Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WALI Kota Bandung Ridwan Kamil mendapat banyak kritik saat wilayahnya diterjang serentetan banjir. Setidaknya ada 10 titik banjir di Kota Bandung, antara lain di Jalan Pagarsih, Jalan Pasteur, Rumah Sakit Cicendoh, dan Stasiun Kereta Api Bandung, yang selama ini bebas banjir.
Bagi Kang Emil—sapaan akrab pria kelahiran 4 Oktober 1971 ini—kritik adalah masukan berharga. "Saya akan menjawab pakai pekerjaan," katanya kepada Amri Mahbub dari Tempo di rumah dinasnya di Jalan Dalem Kaum 56, Bandung, Rabu pekan lalu. Pekerjaan yang dimaksud adalah program penanganan banjir jangka panjang yang sudah dimulai sejak pertama kali ia menjabat Wali Kota Bandung pada 2013. Ada yang bilang selama ini Anda hanya mengurusi taman.
Mereka hanya melihat gampangnya. Ada yang namanya quick win dan long term win. Kenapa taman? Karena ini hal substantif tapi paling mudah dikerjakan. Tapi bukan berarti yang jangka panjang tak dikerjakan. Semua butuh proses, butuh kajian, butuh lelang. Penanganan banjir pun begitu.Jadi apa langkah konkret dalam mengatasi banjir?
Banjir di Kota Bandung ada dua tipe, cileuncang alias banjir yang turun ke jalan tapi cepat surut dan banjir yang disebabkan oleh meluapnya air muka sungai. Yang kedua terkait dengan hulu atau Kawasan Bandung Utara (KBU).
Ada enam langkah untuk penanganan banjir. Pertama, pembuatan 10 ribu sumur resapan air. Bulan depan kami akan membangun 2.000 sumur resapan baru. Kedua, parkir air. Ini biayanya mahal, tak bisa bikin sekaligus banyak. Sudah ada dua di Taman Lansia dan tahun depan akan dibangun lima lagi di Jalan Babakan Jeruk, Bima, Sirnaraga, Sarimas, dan depan Pasar Gede Bage. Ketiga, pengerukan sungai bekerja sama dengan Balai Besar Wilayah Sungai.
Keempat, pelebaran gorong-gorong menjadi 2 x 2 meter. Sudah ada di 30 ruas jalan dalam dua tahun ini. Gorong-gorong ini setiap hari dipantau oleh 1.500 petugas yang tersebar di semua titik. Kelima, yang paling darurat, tol air. Langkah keenam terkait dengan pencegahan banjir tipe kedua, memperketat izin pembangunan di KBU.Ada banyak langkah, tapi kenapa masih banjir?
Begini. Sepekan ini curah hujan lebih tinggi dari biasanya, 77 milimeter per kubik. Normalnya 20. Cuacanya sangat ekstrem. Kalau mau fair di wilayah lain juga ada banjir. Kemarin di Garut dan Subang. Hanya, mungkin karena Bandung itu ibu kota Provinsi Jawa Barat, sangat newsmaking, maka jadi sorotan. Saya paham kalau banyak kritik.
Yang perlu diingat, dampak penanganan banjir tak langsung terasa. Perencanaan penanganan banjir sudah saya buat sejak dilantik, tapi baru bisa eksekusi pada 2014. Artinya, baru dua tahun berproses dan itu pun dengan dana minim, Rp 200 miliar tiap tahun atau dua pertiga dari anggaran infrastruktur. Tahun ini baru tahap eksekusi. Semua sudah dilaksanakan, tapi ternyata memang belum cukup.
Perlu digarisbawahi juga urusan banjir harus ada koordinasi antarwilayah. Nah, karena pemerintah kabupaten dan kota tak memiliki aturan administratif untuk jalan bersama, jadi kami tak bisa mulai. Untung saja pekan lalu Pak Wakil Gubernur Jawa Barat menginisiasi pembuatan Rencana Aksi Multipihak Implementasi Pekerjaan yang terdiri atas lima kabupaten dan kota di Bandung Raya, Kementerian Pekerjaan Umum, dan pemerintah provinsi untuk jangka lima tahun.Bagaimana dengan pembangunan apartemen dan hotel di KBU?
Meski izin mereka bukan saya yang kasih, sebagai wali kota, saya tetap harus meminta mereka membangun menurut kaidah ramah lingkungan dan aturan yang ada. Misalnya, harus bisa membuktikan bahwa bangunan mereka zero run off alias air hujan yang jatuh ke wilayahnya tak membebani gorong-gorong kota dan menyebabkan banjir di hilir.Di KBU, banyak izin mendirikan bangunan yang bermasalah. Anda melihatnya seperti apa?
Harus dilihat dokumen hukumnya dulu. Saya harus taat hukum, tak bisa gaya koboi. Misalnya, sudah ada yang mulai mengecor dan groundbreaking, itu jelas melanggar. Belum ada IMB, belum ada bangunan, tapi sudah memasarkan. Itu juga melanggar. Ada IMB tapi jumlah lantai lebih dari aturan, sama saja tak taat aturan. Harus disegel atau dibongkar.Mengapa Kota Bandung tak punya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)?
Saya, Ridwan Kamil, maunya bikin BPBD. Namun kesepakatan politiknya menyatakan cukup dengan dinas. Pertimbangan tim ahli, anggotanya dari DPRD dan Kementerian Dalam Negeri, perhitungan potensi bencana rutin di kota saya tak seekstrem wilayah lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo