SULIT untuk menyebutkan siapa pelari yang paling hebat dalam
suasana gila-gilaan maraton seperti sekarang ini. Alberto
Salazar memang pemegang rekor dunia dengan catatan 2 jam 8 menit
13 detik yang diciptakannya dalam Lomba Maraton New York,
Oktober 1981. Tetapi di luar gelanggang Amerika, warga negara AS
kelahiran Kuba itu belum bisa menepuk dada.
Manusia berdaya tahan kuda dari Australia, Robert de Castella,
membuktikan dirinya sebagai orang yang pantas diramalkan untuk
membetot rekor Salazar. Dan dalam lomba maraton internasional di
Rotterdam 9 April yang lalu, de Castella yang buat pertama kali
berjumpa dengan Salazar, membuktikan dirinya yang tercepat,
dalam lomba berjarak 42,195 km itu. Dia muncul sebagai juara
hanya berselisih terlambat 24 detik dari rekor Salazar.
Sedangkan Salazar tercecer di posisi ke lima dengan catatan
waktu 2 jam 10 menit 3 detik. Bintang pelari jarak menengah dari
Portugal, Carlos Lopez nomor 2, disusul Rodolfo Gomez (Meksiko)
dan Armand Parmentier (Belgia) urutan 3 dan 4.
Ini adalah kegagalan Salazar yan kedua dalam perlawatannya di
Eropa seterah Maret yang lalu dikalahkan pelari Ethiopia dalam
lomba cross-county di Inggris. Kini dunia menunggu apakah dia
bisa membalas kekalahan itu dalam lomba atletik sedunia di
Helsinki, Agustus mendatang.
Robert de Castella, 26 tahun, belum punya nama 3 tahun yang
lalu. Dia mendadak muncul setelah menjuarai lomba maraton
Fukuoka (Jepang) 1981 dengan waktu mengesankan: 2:08:18. Hanya
terpaut 5 detik dari rekor baru yang diciptakan Salazar, 6
minggu sebelumnya di Maraton New York.
Debut maratonnya yang pertama ketika dia berusia 23 tahun.
Catatan waktunya ketika itu 2:14:44. Tetapi sejak itu, tiap kali
dia tampil di jalanan catatan waktu itu tambah tajam. Sehingga
dia sempat mewakili Australia di Olympiade Moskow, sekalipun
hanya menduduki posisi ke sepuluh dengan catatan waktu 2:14:31.
Gagal di olympiade dia menetapkan sasarannya ke Fukuoka, Jepang.
Arena ini dianggap sebagai lomba maraton elite, karena
pesertanya hanya pilihan dari pelaripelari terbaik dari berbagai
negara. Bukan seperti New York yang ramainya bagaikan pesta.
Siapa saja boleh turut.
Tahun 1980 dia gagal menjuarai lomba di Jepang itu dan hanya
menempati urutan ke delapan. Hanya dengan latihan keras, sampai
200 km per minggu akhirnya dia tampil sebagai juara tahun 1981.
Tahun berikutnya dia absen dari lomba itu. "Saya mendapat
desakan dari penggemar saya di Australia untuk tampil dalam
Commonwealth Games. Karena buat orang Australia menang dalam
Games itu lebih berarti daripada Fukuoka," kata de Castella. Dan
dalam pesta olah raga Persemakmuran yang berlangsung pertengahan
1982 itu, "Deek" (begitu panggilan intimnya) muncul sebagai
juara.
Pelari yang mulai mengenal olah raga daya tahan ini sejak usia
11 tahun, bekerja di Laboratorium Ilmu Olah Raga di Canberra.
Dia menikahi pelari cross-count Australia, Gayelene Clews,
menjelang keberangkatannya ke Olympiade Moskow:
"Saya mempunyai istri yang baik, pelatih dan negara yang bagus,"
kata de Castella mengenai latar belakang yang mendorong
keberhasilannya sekarang ini. Maksudnya selain tentu cantik,
istrinya bisa memahami kerja keras berupa latihan saban hari
yang menghabiskan waktu berjam-jam. Pagi dan sore. Dia tinggal
di daerah yang berbukit. Satu medan yang ideal untuk membina
kekuatan otot dan sistem jantung dan paru-parunya. Dan yang
penting dia memiliki pelatih merangkap cross-nya di kantor yang
mengizinkannya cepat-cepat pulang kantor untuk berlatih.
Sebagai pelari, cita-citanya yang tertinggi adalah juara
olympiade. Ia kurang bergairah dengan Boston dan New York.
Sebaliknya Fukuoka mendapat tempat tersendiri di hatinya. "Saya
ingin menyebutkannya sebagai lomba murni. Karena di situ tak ada
uang hadiah. Satu-satunya hadiah hanyalah pengakuan," ucapnya.
Boston apalagi New York memang sudah dilanda uang. Ribuan dollar
diberikan kepada pemenangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini