lingkungan dan sosial di taman nasional itu dinilai masih di bawah kapasitas daya dukung dan daya tampung yang tersedia. Ini termasuk menjawab kenapa masa pandemi yang membuat kunjungan wisatawan drop jauh tak serta merta melonjakkan populasi satwa tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini terungkap dalam kunjungan Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara beserta jajarannya ke Tempo secara virtual pada Kamis 23 Juni 2022. Awang didampingi antara lain Koordinator Pelaksana Program Konservasi di Taman Nasional Komodo, Carolina Noge, dan Ketua Tim Ahli Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan di sekitarnya, Irman Firmansyah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam paparannya, Awang menyebut populasi komodo lebih dari 2.897 ekor pada 2018, lebih dari 3.022 ekor pada 2019 dan 3.163 ekor pada 2020 serta lebih dari 3.303 ekor pada 2021. "Data ini diperoleh berdasarkan pelaksanaan kegiatan monitoring intensif oleh para ranger Balai Taman Nasional Komodo dan para peneliti di Yayasan Komodo Survival Program," katanya.
Sedangkan tren kunjungan meningkat signifikan selama 10 tahun terakhir hingga 2019 lalu, sebelum menurun drastis pada 2020 - 2021 dikarenakan oleh pandemi Covid-19. Datanya, masih di bawah 100 ribu wisatawan pada 2014 dan tembus 200 ribu pada 2019. Sedangkan pada 2020, kembali drop menjadi kurang dari 50 ribu.
Berdasarkan data time series yang ada, Irman memproyeksi jumlah kunjungan wisatawan akan mudah dibangkitkan kembali begitu lepas dari pandemi. Angkanya diprediksi mencapai hampir 300 ribu orang pada 2030 dan 480 ribu pada 2045. Sementara, berdasarkan kajian yang dikerjakannya sepanjang tahun ini, Irman merekomendasikan jumlah pengunjung ideal di Taman Nasional Komodo sebanyak 219 ribu per tahun. Atau maksimum, 292 ribu per tahun.
"Maksimum itu berarti mulai akan ada tekanan untuk populasi komodo," kata Irman. Itu artinya, menurut istilah Awang, sudah ada aktivitas wisata yang berlebih. Keduanya lalu merujuk kepada dampak potensi kehilangan nilai jasa ekosistem meliputi: tempat tinggal dan ruang hidup, estetika, rekreasi dan ecotourism, biodiversitas, sumber daya genetik, pengaturan iklim, produksi primer, dan air bersih
Hasil kajian merekomendasikan adanya batasan kunjungan wisatawan Taman Nasional Komodo ke depannya. Lewat skenario pembatasan yang disiapkan, jumlah pengunjung pada 2045 bisa ditekan tak sampai 280 ribu orang per tahun, meski pada 2030 proyeksinya sudah hampir 270 ribu per tahun.
Sejumlah wisatawan membludak di puncak pulau Padar, Kawasan Taman Nasional Komodo. ANTARA/Ho-Robert Waka
"Tanpa pembatasan kunjungan ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan sekitarnya sesuai daya dukung daya tampung lingkungan hidupnya, terdapat kehilangan jasa ekosistem yang sangat tinggi," kata Irman. Sebaliknya, apabila dilakukan pembatasan terhadap kunjungan, dia menambahkan, "Potensi kehilangan nilai jasa ekosistem dapat ditekan dan nilai manfaat sosial ekonomi yang diterima cenderung lebih meningkat dan dapat mengimbangi minimnya kehilangan nilai jasa ekosistem."
Beberapa dari skenario atau rekomendasi untuk pembatasan pengunjung yang dirumuskan adalah membatasi jumlah kapal yang menginap di tengah laut dan reservasi kunjungan dalam satu pintu secara online yang telah dibatasi jumlah kunjungan per lokasi dalam suatu tatanan waktu tertentu. Lainnya adalah penataan kawasan permukiman sebagai destinasi wisata tambahan, bekerja sama dengan destinasi wisata lainnya untuk meningkatkan length of stay wisatawan, dan menentukan nilai kunjungan berbasis biaya konservasi dari setiap adanya kunjungan berkisar antara Rp 2.943.730 sampai dengan Rp 5.887.459.