NASIB proyek industri petro-kimia di pulau Batam kini masih
merupakan tanda tanya (TEMPO, 22 Nopember). Tapi nasib
peternakan sapi (beef cattle ranch) yang digalakkan secara
besar-besaran di sana tampaknya tetap stabil. Malah sudah
mengadakan percobaan penanaman rumput gajah, yang besar
khasiatnya untuk menggemukkan lembu-lembu itu. Ranch CV Riau
Mahesa Farm di situ sekarang memiliki sekitar 1000 ekor lembu.
Ternak ini ditaksir memerlukan 30 kilo rumput per ekor. Jadi per
bulan tak kurang dari ratusan ton yang diharap dapat siap sedia
agar sapi-sapi itu tidak sampai kelaparan. Di proyek yang konon
masih milik Ibnu Sutowo itu, memang juga ada penanaman rumput
ternak. Tapi tidak cukup. "Sehingga perlu kami impor dari
Malaysia dan Muangthai", ujar direktur CV itu yang juga Kepala
Imigrasi Pulau Batam, Sudarsono.
Itulah sebabnya setelah sukses dengan proyek pengumpulan
pasirnya, Sudarsono sekarang mengerling ke rumput. Sasarannya
per bulan minimal bisa memenuhi sebagian dari kebutuhan ranch di
Sekupang itu. Dia memang tak memilih pulau Batam sendiri sebagai
lokasi penanaman rumput. Ini tentunya dengan pertimbangan bahwa
pulau yang luasnya 415 KmÿFD itu lambat laun bakal habis digerogoti
bangun~n industri (kalau masih jadi). Tapi dari pada repot nantinya,
dipilihnya kawasan Km 10 dari kota Tanjung Pinang di pulau Bintan
yang menurut Sudarsono "bagus tanahnya".
Rumput Bauksit
Pada mulanya memang disangsikan apakah tanah di pulau Bintan itu
cocok untuk penanaman rumput Gajah itu. Tak kurang dari seorang
pejabat kantor Peternakan Tanjung Pinang- menyebutkan bahwa
tanah di pulau bauksit itu "tidak cocok". Kecuali apabila ada
pupuk yang mampu meluluhkan tanah berkadar bauksit tinggi itu.
Itulah sebabnya, proyek itu sendiri masih terbilang coba-coba.
Dari 250 Ha yang diladangkan untuk ditanam, baru 20 Ha yang
digarap. Letaknya tak kurang dari 2 Km dari bibir jalan. Di atas
kertas Sudarsono memang mengharapkan hasil panen rumput 10 ton
tiap Ha. Kalau tidak, mereka bakal bangkrut. Sebab proyek yang
banyak menggunakan peralatan mekanis itu, terang memerlukan
biaya produksi yang besar. Syukurlah percobaan pertama CV Riau
Mahesa Farm itu berhasil juga. Dan akhir bulan lalu 30 ton
rumput Gajah diboyong ke Sekupang.
Sebenarnya yang pertama mencoba menanam rumput Gajah di
kepulauan Riau bukanlah Sudarsono itu. Jauh sebelumnya Sabri
Hajar, Kepala sub direktorat PMD Kepulauan Riau sudah mulai
menanam rumput Gajah seluas 4 Ha. Hasilnya lumayan. Pokoknya itu
rumput memang mau tumbuh subur di sana. Sayangnya Sabri kurang
berhasil dan proyeknya sekarang tampak terbengkalai. Cerita itu
menunjukkan, bahwa usaha penanaman rumput di kepulauan Riau
boleh diandalkan untuk mencari makan. Itulah sebabnya, seorang
karyawan Riau Mahesa Farm, Sofyan Tanjung diam-diam sudah
mengayunkan langkah sendiri dengan menanami areal seluas 40 Ha.
"Kalau orang bisa, mengapa saya tidak?" komentar Sofyan.
Cuma yang disusahkan Sofyan sekarang tentu perkara duit. Maklum
saja, karyawan yang berpendapatan cuma Rp 10 ribu dari
perusahaannya harus menyediakan modal sekitar Rp 300--400 ribu
per Ha. Itu terutama buat biaya pengolahan tanah, lalu bibit,
dan tentunya pupuk. Tapi Sofyan cukup optimis bahwa usaha
rumputnya itu mempunyai harapan yang cerah. Ia menunjuk
kebutuhan rumput pulau Batam. Dan tak lupa menyinggung pula
kepesatan perkembangan peternakan di kawasan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini