Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Yang Baru Untuk Kalpataru

Ada 9 pemenang hadiah Kalpataru '85. diantaranya Pesantren Sabilil Muttaqien, Takeran, Ja-Tim Ponisusilo Kelompok Wanita Utama, Pemalang, ja-tim gereja Batak Protestan, Sum-Ut. (ling)

8 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESANTREN Sabilil Muttaqien (PSM), Takeran, Kecamatan Magetan, Madiun, Jawa Timur, mempunyai sejarah unik. Sebab, didirikan di atas kawasan yang angker dan kawasan rawa. Sehingga penduduk sekitar sering berkata, siapa yang merambah kawasan itu akan mati. Tapi hal ini tak berlaku bagi K.H. Moehamad Ilyas dan K.H. Hasan Ulama, ahli hikmah, yang datang dari Yogya dengan melewati Gunung Lawu. Kedua kiai itu mengeringkan rawa-rawa, dan mengubahnya menjadi tempat yang layak dihuni. Dan hasil jerih payah sang kiai sekitar 60 tahun lalu ternyata tak sia-sia. Pesantrennya memperoleh sebutan "penyelamat lingkungan" dan mendapat Kalpataru 1985. "PSM pula yang memelopori transmigrasi bedol pesantren," tutur K.H. Moeh Tarmoedji, ketua Majelis Pimpinan Pusat PSM yang sekarang. Hingga kini, sudah lima kali PSM mentransmigrasikan jemaahnya berikut beberapa orang kiai. Memiliki 81 cabang di berbagai provinsi dan telah mendirikan sekitar 150 sekolah, "PSM melakukan perbaikan lingkungan secara wajar," tambah Pak Dji alias Tarmoedji. Berkat ketekunan para jemaah, Takeran kini mempunyai sumber air (10 liter per detik) yang bisa mengairi 37 ha sawah. Air juga diperoleh dari Sumber Grantil dan Sumber Ngrowo. Kawasan yang pada 1960 terkenal sebagai tempat jin buang anak itu kini melimpahkan airnya (100 liter per detik) di 147 ha sawah. Kalpataru tahun ini tidak hanya diberikan pada usaha pelestarian alam, tapi juga memonitor mereka yang melakukan penyelamatan pada kawasan darat dan laut. Maka, selain PSM, Pusat Penyelam Nusantara di Manado dan Desa Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, berhasil lolos dari 29 calon yang masuk nominasi akhir pemenang Kalpataru. Pusat Penyelam Nusantara, selain mendidik para penyelam, juga berhasil memberi petunjuk tentang lalu lintas laut yang aman di daerah itu. Selain itu, panitia menetapkan mereka yang aktif dalam bidang pendidikan dan pencemaran industri kecil. Juri yang dipimpin Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo menolak calon pemenang (yang masuk nominasi) dari industri besar. "Juri berpendapat, itu memang tugasnya, industri besar menyelamatkan lingkungan," kata Menteri KLH Emil Salim. Oleh sebab itu, Poni Susilo, 38, pegawai Dinas Perindustrian Blitar terpilih sebagai pengabdi lingkungan. Ayah empat anak ini tamat STM Industri Yogya. Ia gemar mengutak-atik macam-macam hal. Tulisan yang menarik di Intisari, Trubs, dan Elektronika selalu diujinya. Meski waktu itu (1971) masih pegawai honorer, Poni sudah menganjurkan untuk menetralisasikan air limbah pabrik tahu tempe yang baunya busuk itu dengan campuran kapur. "Teknologinya sih kampungan saja," ujar Poni kepada Muchlis Tolomundu dari TEMPO. "Tapi yang makan saraf adalah motivasi untuk menyadarkan pemilik pabrik." Berkat tambahan kapur, air limbah yang mengandung kadar keasaman tinggi (PH rendah) yang bisa merusakkan tanaman bisa dinetralkan. Dia kemudian juga menganjurkan cara pendinginan air limbah sisa proses penyulingan minyak atsiri. Dari enam desa di Blitar, ada 75 unit penyulingan atsiri. Kota yang menghasilkan sekitar 27 ton minyak atsiri itu juga dianjurkan Poni membuat pupuk kompos dari sisa kenanga dan daun yang telah disuling. Poni juga mengajarkan kegunaan sekam padi, setelah dipadatkan dalam kantung plastik, untuk dijadikan pengganti bahan bakar kayu atau minyak tanah. Hanya dari hasil bacaan, Poni juga menemukan zat kimia (sodium metabisulfit) sebagai penghambat proses pembentukan gula kelapa menjadi gas dan cuka. Blitar menghasilkan 50 ton gula kelapa yang ada di 8.500 desa. Poni juga menyarankan agar tanah cekung yang ditimbulkan oleh 200 unit pengusaha genting ditanami pisang dan lamtoro gung. Pokoknya, jabatan yang didapat Poni Susilo pas dengan kegiatannya. Semua itu bertolak dari anggapannya bahwa "industri selalu dikambinghitamkan". "Tapi, edan, dari mana sih orang-orang tingkat provinsi tahu apa yang saya kerjakan?" tanyanya. Pertengahan Mei lalu, Poni dicari beberapa pejabat Pemda. "Saya disuruh bikin laporan apa saja yang sudah saya perbuat," kisahnya. "Edan. Waktunya cuma sehari." Seperti juga Poni Susilo yang diusulkan Pemda setempat, Miquel Soares Babo dari Desa Malere, Kecamatan Aileu Kota, Timor Timur, terpilih sebagai pengabdi lingkungan Kalpataru tahun ini. Juga Alex Alisi petugas PPA dari Donggala, yang hilang dalam tugas tahun lalu, dan belum ditemukan sampai kini. Tiga usulan Pemda yang berhasil meraih Kalpataru 1985 sebagai perintis lingkungan ialah kelompok wanita tani Wanita Utama di Desa Gombong, Kecamatan Belik, Pemalang, Jawa Tengah (mengajarkan cara bercocok tanam) Gereja Batak Karo Protestan di Kabanjahe, Sumatera Utara (mengajarkan cara kebersihan untuk sehat), dan La Ode Muhammad, petani di Desa Wantiworo Kecamatan Kabawo, Muna. Bangsawan dari Pulau Buton ini telah berhasil menyelamatkan hutan bakau dan berhasil membujuk sembilan kelompok suku Bajo dari petani berpindah menjadi petani menetap. La Ode juga berhasil membuat 20 ha tambak bandeng dan udang untuk kawasannya. SESUAI dengan tema UNEP (Badan Lingkungan PBB), Kalpataru tahun ini bertemakan "Pemuda, Pembangunan, dan Lingkungan". Usulan yang masuk seluruhnya ada 196, dan sekitar 10 orang yang secara pribadi mencalonkan dirinya sendiri. Misalnya, seseorang yang merasa sukses dan berjasa karena telah membuka kursus bahasa Inggris, minta diangkat menjadi pemegang Kalpataru 1985. Jumlah pribadi-pribadi yang mencalonkan dirinya sendiri meningkat tahun ini kalau dibandingkan dengan tahun lalu. "Tapi itu dari awal sudah didiskualifikasikan," kata Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H., ketua Panitia Kalpataru 1985. Dari 196 calon kemudian menyusut menjadi 128. Setelah diteliti lagi melalui kriteria dan jasa, jumlah itu tinggal 29. Usulan calon boleh berasal dari mana saja, baik pemerintah, nonpemerintah, maupun perorangan, termasuk dari media massa. Di Jawa Timur, misalnya, ada sembilan calon yang masuk dalam nominasi akhir. "Itu karena Ja-Tim memang yang paling giat," ujar Koesnadi. Kalau Pemda banyak campur tangan? "Boleh, boleh saja," kata Koesnadi tenang. "Tapi dewan juri yang punya kata final dan hak mutlak," tambahnya. Sebab, ke-29 calon yang termasuk nominasi akhir harus ditinjau sendiri tanpa atau dengan diketahui Pemda. "Tak usah khawatir," ujar Emil Salim "pilihan pasti tepat dan obyektif." Menurut dia, yang perlu dievaluasi kini ialah bagaimana nasib mereka yang pernah terpilih. "Sebab, kehidupannya berubah dan ada konsekuensi jadi tokoh penting," kata Emil Salim (lihat: Box). Toeti Kakiailatu Laporan dari Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus