MENGAWALI debut kebangkitan di Stadion Utama, Senayan, pekan
lalu kesebelasan PSP, Padang ternyata masih menggulir dalam pola
permainan 244 - gaya yang sudah populer sejak zaman Arifin
menjadi bintang. Lapangan hijau di tahun 50-an. Mengandalkan
ketrampilan dalam langgam tersebut, PSP tampak kehilangan
sentuhan untuk menggebrak pertahanan sisa Persija dan Persib,
Bandung. Karena apa yang menjadi tumpuan mereka tak lebih dari
semangat dan permainan keras.
Tanpa Pola
Turun dengan kwa teknik yang terbatas, apa yang tersisa dari PSP
tak lebih mengandalkan ketrampilan kiri luar Irawadi Uska alias
Codot dan kiper Novrizal Cai. Penopangan team dengan 2 nama
andalan, sudah barang tentu tidak bakal membuahkan hasil baik
dalam menerobos pertahanan maupn membendung serangan lawan. Di
lini depan, sekalipun Codot dibantu oleh Ikrardinata, bintang
PSP Junior dalam turnamen Piala Suratin, Oktober lalu. Tapi
kerjasama dalam gerak antara dua penyerang ini masih belum
terkordinir rapi. Karena penetrasi yang dilakukan oleh Codot
tidak diimbangi oleh kelincahan gerak Ikrardinata. Ia tampak
lebih suka menjaga bola muntah ketimbang berinisiatif merobek
pertahanan musuh.
Ketimpangan kerjasama team PSP bukan hanya terjadi di garis
depan. Juga di lapangan tengah. Asrul Alizar maupun Sakiman
Eki yang bergerak turun menjemput bola suka tampak gegabah dalam
menyodorkan umpan. Mereka tidak tahu persis di mana kawan mereka
yang berdiri kosong tanpa penjagaan. Umpan hampir selalu mereka
berikan dalam jarak tembakan yang panjang. Sehingga tidak jarang
bola mereka terhadang musuh di tengah jalan. Pola itu jelas
merepotkan pemain lini muka. Sebab untuk mendapatkan bola sering
kali Codot harus melakukan duel dan kerja keras merebutnya dari
kaki lawan.
Di lini pertahanan, keadaannya pun sama. Kwartet back
Ardinal-Kosman Rusli-Hasan sekalipun berhasil melakukan
penyapuan, tapi masih tetap bermain tanpa teknik dan pola. Bagi
mereka asal bola bergerak ke atas kembali, itu sudah cukup.
Tidak penting, apakah bola terarah kepada kawan atau bukan.
Kekuranan kwartet back PSP tersebut bukan hanya itu. Gerak
mereka lebih banyak terpusat di depan area penalti. Andaikata
barisan penyerang sisa Persija tidak terpancing oleh langgam
permainan lawan. Dan mencoba membangun serangan dari sayap kiri
maupun kanan dengan menyusur garis belakang, tidak ayal
kerjasama Ardinal-Kosman-Rusli Hasan akan berantakan.
Akan team sisa Persija sendiri - mencatat kemenangan 1-0 atas
PSP dan bermain seri 0-0 dengan Persib - sebenarnya pun lebih
banyak ketolong nasib daripada mencatat kemenangan dengan
ketrampilan. Secara perorangan kwa teknik mereka memang tak
perlu diragukan lebih unggul dari lawan. Tapi lantaran keutuhan
regu tidak terjalin dengan baik, dalam beberapa gebrakan baik
oleh PSP maupun Persib tidak jarang mereka ikut kedodoran. Sama
halnya dengan kedua team lawan, sisa Persija juga mengandalkan
diri pada beberapa nama. Di depan, kesempatan lebih banyak
diberikan pada Taufik Saleh. Sekalipun di sana ada Sumirta
maupun Junius Seba. Di belakang, inisiatif lebih banyak di
tangan poros halang, Makmun ketimbang kerjasama yang padu dengan
3 rekannya yang lain, Matui, Ramli Laming dan Dananjaya.
Lain lagi dengan Persib yang menang 2-0 atas PSP. Dan kalah 4-0
lawan team Pre World Cup. Tekad yang dipadu oleh Ketua Umumnya,
Solihin Gautama Purwanegara untuk membangun kembali. nama yang
sudah hilang dari percaturan 4 besar PSSI itu, di awal
kebangkitannya ternyata juga tak menyuguhkan sesuatu yang lain.
Sekalipun mereka berhasil menahan sisa Persija, tapi kebolehan
itu tampak belum patut dijadikan ukuran keberhasilan. Masih
diturunkannya pemain tua, Max Timisela menandakan peremajaan
masih merupakan hambatan, agaknya. Kendati dalam menghadapi
lawan mereka tak jarang memperoleh peluang yang baik, namun
penyelesaian umpan selalu kandas begitu tiba pengambilan
keputusan yang tepat. Baik Max Timisela, Teten, dan Nanang
memang mencoba merobek penjagaan musuh, tapi setelah itu mereka
seperti kehilangan akal.
Di garis pertahanan - tanpa Risnandar - tugas yang dipikul
Bambang-Kosasih-Ganda-Giantoro pun tak menunjukkan suatu
kelebihan yang baik. Mirip dengan PSP, mereka pun melakukan
permainan keras dan sapu bersih. Hanya saja mereka lebih baik
setingkat dibandingkan PSP.
Beranjak dari penilaian turnamen segitiga ini, bagi PSP dan
Persib peluang yang diperoleh adalah jenjang penjajagan kekuatan
yang baik. Seperti kata team manager PSP, T. Soeparta bahwa
kehadiran mereka adalah untuk mencari pengalaman. Dan memang
itulah yang baru dimungkinkan bagi mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini