Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halo pembaca,
Pekan lalu Komisi Pemilihan Umum membuka pendaftaran pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024. Penutupan pendaftaran pada 29 Agustus sekaligus menutup drama “dinasti politik” Presiden Jokowi. Anak bungsunya, Kaesang Pangarep, tak menjadi kandidat di daerah mana pun. Seperti kakaknya dalam pemilihan presiden, Kaesang terjegal syarat usia minimal ikut Pilkada.
Bedanya, Gibran Rakabuming Raka bisa lolos menjadi kandidat karena punya paman di Mahkamah Konstitusi yang mengubah usia minimal dalam Undang-Undang Pemilu. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menilai Ketua MK melanggar etik dalam putusan tersebut dan memecat Anwar Usman. Akibatnya, ketika UU Pilkada digugat ke MK, Anwar Usman tak bisa ikut memutuskan ketentuan yang mengakomodasi hasrat Kaesang menjadi kandidat Pilkada.
Putusan MK itu menjadi game changer politik Pilkada. Tak hanya mempertahankan usia minimal 30 tahun saat pendaftaran, MK menerima gugatan 25 persen syarat suara sah partai bisa mencalonkan kepala daerah. Kini batasnya menjadi 6,5-10 persen suara sah peroleh partai yang tergantung pada tiap daerah.
Akibat putusan ini, skenario Koalisi Indonesia Maju—kumpulan partai pelayan keinginan berkuasa Jokowi—buyar. Mereka (Golkar, Gerindra, Partai Amanat Nasional) membentuk koalisi besar dengan menggaet partai nonkoalisi menjadi anggotanya. Dengan koalisi supergemuk itu mereka hendak membuat skenario kotak kosong: di Pilkada hanya ada calon tunggal dari KIM Plus atau calon boneka dari jalur independen.
Hasrat Jokowi membangun dinasti dan jaringan politik hingga ke daerah pun juga terancam gagal. Calon-calon jagoan Jokowi di Pilkada punya lawan sepadan. Bahkan KIM Plus di beberapa daerah juga acak-acakan karena anggotanya membelot. Di Banten, Golkar dan PDIP malah bersekutu mengusung mantan Wali Kota Tangerang Selatan.
Pilkada pun kembali menjadi seru, terutama di Jakarta. Sempat mencuat menjadi calon gubernur PDIP, nama Anies Baswedan batal menjadi kandidat. Padahal, Anies Baswedan tokoh paling populer yang menyaingi calon gubernur KIM Plus Ridwan Kamil-Suswono. PDIP memilih mengusung calon tak populer, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Rano Karno.
Elite PDIP jeri melawan tekanan penguasa yang mengancam akan membuka kasus hukum sejumlah petinggi partai, termasuk keluarga Megawati Soekarnoputri. PDIP juga takut kehilangan kursi di DPR. Sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak, PDIP berhak menduduki kursi Ketua DPR. Namun, jika mereka mengusung Anies, kursi ketua terancam melayang karena KIM Plus bakal menang jika merevisi UU MD3 yang mengubah pemenang pemilu tak otomatis menduduki Ketua DPR.
Runyam, kan? Kami mengulasnya dengan detail di edisi ini. Selamat membaca.
Bagja Hidayat
Wakil Pemimpin Redaksi
Kembalikan Politik kepada Publik
Mahkamah Konstitusi mengembalikan politik kepada publik. Tapi pemilih kembali menjadi penonton sirkus politik yang banal.
Cawe-cawe Jokowi Menggagalkan Pencalonan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta
PDIP batal mencalonkan Anies Baswedan di pilkada Jakarta. Tersandera kasus hukum dan ancaman revisi Undang-Undang MD3.
Calon Kepala Daerah PDIP Melawan Jagoan Jokowi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berupaya membendung jagoan yang didukung Istana. Proyeksi dini Pemilihan Umum 2029.
Bagaimana Skenario Kotak Kosong Pilkada KIM Plus Buyar
Koalisi Indonesia Maju gagal menjalankan skenario kotak kosong dalam pilkada 2024 di sejumlah daerah. Anggotanya membelot.
Brutal Polisi Tangani Demonstrasi
Polisi terus mengumbar kekerasan untuk membungkam demonstran. Melanggar hak asasi.
Ke Masjid Istiqlal hingga Bertemu Kaum Marginal: Rencana Paus Fransiskus di Indonesia
Indonesia bersiap menyambut kunjungan Paus Fransiskus pada awal September 2024. Ia menolak menggunakan berbagai fasilitas mewah.
Kartel Politik dalam Seleksi Anggota BPK
Sejumlah partai politik berkomplot meloloskan calon anggota BPK. Kandidat korup bisa masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini