Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Angin Segar Dari Rudy

Rudy Hartono terpilih sebagai ketua bidang pembinaan PBSI periode 1981-1985. Dalam pembinaan nanti dia berpedoman pada ketrampilan, kecepatan, kekuatan agar prestasi nasional tidak kendur.

14 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUDY Hartono pegang lakon baru. Ia terpilih untuk menduduki kursi Ketua Bidang Pembinaan PBSI--induk organisasi bulutangkis nasional. "Pilihan tepat," kata Ketua KONI Pusat Soeprajogi seusai pengukuhan pengurus haru PBSI di ruang resepsi gedung KONI di Senayan, pekan lalu. Ia optimistis Rudy akan membawa angin segar dalam pembinaan bulutangkis nasional. Pengurus PBSI periode 1981-1985 diketuai oleh Ferry Sonneville. Soeprajogi benar. Rudy, walau sehari-hari masih jadi pemain, ternyata cukup jeli melihat kelemahan pembinaan di masa lalu. "Terlalu mengabaikan masalah latihan teknis," kata Rudy. Sinyalemen ini diperkuat pula oleh Eddy Yusuf, bekas pemain Piala Thomas di tahun 1950-an. Pola pembinaan bulutangkis di Indonesia sejak 1967 memang diarahkan pada pengembangan sistem permainan yang disebut: speed and power game. Gaya yang mengandalkan kecepatan dan kekuatan. Di sini yang dibutuhkan adalah kondisi fisik prima dari atlet. Sekarang sistem itu telah ditiru musuh. Sehingga-perlu dicari metode baru. "Resep saya adalah skill, speed, and power," kata Rudy. Ia menambahkan suksesnya selama ini adalah berkat penggabungan ketiga unsur itu. Mengenai ketrampilan (skill) menurut Rudy, adalah pematangan pukulan (strokes) yang meliputi drops out, smasf, dan sebagainya. Faktor ketrampilan juga merupakan resep dari pemain legendaris Wong Peng Soon. "Jika cuma mengandaikan kecepatan dan kekuatan saja anda akan habis," kata Wong yang menetap di Singapura. Di RRC soal ketrampilan ini sudah lama dikembangkan. Pemain mereka bahkan punya ciri khas: memiliki kelincahan gerak pergelangan tangan. Kelebihan ini banyak menopang kelemahan fisik. Lihat saja misalnya, waktu Luan Jin melawan Dhany Sartika dalam pertandingan Indonesia melawan RRC di Singapura, 1980. Walau, waktu itu, Luan sudah kehabisan napas, smaslnya masih saja menghunjam tajam. Sementara Dhany, sedikit lebih segar dari lawan tak sanggup berbuat serupa. Kini Luan, menurut cerita Rudy, sudah makin hebat. Ia memiliki ketrampilan, kecepatan, dan kekuatan secara sempurna. "Prakash (Padukone) waktu ketemu Luan tak berkutik sama sekali," kata Rudy. Prakash adalah juara All England 1980, yang diakui sebagai salah seorang pemain terbaik dunia saat ini, dikalahkan Luan dalam Turnamen Masters di London, September. Tiga- pedoman pokok, pembinaannya--ketrampilan, kecepatan, dan kekuatan--menurut Rudy akan dijadikannya pegangan bagi pembinaan bulutangkis nasional. Dalam waktu dekat sistem ini akan diterapkannya di pelatnas. "Kalau sistem ini tidak diterapkan mulai sekarang bisa-bisa nasib kita seperti Malaysia," kata Eddy Yusuf. Malaysia, (d/h Malaya) di tahun 1950 adalah pemegang supremasi bulutangkis dunia. Tapi sukses yang diraih itu membuat mereka lupa diri. Akhirnya mereka "tenggelam" sampai sekarang. Bagaimana dengan pembinaan di daerah? Program Rudy adalah menghidupkan kembali kompetisi klub. Terutama untuk tingkat junior. "Basis kekuatan kita adalah di perkumpulan," kata Rudy. Ia menambahkan sebagai perangsang bagi klub yang menjadi juara nasional akan diberi kesempatan mewakili Indonesia dalam turnamen diluar negeri -- suatu hal yang tak terbetik di masa kepengurusan lalu. Ada Jalan Keluar Gagasan lain yang ingin direalisasikan Rudy adalah pemencaran (desentralisasi) pelatnas. Tahun 1974 Kongres PBSI di Semarang pernah menugasi kepengurusan Sudirman untuk melaksanakan ide ini. Tapi gagal. Tak ada biaya. Kini Rudy telah menemukan jalan keluar: biaya dipikul bersama antara pengurus besar dan pengurus daerah. Tentang daerah yang dipilih jadi proyek desentralisasi belum diputuskannya. Yang juga akan digalakkan Rudy adalah pencarian bakat ke daerah seperti yang dirintisnya dengan perusahaan susu Indomilk di tahun 1975. Waktu itu beberapa pemain muda usia dari berbagai pelosok dibiayai perusahaan susu tersebut untuk dilatih di Jakarta selama tiga pekan. Di masa datang, menurut Rudy, waktunya mungkin akan diperpanJang. Standar pemain yang akan dipilihnya: putra punya tlnggi minimal 170 cm dan putri 165 cm. "Postur banyak mempengaruhi prestasi," kata Rudy. Ia sendiri tingginya 178 cm. Kritik dialamatkan pula oleh Rudy terhadap pembinaan yang panjang di pelatnas. Ia mengatakan sebagai hal yang membosankan. Juga pemborosan uang. "Cuma jalan keluarnya belum ditemu kan," kata Rudy. Ia berpendapat pelat nas bisa dipersingkat bila di daerah su dah ada pusat latihan berstandar nasio nal--termasuk penyediaan teman ber latih yang imbang. Tentang pembinaan pemain putri Rudy akan menempuh cara yang dilaku kan di Jepang. Dosis maupun beban latihan akan ditingkatkannya. Risikonya para wanita itu akan berotot -- dan mungkin kurang feminin. Kefemininan seorang wanita, menurut Rudy tidaklah ditentukan oleh bentuk tubuh. Tapi dari sikap. "Lenne Koppen, pemain nomor 1 Eropa saat ini, yang di lapangan kelihatan kayak laki-laki itu, setelah pertandingan toh tak beda dengan wanita lainnya," ujar Rudy. Program pembinaan yang direncanakan Rudy, menurut Ferry, akan dilaksanakan secara bertahap. Mengingat tugas yang dipikul cukup berat. Antara lain harus mempertahankan Piala Thomas. Dalam pertandingan di London, Mei 1982 Indonesia akan mendapat saingan keras dari RRC. "Asal persiapan kita baik tak usah khawatir dengan RRC," kata Ferry. Ia menyebut peluang kita dengan RRC sama besarnya. Mengenai dana yang diperlukan untuk pembinaan, meliputi pengeluaran di pelatnas dan pengembangan daerah, diperkirakan Ferry sekitar Rp 300 juta per tahun. Walau saat ini kas PBSI cuma Rp 21 juta, ia yakin kebutuhan akan terpenuhi. KONI Pusat, kata Ferry, telah menjanjikan akan membantu kepengurusannya. "Kalau semua rencana ini jalan, saya yakin supremasi dunia akan , tetap di tangan kita," ujar Eddy Yusuf.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus