Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Abraham Samad: Pelanggaran HAM di Era Reformasi Sangat Berbahaya

Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Abraham Samad mengatakan pelanggaran HAM masa reformasi sangat berbahaya.

8 Desember 2017 | 07.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Abraham Samad mengatakan pelanggaran HAM masa reformasi sangat berbahaya. Sebab zaman sekarang menggunakan undang-undang untuk mengkriminalisasi orang atau kelompok tertentu yang kritis terhadap kebijakan yang tak berpihak ke masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sekarang berbahaya karena instrumen hukum yang digunakan seolah-olah tak melanggar hukum. Jadi permainannya halus beda dulu zaman orde baru gampang diketahui," ucap Abraham Samad dalam peluncuran Amnesty Internasional Indonesia di Makassar, Kamis 7 Desember.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan bentuk pelanggaran HAM dari masa orde lama ke orde baru hingga reformasi berubah-ubah mengalami metamorfosa. Misalnya pada masa lalu itu pelanggaran dilihat dengan kasat mata seperti penculikan, perampasan hak sampai pembantaian.

Namun pelanggaran zaman reformasi pelanggarannya begitu manusiawi. "Memang betul sekarang reformasi semua orang bebas berpendapat tak seperti zaman Orde Baru ditekan secara konservatif," tutur mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini. "Jadi kita ingin kembali menyadarkan masyarakat bahwa pelanggaran HAM itu terus terjadi di depan kita."

Abraham menyebutkan pelanggaran HAM zaman sekarang seperti yang terjadi di Seko Tengah Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan. Masyarakat disana yang mayoritas petani lahannya dirampas oleh perusahaan tertentu untuk membangun PLTA. "Masyarakat kita tak berdaya, orang yang melawan kebijakan pemerintah juga dikriminalisasi."

Saat ini ada 304 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, dan mereka semua ini yang menguasai lahan-lahan petani di Indonesia. Sedangkan jumlah petani 23 juta orang hanya memiliki 21 hektare tanah. "Jadi kurang lebih hanya 1 hekare yang dimiliki satu petani."

Oleh karena itu, lanjut Abraham, pihaknya tak ingin membiarkan masyarakat tertidur menanggapi kebijakan yang tak berpihak kepada kaum marjinal. Pasalnya jika peradaban sebuah negara hilang maka musnahlah bangsa ini. "Kalau kita tertidur maka selesailah negeri ini karena seluruh kebijakan yang ada tak berpihak kepada masyarakat umum," kata dia.

Apalagi pelanggaran HAM masa lalu di awal reformasi sampai hari ini juga belum terungkap. Sehingga itu menjadi kewajiban masyarakat dan pemerintah menyelesaikannya. "Pokoknya banyak pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang pelanggaran HAM belum selesai sampai hari ini."

Tim Komunikasi Amnesty International Indonesia, Haeril Halim mengungkapkan gerakan di Indonesia baru dimulai. Sehingga ia berharap ke depannya bisa bergabung secara global dengan aktivis HAM yang berjumlah sekitar 7 juta orang dari 150 negara. "Kita baru membuka kantor di Indonesia, dan me-launching-nya di beberapa kota termasuk Makassar, Jakarta dan Malang," kata dia. "Kami ingin seluruh kota di Indonesia cuma yang bisa dilakukan baru beberapa kota saja."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus