Pada tanggal 29 dan 30 Nopember yang lalu, di Hongkng telah
berlangsung balap go-kart internasional, di mana
pembalap-pembalap Indonesia iku t-serta pula. Wartawan TEMPO,
Herry Komar, yang menyertai team Indonesia itu, menurunkan
laporan berikut:
MALAM telah jauh larut. Di garasi Hotel Plaza, mekanik Paul
Gunawan, Adrian Wulur serta beberapa pembalap seperti Robert
Silitonga, Tinton Suprapto, Andi Yustana dan lainnya seolah tak
menghiraukan itu. Mereka masih saja asyik mengutak-atik dan
menyetel mesin go-kart. Lantaran lusanya, Kamis 27 Nopember
siang mereka sudah harus latihan mengenal sirkuit. Tapi apa yang
dilakukan mekanik dan pembalap Indonesia itu ternyata di arena
pertandingan tidak menopang peruntungan mereka. Dari 9 pembalap
- Tinton Suprapto, Robert Silitonga, Aswin Nasution, Beng
Suswanto, Jan Darmadi Hanny Wiano (Chepot), TT Suswanto, Andi
Yustana, dan Eling Jaya -- tak satu pun yang bernasib mujur.
Nama-nama yang selama ini memukau penonton di sirkuit Ancol
tampak bagaikan kehilangan pamor di lapangan balap Taman
Victoria.
Bertindih -tindih
Aswin Nasution yang sering bergonta-ganti memimpin balapan
dengan Beng Suswanto di Jakarta, dalam nomor acara Hongkong
International sama sekali tak sempat memperlihatkan ketrampilan.
Ia tersisih dari pertarungan pada saat gokartnya baru mau
memasuki tikungan kedua. Dan tiba-tiba terjadi- tabrakan
beruntun. Kemalangan berikutnya menyusul Robert Silitonga.
Setelah ia menyelesaikan putaran kedua mesin gokartnya mulai
bertingkah. Juga Eling dalam sering yang lain. Dalam nomor
perorangan ini agaknya yang boleh dikatakan lumayan adalah
prestasi Tinton Suprapto dalam nomor Hongkong Open. Ia menempati
urutan ke di antara 30 pembalap. Tempat itu diraihnya pun dari
posisi yang tak menguntungkan. Ia menempati grid 23 di belakang
Laverick (Australia), Tadayuki Urakawa (Jepang), Colin Lloyd
(Australia) dan pembalap lain yang sudah banyak mengecap asinnya
dunia go-kart internasional. Akan Beng Suswanto, TT Suswanto dan
Jan Darmadi yang bertarung dalam acara puncak Capstan
International Champion of Champions pun tak lebih mujur dari
rekannya. Mengingat di nomor ini saingan lebih berat lagi. Di
sini turun nama-nama seperti Howard Heath, Graham Heath, Toshio
Suzuki, dan 2 bekas juara dunia, Gary Emmick dan Terry
Fullerton.
Tapi yang tak beruntung bukan hanya Jan Darmadi dkk. Terry
Fullerton (Inggeris) yang semula diramalkan publik akan meraih
gelar juara CICC pun dirundung nasib yang lebih parah. Begitu
meluncur dari garis start di tikungan pertama go-kartnya
diseruduk oleh pemba]ap Amerika, Rice dan kemudian
bertindih-tindih dengan 8 gokart lainnya. Sehingga Fullerton
terpaksa menyingkir ke luar lapangan. "Seandainya ia ikut belum
tentu ia jadi juara", komentar Howard Heath selepas upacara
pengalungan bunga bagi sang iuara atas dirinya. "Fullerton
memang seorang pembalap yang baik dan memiliki waktu tercepat.
Tapi, saya telah mempersiapkan mesin saya lebih baik dari
kemarin (maksudnya: ketika mengikuti Qualifying Heat Division
1). Sehingga saya begitu yakin, saya mempunyai kans yang lebih
besar dari dirinya".
Howard Heath tidak ngecap, memang. Karena seusai Qualifying Heat
Division I, di paddock terlihat kesibukan yang luar biasa dari
ayahnya, Biu Heath maupun saudaranya, Clifford dalam
mempersiapkan mesin go-kartnya untuk perlombaan CICC. Kemulusan
mesin Parilla TT-22nya jelas memberikan andil kemenangan yang
tak kecil. Karena setelah Fullrton tersingkir, ia masih
bertarung dengan Gary Emmick. Tapi sudah 8 putaran, Emmick tak
mampu lagi menguntitnya. Bahkan tempatnya malah digantikan oleh
Graham Heath. Dan jalan ke tangga juara kian licin bagi Howard
Heath. "Dalam waktu mendatang bukan tak mungkin Howard Heath
menjadi juara dunia", ucap Emmick kepada TEMPO. Penilaian Emmick
didasari atas kemampuan Heath mengendalikan go-kartnya.
Melihat kerja mekanik Bill Heath dan 2 pembantunya mempersiapkan
kedua puteranya Graham Heath, 29 tahun, dan Howard Heath, 27
tahun, tak kurang menimbulkan keirian bagi Paul Gunawan. Di mana
seorang mekanik hanya menangani satu pembalap. Bahkan adakalanya
melibatkan tenaga lebih untuk hal yang sama. "Lain halnya dengan
kita. Satu mekanik mengurusi beberapa pembalap sekaligus", ujar
Paul Gunawan. "Bagaimana kita hisa menanganinya dengan baik".
Paul Gunawan memang benar. Untuk persiapan Hongkong
International Karting Prix ini selain ia memegang mesin kart
Aswin Nasution, ia juga banyak membantu pembalap lainnya. Tidak
heran bila selama balapan waktunya sering tersita sampai subuh.
Memetik Pengalaman
Ketidak-berhasilan pembalap Indonesia sudah tentu tak sepenuhnya
lantaran itu. Misalnya, dalam nomor Seiko Pan-Asian Tearn,
tersisihnya regu Indonesia ke tempat ke-5 di bawah Australia,
Hongkong, Selandia Baru, dan Jepang bukan semata karena
persiapan tak sempurna. Melainkan lantaran sial semata.
Seandainya ban go-kart Tinton Suprapto tidak gembos pada putaran
ke-7, barangkali nasib team Indonesia, akan lebih baik dari apa
yang dicapai sekarang. Meski demikian prestasi mereka masih
lebih baik dari team Singapura, Muangthai, dan Pilipina. Juga
dalam nomor International Team -- diikuti regu Inggeris, Jepang,
Amerika Serikat. Australia, Hongkong, Indonesia, Muaangthai,
Singapura, Pilipina dan Selandia Baru - regu Indonesia menempati
urutan yang sama. "Mungkin tahun depan Indonesia bisa berhasil
menunjukkan prestasi yang lebih bagus. Sebab saya melihat
banyak pembalap yang baik di sana", kata Graham Heath yang telah
mengenal kemampuan Beng Suswanto dan lainnya. Penilaian Grah
Heath rasanya tidak terlalu berlebihan Asalkan pembalap
Indonesia mau memetik pengalaman dari kelemahan yang sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini