Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

Michelin Dapatkan Obligasi Hijau Berkat Greenwashing?

LSM Mighty Earth meneliti dugaan greenwashing ketika Michelin, merek dan pabrik ban terkemuka dari Prancis, mendapatkan obligasi (pinjaman).

28 Oktober 2022 | 15.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
LSM Mighty Earth meneliti dugaan greenwashing ketika Michelin, merek dan pabrik ban terkemuka dari Prancis, mendapatkan obligasi (pinjaman) berkelanjutan dari Tropical Landscapes Finance Facility pada 2018. Dana tersebut dipakai untuk membangun perkebunan karet. Tempo coba menindaklanjuti temuan Mighty Earth itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Greenwashing menjadi isu lingkungan yang selalu hangat. Ketika dunia bergiat mencegah kerusakan alam, greenwashing atau pencucian hijau menjadi celah berkelit dari usaha-usaha mitigasi krisis iklim. Para ahli menilai greenwashing lebih berbahaya karena perusakan lingkungan terbungkus label-label perlindungan alam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Indonesia, greenwashing agak jarang diperbincangkan. Barangkali karena perusakan lingkungan secara terbuka, memakai regulasi atau secara ilegal, terlihat nyata di depan mata. Maka perusakan lingkungan berkedok perlindungan tersuruk menjadi isu yang tak mengemuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti di Jambi. Mighty Earth, sebuah LSM, meneliti dugaan greenwashing ketika Michelin, merek dan pabrik ban terkemuka dari Prancis, mendapatkan obligasi (pinjaman) berkelanjutan dari Tropical Landscapes Finance Facility pada 2018. Dana tersebut dipakai untuk membangun perkebunan karet.

Mighty Earth menduga perkebunan karet tersebut mengubah hutan alam. Tentu saja ini deforestasi. Maka menyebut obligasi sebagai pembiayaan hijau menjadi tidak pas. Apalagi jika penanaman karet itu disebut reforestasi. Sebab deforestasi mengacu pada perubahan hutan yang berakibat pada pelepasan emisi karbon menjadi gas rumah kaca penyebab krisis iklim. Kita tahu, serapan karbon perkebunan monokultur selalu lebih rendah dibanding hutan alam.

Kami coba menindaklanjuti temuan Mighty Earth itu. Rupanya, tak hanya deforestasi, di konsesi itu juga ada konflik dengan masyarakat lokal. Prinsip keberlanjutan selalu bertumpu pada tiga kaki: sosial, ekonomi, dan lingkungan. Jika pengelolaan hutan hanya menghasilkan ekonomi tapi operasinya berkonflik dengan masyarakat lokal dan masyarakat adat, klaim keberlanjutan menjadi gugur. Apatah lagi jika menyebabkan deforestasi.

Hasil penelusuran itu kami sajikan di edisi pekan ini. Liputan ini bekerja sama dengan Voxeurop yang didukung Global Initiative dan Environment Reporting Collective. Selamat membaca.

Dody Hidayat

Redaktur Utama

 

LINGKUNGAN

Kredit Hijau Karet Michelin

Anak usaha Michelin di Jambi mendapatkan obligasi hijau. Ada temuan deforestasi dan intimidasi terhadap masyarakat sekitar konsesi HTI. Greenwashing?

 

Antara Kemitraan dan Kriminalisasi

PT Lestari Asri Jaya berusaha melepaskan lahan milik warga dan suku Anak Dalam di area konsesinya. Yang menolak diancam pidana perambahan hutan.

 

Risau Gajah di Tebo Jambi

Berkurangnya hutan akibat adanya konsesi menyebabkan konflik gajah dengan manusia. PT Lestari Asri Jaya mengklaim membuat area konservasi untuk melindungi satwa liar.

 

OPINI

Praktik Kotor Berlabel Investasi Hijau

Anak usaha produsen ban Michelin menerima obligasi hijau US$ 95 juta meski membabat hutan di Jambi. Bukti lemahnya pengawasan atas praktik greenwashing.

 

OLAHRAGA

Turun Kelas demi Naik Podium

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus