Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menganggap rencana pulau sampah di area reklamasi Teluk Jakarta sebagai rencana asal-asalan yang tidak berdasarkan kajian komprehensif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manajer Kampanye Polusi dan Urban Walhi Abdul Ghofar mengatakan wacana pulau sampah ini menggenapi beragam kebijakan Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi yang terlihat gagap dan gagal dalam menyelesaikan persoalan seperti masalah polusi udara. "Pembuatan pulau sampah akan menimbulkan masalah sosial dan lingkungan di wilayah sekitar lokasi proyek," kata Ghofar kepada Tempo, Jumat, 19 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, pulau sampah ini juga tidak akan berhasil mengatasi persoalan utama dari situasi darurat sampah di wilayah metropolitan Jakarta. Ghofar menuturkan reklamasi untuk pembuatan pulau sampah atau untuk peruntukan lain di wilayah pesisir Jakarta sendiri merupakan sesuatu yang bermasalah.
Reklamasi telah dan akan berdampak pada hilangnya akses nelayan dan kerusakan ekosistem laut. "Sementara pulau sampah berisiko tinggi mencemari lingkungan dari jenis sampah tertentu, seperti plastik, limbah elektronik, dan jenis limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) lain."
"Padahal situasi saat ini wilayah perairan Teluk Jakarta sudah tercemar logam berat dan mikroplastik. Pembuatan pulau sampah akan memperparah situasi tersebut," ucap dia.
Menurut Ghofar, proyek seperti pulau sampah di Maladewa dan Singapura yang menjadi rujukan bagi pembuatan pulau sampah di Jakarta punya sederet masalah kesehatan dan lingkungan. Dari sisi urgensi, kata dia, Maladewa dan Singapura memang memiliki kendala keterbatasan lahan untuk pendirian fasilitas pengelolaan sampah. Oleh karenanya, menurut Ghofar, kedua negara tersebut membuat dan atau memanfaatkan pulau sebagai lokasi penimbunan dan pengolahan sampah.
"Proyek pulau sampah di Maladewa menimbulkan kerusakan ekosistem laut karena cemaran limbah seperti baterai bekas, asbes, timbal dan material lain yang masuk ke perairan. Pencemaran ini menyebabkan kerusakan ekologi sekaligus meningkatkan risiko kesehatan bagi masyarakat."
Sementara Pulau Semakau yang menjadi pulau sampah di Singapura, kata Ghofar, saat ini dalam kondisi terisi lebih dari setengahnya dan terancam kelebihan kapasitas. Ia menyebutkan mulai muncul desakan dari pakar untuk mulai berfokus pada upaya pengurangan sampah secara signifikan pada keseluruhan siklus material baik sampah plastik maupun organik.
Berdasarkan pengalaman pulau sampah di Maladewa dan Singapura yang memiliki catatan kritis pada aspek kesehatan dan lingkungan, menurut dia, kebijakan pembangunan pulau sampah baik di Jakarta maupun wilayah lain adalah pilihan yang tidak tepat.
"Tidak ada urgensi dari sisi pengadaan lahan dan kebijakan ini juga tidak akan menyelesaikan persoalan darurat sampah jika pemerintah enggan mengupayakan langkah-langkah pengurangan dari sumber sampah," kata dia.
Walhi, kata Ghofar, meminta wacana ini tidak perlu dilanjutkan. Ia meminta Heru untuk fokus pada upaya-upaya strategis lain yang sudah pernah dirumuskan oleh Pemerintah Jakarta misalnya melalui Peraturan Gubernur Jakarta tentang pengelolaan sampah di level RT/RW, pelarangan plastik sekali pakai jenis tertentu hingga pembangunan fasilitas seperti TPS3R.
"Pemerintah Jakarta juga harus mendorong upaya lain yang signifikan mengatasi masalah sampah seperti implementasi ekosistem guna ulang yang mampu mengurangi secara signifikan sampah plastik," ucapnya.
Sebelumnya, Heru mengusulkan untuk membangun pulau baru sebagai lokasi pengolahan sampah di wilayah aglomerasi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Sesuai Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta, kawasan aglomerasi itu meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.
Heru beralasan, Jakarta tidak lagi memiliki lahan untuk dijadikan lokasi pembuangan sampah dalam sepuluh tahun ke depan. Belum lagi, produksi sampah semakin tinggi dan tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang sudah melebihi kapasitas.