Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Apa kabar team daerah ?

Turnamen segi tiga psp padang, sisa persija dan persib bandung di stadion utama senayan. psp bermain keras, tanpa teknik dan pola. keutuhan regu persija tak terjalin. peremajaan di persib terhambat. (or)

11 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAWALI debut kebangkitan di Stadion Utama, Senayan, pekan lalu kesebelasan PSP, Padang ternyata masih menggulir dalam pola permainan 244 - gaya yang sudah populer sejak zaman Arifin menjadi bintang. Lapangan hijau di tahun 50-an. Mengandalkan ketrampilan dalam langgam tersebut, PSP tampak kehilangan sentuhan untuk menggebrak pertahanan sisa Persija dan Persib, Bandung. Karena apa yang menjadi tumpuan mereka tak lebih dari semangat dan permainan keras. Tanpa Pola Turun dengan kwa teknik yang terbatas, apa yang tersisa dari PSP tak lebih mengandalkan ketrampilan kiri luar Irawadi Uska alias Codot dan kiper Novrizal Cai. Penopangan team dengan 2 nama andalan, sudah barang tentu tidak bakal membuahkan hasil baik dalam menerobos pertahanan maupn membendung serangan lawan. Di lini depan, sekalipun Codot dibantu oleh Ikrardinata, bintang PSP Junior dalam turnamen Piala Suratin, Oktober lalu. Tapi kerjasama dalam gerak antara dua penyerang ini masih belum terkordinir rapi. Karena penetrasi yang dilakukan oleh Codot tidak diimbangi oleh kelincahan gerak Ikrardinata. Ia tampak lebih suka menjaga bola muntah ketimbang berinisiatif merobek pertahanan musuh. Ketimpangan kerjasama team PSP bukan hanya terjadi di garis depan. Juga di lapangan tengah. Asrul Alizar maupun Sakiman Eki yang bergerak turun menjemput bola suka tampak gegabah dalam menyodorkan umpan. Mereka tidak tahu persis di mana kawan mereka yang berdiri kosong tanpa penjagaan. Umpan hampir selalu mereka berikan dalam jarak tembakan yang panjang. Sehingga tidak jarang bola mereka terhadang musuh di tengah jalan. Pola itu jelas merepotkan pemain lini muka. Sebab untuk mendapatkan bola sering kali Codot harus melakukan duel dan kerja keras merebutnya dari kaki lawan. Di lini pertahanan, keadaannya pun sama. Kwartet back Ardinal-Kosman Rusli-Hasan sekalipun berhasil melakukan penyapuan, tapi masih tetap bermain tanpa teknik dan pola. Bagi mereka asal bola bergerak ke atas kembali, itu sudah cukup. Tidak penting, apakah bola terarah kepada kawan atau bukan. Kekuranan kwartet back PSP tersebut bukan hanya itu. Gerak mereka lebih banyak terpusat di depan area penalti. Andaikata barisan penyerang sisa Persija tidak terpancing oleh langgam permainan lawan. Dan mencoba membangun serangan dari sayap kiri maupun kanan dengan menyusur garis belakang, tidak ayal kerjasama Ardinal-Kosman-Rusli Hasan akan berantakan. Akan team sisa Persija sendiri - mencatat kemenangan 1-0 atas PSP dan bermain seri 0-0 dengan Persib - sebenarnya pun lebih banyak ketolong nasib daripada mencatat kemenangan dengan ketrampilan. Secara perorangan kwa teknik mereka memang tak perlu diragukan lebih unggul dari lawan. Tapi lantaran keutuhan regu tidak terjalin dengan baik, dalam beberapa gebrakan baik oleh PSP maupun Persib tidak jarang mereka ikut kedodoran. Sama halnya dengan kedua team lawan, sisa Persija juga mengandalkan diri pada beberapa nama. Di depan, kesempatan lebih banyak diberikan pada Taufik Saleh. Sekalipun di sana ada Sumirta maupun Junius Seba. Di belakang, inisiatif lebih banyak di tangan poros halang, Makmun ketimbang kerjasama yang padu dengan 3 rekannya yang lain, Matui, Ramli Laming dan Dananjaya. Lain lagi dengan Persib yang menang 2-0 atas PSP. Dan kalah 4-0 lawan team Pre World Cup. Tekad yang dipadu oleh Ketua Umumnya, Solihin Gautama Purwanegara untuk membangun kembali. nama yang sudah hilang dari percaturan 4 besar PSSI itu, di awal kebangkitannya ternyata juga tak menyuguhkan sesuatu yang lain. Sekalipun mereka berhasil menahan sisa Persija, tapi kebolehan itu tampak belum patut dijadikan ukuran keberhasilan. Masih diturunkannya pemain tua, Max Timisela menandakan peremajaan masih merupakan hambatan, agaknya. Kendati dalam menghadapi lawan mereka tak jarang memperoleh peluang yang baik, namun penyelesaian umpan selalu kandas begitu tiba pengambilan keputusan yang tepat. Baik Max Timisela, Teten, dan Nanang memang mencoba merobek penjagaan musuh, tapi setelah itu mereka seperti kehilangan akal. Di garis pertahanan - tanpa Risnandar - tugas yang dipikul Bambang-Kosasih-Ganda-Giantoro pun tak menunjukkan suatu kelebihan yang baik. Mirip dengan PSP, mereka pun melakukan permainan keras dan sapu bersih. Hanya saja mereka lebih baik setingkat dibandingkan PSP. Beranjak dari penilaian turnamen segitiga ini, bagi PSP dan Persib peluang yang diperoleh adalah jenjang penjajagan kekuatan yang baik. Seperti kata team manager PSP, T. Soeparta bahwa kehadiran mereka adalah untuk mencari pengalaman. Dan memang itulah yang baru dimungkinkan bagi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus