Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Toleransi Pronk

Rencana kenaikan harga minyak opec ditentang negara-negara anggota MEE kecuali belanda. jan pronk, menteri kerjasama ekonomi luar negeri belanda mendukung kenaikan harga tersebut.

11 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKENAAN dengan konferensi MEE di Den Haag, ibukota Belanda minggu lalu Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt mengeluarkan ancaman: Kalau harga minyak bumi dinaikkan lagi, negara-negara Eropa Barat tidak sanggup menambah bantuan kredit mereka pada negara-negara berkembang. Pernyataan itu ditujukan pada negara-negara OPEC yang akan bersidang di Daha, ibukota Qatar, pertengahan Desember nanti. Dan sikap Jerman Barat itu, didukung oleh hampir semua negara anggota MEE lainnya, kecuali Belanda. Soalnya, di kantor Deplu Kerajaan Belanda di alun-alun Den Haag, akhir bulan lalu pecah perbedaan pendapat antara Menlu Belanda Max van der Stoel dengan Menteri Kerjasama Ekonomi LN Jan Pronk. Biang perdebatan adalah soal setuju-tidak-setuju kenaikan harga minyak bumi yang direncanakan OPEC. Menurut harian Belanda yang paling besar oplahnya, De Telegraaf, Menlu Van der Stoel tidak setuju kenaikan harga minyak bumi yang drastis. Sebab kenaikan harga 10% saja -- batas tertinggi yang dapat disetujui produsen terbesar Arab Saudi - akan menambah rekening minyak MEE sekitar $AS 5 milyar setahun. Belanda memang tak terlalu tergantung pada minyak bumi seperti beberapa negeri industri lainnya. Sebab di negeri itu telah ditemukan--dan diolah sejak 10 tahun terakhir--gas alam yang digunakan sebaai sumber utama bahan bakar non-transpor untuk perumahan dan industri. Dari segi itu, Belanda sebenarnya untung bila ada kenaikan harga minyak bumi, yang otomatis akan mengkatrol harga gas alam pula. Jadi pemerintah Belanda diperkirakan tak akan banyak berkurang pemasukannya. Meskipun demikian, bagi konsumen akhir seperti rumah tangga maupun industri kenaikan harga minyak bumi dibarengi kenaikan harga gas alam tentunya bukan putusan yang populer menjelang pemilu di Belanda, awal tahun depan. Dan harap diingat- Kebutuhan bahan bakar minyak Eropa Barat hampir seluruhnya berasal dari kilang-kilang minyak di Rotterdam, kota pelabuhan di muara sungai Rijn. Makanya pemerintah Belanda sendiri harus memperhitungkan tergesernya sejumlah karyawan dari kilang-kilang Rotterdam itu kalau harga minyak yang tinggi mengurangi permintaan BBM dari Rotterdam. Bingung Tapi berbeda dengan Van der Stoel dan konsensus yang dicapai MEE, Menteri Pronk berpendapat bahwa kenaikan harga minyak antara 10-15% masih dapat ditolerir "karena sesuai dengan tingkat inflasi dunia". Van der Stoel takut bahwa pernyataan Pronk itu akan dipakai sebagai senjata oleh negara-negara minyak agar negara-negara industri lainnya juga mau menerima kenaikan harga minyak bumi itu. Juga sang Menlu takut negaranya akan dianggap tidak solider oleh anggota MEE lainnya, dan Amerika Serikat yang di bawah pemerintahan Presiden Jimmy Carter juga menentang kenaikan harga minyak bumi. Selanjutnya seorang anggota parlemen Belanda dari fhak oposisi, H. de Koster merasa bingung dengan ucapan Pronk itu "tak dapat dimengerti". Katanya lagi, "bukankah negara-negara berkembang sendiri yang akan paling menderita karena kenaikan harga minyak? Bagaimana bisa seorang Menteri Kerjasama Pembangunan mengusulkan hal seperti itu?" Ancaman MEE untuk mengurangi bantuan pinjaman buat negara-negara berkembang ini, bukan pertama kalinya merupakan usaha mengaitkan kredit dengan harga minyak. Sebab ketika harga minyak naik 4 x lipat di tahun 1973, lonjakan petro-dollar itu pun dijadikan alasan oleh sejumlah negara kaya untuk mengurangi bantuan lunak pada Nigeria dan Indonesia, dua negara anggota OPEC yang termasuk kecil produksi minyaknya. Waktu itu, Pronk sebagai ke tua I.G.G.I. juga tidak menentang tuntutan para kreditor itu. Dan sejak saat itu, klub donor yang bertemu setahun sekali (atau 2 kali) di Amsterdam itu menghapuskan pinjaman lunak buat Indonesia. Namun ketika di Nairobi kelompok negara 77 menuntut penghapusan dan penundaan pembayaran hutang mereka pada negara-negara kaya, adalah Jan Pronk yang paling getol mendukung tuntutan kelompok 77 itu, bersama negara-negara Skandinavia. Mungkin dalam konteks itulah Pronk kini begitu bersemangat mendukung rencana OPEC menaikkan harga minyak. Lebih-lebih setelah ada jaminan dari OPEC bahwa negara-negara berkembang yang paling miskin akan mendapat dispensasi khusus - plus sejumlah pinjaman lunak untuk membantu pertanian mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus