Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada kejutan saat pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia pada Selasa, 8 April 2025. Ketika itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk hingga 9,19 persen dan otoritas bursa lagi-lagi menerapkan trading halt. Hampir semua saham-saham berkapitalisasi besar jatuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu yang dicermati adalah saham bank milik negara seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Saham-saham itu membebani IHSG karena anjlok masing-masing 88 indeks poin indeks dan 61 indeks poin di awal perdagangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara umum pasar goyang lantaran Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menabuh genderang perang dagang dengan mengenakan tarif pada banyak negara, termasuk Indonesia. Namun ada sentimen lain yang membuat saham-saham bank pelat merah jeblok.
Sebelum berbicara soal sentimen tersebut, mari kita lihat momen sebelumnya. Pada pekan keempat bulan Maret, sejumlah bank anggota Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara menggelar rapat umum pemegang saham, dengan salah satu agenda pergantian direksi dan komisaris.
Pada 24 Maret, misalnya, BRI menggelar RUPS yang menunjuk Hery Gunardi sebagai Direktur Utama menggantikan Sunarso. Hery sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI. Pemegang saham BRI pun sepakat menunjuk Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama.
Dua hari kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI juga menggelar RUPS yang memutuskan pergantian posisi direktur utama. Royke Tumilaar lengser digantikan oleh Putrama Wahju Setyawan. Secara bersamaan, kursi Wakil Direktur Utama yang diduduki Putrama kemudian diisi oleh Alexandra Askandar, yang sebelumnya menjabat Wakil Direktur Utama Bank Mandiri.
Adapun kursi Direktur Utama Bank Mandiri dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN tidak berubah. Darmawan Junaidi tetap menjabat Direktur Utama Bank Mandiri, demikian pula dengan Nixon Napitupulu yang memegang tampuk pimpinan BTN.
Perubahan terjadi di kursi komisaris utama. Kuswiyoto, mantan Direktur Utama PT Pegadaian (Persero), ditunjuk sebagai Komisaris Utama Bank Mandiri menggantikan posisi Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan. Sedangkan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menggantikan eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra Hamzah, di kursi Komisaris Utama BTN.
Yang berbeda dalam RUPS bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara kali ini adalah perampingan jumlah komisaris. Bank Mandiri dan BRI mengurangi jumlah komisaris dari sepuluh menjadi enam. Komisaris BNI berkurang dari sebelas menjadi enam orang. Sedangkan komisaris BTN berkurang dari sembilan orang menjadi enam orang. Pengurangan jumlah komisaris ini adalah perintah dari Presiden Prabowo Subianto yang menghendaki struktur manajemen BUMN perbankan menjadi lebih ringkas.
Efisiensi memang menjadi salah satu strategi yang harus dijalankan bank-bank Himbara yang menghadapi kondisi sulit, baik tahun lalu maupun tahun ini. Pada 2024, bank-bank ini masih bisa mencetak laba meski jumlahnya susut jauh. Berdasarkan data dari laporan keuangan keempat bank Himbara, laba rata-rata mereka hanya bertumbuh 2,08 persen pada 2024 atau sepersepuluh dari tahun 2023 yang mencapai 22,86 persen. Penyaluran kreditnya pun cenderung lesu. Dari empat bank itu, hanya Bank Mandiri dan BNI yang mencatatkan pertumbuhan kredit di atas 10 persen atau di atas rata-rata industri perbankan nasional.
Tahun ini banyak analis yang mengingatkan manajemen bank akan menghadapi kondisi sulit. Penurunan daya beli, keringnya likuiditas, hingga efek buruk perang dagang dan kenaikan tarif ekspor ke Amerika Serikat adalah tantangan yang harus dihadapi para bankir. Tak mustahil dalam beberapa waktu ke depan bank harus menghadapi pemburukan kualitas kredit, baik dari nasabah retail maupun korporat, karena kondisi ekonomi yang tak menentu.
Bank-bank Himbara bahkan berada di posisi yang lebih sulit. Di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan, mereka mesti menyelesaikan tugas-tugas dari pemerintah. Satu contohnya adalah penghapusan piutang usaha mikro kecil menengah, kelanjutan program serupa yang sudah berjalan di era pemerintahan Joko Widodo. Di era pemerintahan Prabowo Subianto, bank-bank Himbara juga mesti membiayai Koperasi Desa Merah Putih, koperasi yang dirancang untuk mendorong pembangunan ekonomi di pedesaan dan mendukung program-program pemerintah.
Tugas lain yang akan dihadapi direksi baru bank-bank Himbara adalah pendanaan proyek-proyek yang akan digarap oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Danantara yang kini menjadi induk usaha bank-bank tersebut, akan menjalankan banyak proyek mulai dari pembangunan infrastruktur hingga penghiliran sumber daya alam.
Rasanya tinggal menunggu waktu saja, kapan bank-bank tersebut akan diminta untuk mendanai proyek-proyek yang butuh dana besar. Ini pula yang membuat investor pasar keuangan gundah dengan prospek kinerja bank-bank tersebut di masa depan.
Pembaca yang terhormat, pekan ini kami menyajikan laporan mengenai kondisi bank-bank pelat merah yang bakal memikul beban berat. Apa saja tantangan yang bakal dihadapi para direksi baru bank milik negara ke depan?
Selamat membaca.