Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

"Saya Terlalu Cepat Jadi Juara"

Sambutan atas kemenangan Icuk Sugiarto dalam kejuaraan dunia di Kopenhagen. (or)

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUARA dunia Icuk Sugiarto masih memerlukan daya tahan yang lain setelah Kopenhagen. Begitu turun di Halim Perdanakusumah, 13 Mei, dia langsung diarak dalam jip terbuka, berkilo-kilo meter di sepanjang jalan protokol yang sesak dan dicemari asap mobil. Semarang dan kota kelahirannya, Solo, juga mengelu-elukannya dengan cara yang sama. Lelah, tapi Icuk yang besar di pematang sawah itu, kelihatan tetap gembira dan hangat menyambut para penyanjung. Di Jakarta sambutan buat Icuk tidak semeriah untuk Rudy Hartono maupun Iie Sumirat yang berjaya di All England dan berhasil menundukkan jago-jago RRC, 7 tahun yang lampau. Tetapi Icuk boleh mencatat, baru untuk dialah seorang menteri khusus datang menyambut di lapangan terbang. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, Abdul Gafur, sengaja datang menyambut Icuk sebagai orang yang berhasil mengembalikan pamor Indonesia dalam dunia bulutangkis. Hadiah-hadiah pun bagaikan pukulan rally yang tak putus-putusnya satu demi satu bermunculan. Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia lewat Dewi Motik menghadiahkan kapling. Begitu juga pengusaha real estate Hi Song Hiong dari Semarang. Abu Rizal Bakrie, orang kuat dalam bisnis pipa dan pemilik klub Pelita Jaya dimana Icuk bernaung, menghadiahkan kapling berikut rumah seharga Rp 35 juta. "Saya tak mengira kalau akan disambut seperti ini. Tak ada yang luar biasa pada diri saya," komentar Icuk merendah menanggapi sambutan yang tumplek itu. Memang sampai bulan Maret yang lalu dia bukan apa-apa. Di All England belum sempat mencapai semifinal sudah dipermalukan pemain kelas 3 RRC, Tian Biangyi. Kemudian muncul di Hongkong Open dia dibikin tak bernapas oleh pemain top Cina, Han Jian. Pulang ke Jakarta Icuk benar-benar tak berdaya. Dalam sebuah latihan bersama Liem Swie King di Pelatnas dia sempat muntah-muntah. "Saya tak tahan. Saya sudah jenuh. Berlatih dan bertanding terus menerus," keluhnya. Baru setelah penampilannya dalam duel meet Indonesia-Malaysia pertengahan April di Bandung, dia menemukan kekuatan kembali. Gelanggang itu memang dijadikan pimpinan PBSI untuk mengoreksi kesalahan yang dibuat Icuk dalam All England. "Kesalahan Icuk ketika itu, dia terlalu bernafsu menyelesaikan set kedua pada saat Tian Biangyi sudah menurun daya tahannya. Ia melakukan smash-smash beruntun padahal lawannya seorang pemain yang senang menyambut pukulan macam itu. Akibatnya lawan yang meraih angka demi angka," ulas pelatih Tahir Djide. Icuk Sugiarto adalah tipe pemain bertahan. Dia adalah kekecualian dari kecenderungan bulutangkis yang semakin mengarah pada pola menyerang dengan mengandalkan kecepatan. Variasi pukulan-pukulannya tidak terlalu banyak, terutama permainan bola di depan net. "Posisinya akan goyah kalau Icuk bermain menyerang," sambut juara sejati Rudy Hartono, ketua bidang pembinaan PBSI. Yang harus dikembangkan anak muda dari Solo itu justru bakat dia sebagai pemain yang punya keterampilan tinggi dalam penempatan bola yang dalam, dan memancing lawan untuk hanyut dalam gaya permainannya. Dan kalau sudah hanyut Icuk yang berdaya tahan istimewa itu tinggal mengocok lawan. Inilah sebenarnya yang ditampilkannya ketika menundukkan Liem Swie King di Kopenhagen. Icuk sendiri dengan rendah hati mengakui kepada TEMPO, bahwa koreksi-koreksi setelah All England punya andil besar dalam kejayaannya di Kopenhagen. "Saya lemah di bagian kiri. Kalau bola dropshot saya sering terlambat mengembalikannya," katanya. Sebagai pemain bertahan, diperlukan kemampuan menjangkau semua titik di lapangan. Karena itulah Tahir Djide memberikan porsi latihan daya tahan 2 kali lipat dibandingkan pemain lain. "Kalau pemain lain berlatih lari 10 kali keliling dia diminta 20 atau 25 kali," kata Tahir. Icuk memang memiliki daya tahan luar biasa di antara 200 peserta yang tampil dalam kejuaraan dunia di Kopenhagen. Melihat Icuk yang tak kenal lelah itu komite doping curiga dan, sampai dua kali mengujinya. "Selama saya di bulutangkis baru satu kali ini dalam sebuah kejuaraan seorang diperiksa sampai dua kali," cerita Tahir Djide, dosen IKIP Bandung yang sudah bertahun-tahun melatih tim bulutangkis Indonesia. Tampaknya pukulan mematikan merupakan kelemahan dari Icuk yang lain. Ia tidak memiliki smash setajam King. Tetapi ini agaknya merupakan kesalahan yang sudah telanjur dibawa dari klub Icuk ketika masih di Solo. Sudut smash-nya jatuh di atas kepala dan kurang condong ke depan. Membuat jalannya bola tidak tajam menukik. Tetapi seperti dikatakan Rudy memperbaiki beberapa kelemahan stroke Icuk itu memerlukan waktu yang lama. "Saya sendiri merasa terlalu cepat menjadi juara. Saya belum merasa sempurna. Kekurangan saya masih banyak. Latihan stroke maupun teknik yang diberikan Rudy Hartono baru 30%," kata Icuk tentang perbaikan-perbaikan yang dilakukannya Rudy menjelang Kopenhagen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus