GENGSI petinju bayaran Indonesia naik setingkat. Itu terutama akan terasa pada hari-hari mendatang ini. Yakni setelah Minggu malam pekan lalu, petinju asal Maluku, yang menjadi pemegang gelar juara kelas bantam yunior Asia Pasifik (OPBF), Ellyas Pical, 24, berhasil mempertahankan gelarnya dalam suatu pertarungan perebutan gelar di gedung bola basket Senayan, Jakarta. Kemenangan Ellyas ini, tak syak lagi, akan menambah semarak arena tinju profesional Indonesia, yang sebulan lalu mulai ramai lagi setelah munculnya kembali Boy Bolang promotor yang 1981 lalu pernah dicabut lisensinya oleh Komisi Tinju Indonesia (KTI) karena bertengkar dengan Promotor Herman Sarens Sudiro. Tiga tahun absen, Boy, 35, promotor yang selalu tampak bersemangat itu, baru Juni lalu mendapat lisensi dari KTI, berkat rekomendasi Solichin G.P., ketua umum KTI. Dan dia segera saja mengejutkan dengan langkah pertamanya: mendatangkan lima petinju profesional dari Amerika. Namun, belakangan, promotor yang pernah merintis kedatangan juara tinju dunia Saoul Mamby ke Jakarta - tapi gagal - itu mendapat kritik, karena dianggap membawa petinju yang baru belajar. Bekas juara tinju kelas welter dari 1970 sampai 1975 itu langsung membantah. "Memang, mereka bukan petinju kelas satu, tapi cukup dapat nomor di AS. Dan saya memang tak mendatangkan petinju nomor satu. Sebab kalau itu saya lakukan, penonton bisa kecewa bila nanti dalam satu dua ronde petinju Indonesia sudah tumbang," katanya. Menempati sebuah kantor yang apik di Jalan Tanah Abang II, Jakarta, ayah empat anak itu kini tampak sedikit lebih gemuk. Ia belum menetap penuh di sini, "Sebab, anak istri saya masih di Amerika." Mendirikan PT Arena Coliseum, Boy bekerja sama dengan Benny Tengker, pemilik ASMI (Akademi Sekretaris & Manajemen Indonesia). "Saya sudah bertekad mau meramaikan dunia tinju profesional Indonesia," katanya kepada TEMPO. Untuk itu, katanya, dia sudah siap rugi. "Asal misi itu berhasil, rugi sedikit tak apa-apa." Sebagai contoh, dalam melaksanakan duel tinju AS-Indonesia dua pekan lalu, dia mengatakan rugi sekitar Rp 15 juta. "Tapi, saya puas, karena animo penonton cukup besar," ujarnya lagi. Untuk merangsang animo pula, dia kemudian menghubungi pelatih tinju Daniel Bahari, yang selama ini mengasuh petinju amatir Alexander Wassa dan Fransisco Lisboa. Kedua petinju muda ini mau diajak terjun ke tinju profesional. Lisboa, 20, adalah juara kelas welter nasional dan pernah menjadi petinju favorit dalam perebutan Piala Presiden VI, 1983. Sedangkan Wassa, 21, adalah juara kelas bulu nasional, dan pernah menjadi pemain terbaik pada perebutan Piala Presiden VII, beberapa bulan lalu. "Kalau mau, mereka masing-masing akan saya bayar Rp 10 juta," kata Boy. Tawaran itu? yang agaknya merupakan penawaran tertimggi buat petimju yang baru mau terjun ke profesional, rupanya dianggap memadai, baik oleh Daniel maupun kedua petinju asuhannya. "Ini tawaran yang sudah lama saya tunggu," kata Alexander Wassa. Pengakuan yang sama juga dikemukakan Lisboa kepada TEMPO. Hari-hari ini proses pemindahan status sudah mulai dikerjakan Daniel. Pelatihnya ini pun sudah pula berkemas untuk ikut terjun ke tinju profesional. Sementara itu, di Jakarta, Boy Bolang sudah tampak sibuk lagi. Dia sedang menyiapkan pertarungan perebutan gelar tinju dunia versi IBF (International Boxing Federation) antara Ellyas Pical dan juara bertahan dari Korea Selatan. Pertandingan direncanakan Desember mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini