Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

CekFakta #303 Perlindungan Hukum Pemeriksa Fakta Sebagai Pembela HAM

Pekerjaan pemeriksa fakta memiliki banyak risiko.

13 Maret 2025 | 23.22 WIB

Tim Koalisi Cek Fakta yang terdiri dari AMSI, AJI dan Mafindo, didukung oleh Google News Initiative melakukan audiensi terkait perlindungan bagi pemeriksa fakta dengan Komnas HAM di sekretariatnya, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.
Perbesar
Tim Koalisi Cek Fakta yang terdiri dari AMSI, AJI dan Mafindo, didukung oleh Google News Initiative melakukan audiensi terkait perlindungan bagi pemeriksa fakta dengan Komnas HAM di sekretariatnya, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah gempuran disinformasi yang makin berat, ada peran para pemeriksa fakta membantu menavigasi masyarakat, memeriksa kebenaran informasi yang beredar di dunia maya. Namun, bukan berarti pekerjaan ini tak mengandung risiko tersendiri. Ancaman, intimidasi, hingga kekerasan fisik bisa dialami. Seperti apa gambaran risiko dan adakah perlindungan hukum untuk kerja meluruskan fakta ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Perlindungan Hukum Pemeriksa Fakta Sebagai Pembela HAM

Memeriksa kebenaran suatu informasi atau fact-checking, pada dasarnya adalah bagian dari upaya verifikasi dalam disiplin ilmu jurnalistik. Itulah mengapa, di Indonesia, sebagian besar para pemeriksa fakta bekerja dalam ruang redaksi sebagai bagian integral dari proses jurnalistik.

Sementara sebagian lainnya, ada yang beroperasi di luar organisasi media maupun jaringan komunitas. Meski berasal dari bentuk lembaga yang berbeda, pekerjaan ini sama rentannya dengan jurnalis pemeriksa fakta. 

Laporan terbaru European Digital Media Observatory (EDMO) pada tahun 2024 menyebutkan bahwa pemeriksa fakta menerima semakin banyak sasaran permusuhan. Di Uni Eropa, sebanyak 66% responden pemeriksa fakta, termasuk akademisi dan jurnalis, mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan daring, intimidasi, ancaman atau kekerasan fisik, dan doxxing. Serangan-serangan itu dilakukan terhadap kerja pengecekan fakta yang sensitif seperti Covid-19, lingkungan, imigran, atau teori kospirasi.

Di dunia maya, bentuk pelecehan yang paling sering dilaporkan adalah trolling (upaya memprovokasi atau memicu emosi marah), email ancaman, brigading (kampanye pelecehan daring terkoordinasi), dan doxxing (mengungkap informasi pribadi tanpa persetujuan).

Ancaman serupa juga dialami para pemeriksa fakta di Indonesia. Dalam audiensi ke Komnas HAM pada 3 Maret 2025 silam, Koalisi Cek Fakta memaparkan hasil riset internal yang menunjukkan 21,05% pemeriksa fakta pernah mengalami intimidasi hingga doxxing di media sosial. 

Contohnya, kasus doxxing yang dialami dua pemeriksa fakta Tempo, Ika Ningtyas dan Zainal Ishaq. Kasus ini bermula ketika CekFakta Tempo menerbitkan empat artikel hasil verifikasi klaim dokter hewan M. Indro Cahyono terkait Covid-19 pada 2020. Akun Indro melakukan doxxing dengan membagikan foto Zainal dan Ika dari profil Facebook mereka dengan narasi "Lawan Teroris Wabah" dan menyebut mereka sebagai "jurnalis penyebar ketakutan".

Serangan serupa juga dialami oleh Cakrayuri Nuralam, jurnalis Liputan6.com, yang mengalami doxxing setelah menulis artikel cek fakta membantah isu bahwa politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan adalah cucu pendiri PKI di Sumatera Barat. Koalisi Cekfakta menaruh kekhawatiran, aturan seperti UU ITE justru berpotensi mengancam aktivitas pemeriksa fakta, alih-alih memberikan perlindungan.

Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, mengatakan, pemeriksa fakta yang berada dalam newsroom mendapatkan perlindungan hukum yang sama seperti jurnalis karena aktivitas mereka merupakan bagian dari kerja jurnalistik. Sedangkan pemeriksa fakta yang bukan berada dalam industri media, mereka tetap harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Berdasarkan kajian LBH Pers, fact checker melakukan pekerjaan yang sejalan dengan tanggung jawab negara dalam memastikan masyarakat memperoleh informasi yang akurat dan kredibel. "Apa yang mereka lakukan merupakan bagian dari pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," ujar Mustafa kepada Tempo, Kamis, 13 Maret 2025.

Fact checker, kata dia, termasuk dalam kategori pembela HAM sebagaimana standar norma yang ditetapkan Komnas HAM. "Fact checker secara aktif melakukan upaya pembelaan HAM terkait informasi. Kerangka perlindungan hukum bagi mereka seharusnya mengacu pada UU HAM yang menjamin setiap orang berhak memperoleh informasi yang bersih dan akurat," katanya.

Meskipun belum ada pengaturan spesifik untuk pemeriksa fakta, Mustafa menyebutkan beberapa instrumen hukum yang dapat digunakan. Serangan kepada pemeriksa fakta, bisa dianggap sebagai bentuk SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation).

"Untuk jurnalis tetap berlaku UU Pers, sedangkan untuk non-jurnalis dapat mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik, UU HAM, ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), atau Standar Norma dan Pengaturan Komnas HAM untuk meminimalisir serangan hukum," kata dia memaparkan.

Mustafa menegaskan,  meski kekerasan fisik belum tercatat dialami pemeriksa fakta di Indonesia, doxxing juga tidak kalah berbahaya. Sebab, doxxing dapat memicu intimidasi hingga mengarah ke serangan fisik. 

"UU Perlindungan Data Pribadi dapat digunakan sebagai payung hukum, terutama ketika pengungkapan data pribadi bertujuan merugikan korban," ujarnya.

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:


Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus