TERATAI raksasa langka yang mengisi Kebun Raya Bogor, yang hilang sejak 29 September lalu, akhirnya ditemukan kembali Sabtu malam pekan lalu. Sehari sebelumnya, aparat keamanan di Bogor berhasil meringkus pencurinya. Tapi yang kembali cuma segumpal umbinya, yang bisa dijadikan barang bukti kasus pencurian. Untuk dikembangkan lagi, umbi itu tak mungkin bisa hidup. Teratai yang berasal dari Sungai Amazona, Brazil, itu pada mulanya dikembangkan di Inggris dengan nama Latin Victoria Regia, sebagai penghormatan kepada ratu Inggris ketika itu. Biji teratai itu ialu disebarkan di Eropa. Kebun Raya Bogor menerima biji tanaman itu dari kebun botani Amsterdam tahun 1860. Sebagai tanaman langka yang memang sukar dikembangbiakkan, teratai yang sudah seabad lebih itu hanya tumbuh empat rumpun di Kebun Raya. Itu pun cuma satu rumpun yang memberi kesan "raksasa", lantaran daunnya bergaris tengah satu setengah meter. Celakanya, yang hilang itu justru tanaman primadona yang berdaun sangat lebar tadi. Hilangnya diketahui pertama kali oleh petugas yang merawat teratai itu. Daun teratai masih mengambang, tapi batang akarnya hilang. Kejadian ini langsung dilaporkan ke Polresta Bogor. Tim penyidik didatangkan. Ditemukan ada lumpur yang berceceran dan bagian-bagian akar yang terputus kecil-kecil menuju ke arah Jembatan Sempur di ujung Sungai Ciliwung, yang membelah Kebun Raya. Dari penemuan ini, diduga pencurinya berasal dari Kampung Lebak Kantin, dan setidak-tidaknya bekerja sama dengan penduduk kampung yang dikenal suka keluyuran di Kebun Raya itu. Petugas kepolisian disebarkan mencari informasi di sekitar kampung ini. "Kami tongkrongi ujung Kali Ciliwung itu," kata kepala Polres Bogor, Letnan Kolonel Wayan Karya. Dugaan itu terbukti. Aparat keamanan akhirnya menangkap dua orang penganggur, Suherman dan Asep, Jumat malam pekan lalu. Keduanya dengan lancar mengakui sebagai pelaku pencurian. Tetapi mereka mengaku disuruh Didik. Orang ini langsung ditangkap. Didik ternyata juga orang suruhan. Ia katanya disuruh Daui, seorang guru SD swasta yang kebetulan mendapat order membuat taman senilai Rp 160 juta di sebuah rumah mewah di Parung. Dani pun ditangkap. Dari pemeriksaan terhadap empat orang itu, diketahui bahwa umbi teratai sudah telanjur dibuang di Lido, Cigombong, 20 km dari Bogor ke arah Sukabumi. Keempat tersangka itu akhirnya dibawa ke Lido. Seharian petugas kepolisian dibantu masyarakat Cigombong mencari umbi teratai, yang baru ditemukan Sabtu malam, 60 meter dari tempat pembuangan semula. Menurut pengakuan Dani, umbi itu pernah ditanamnya di taman yang ia kerjakan di Parung. Ketika pemilik rumah mendengar siaran TVRI bahwa umbi itu hasil curian di Kebun Raya Bogor, umbi teratai dikembalikan kepada Dani. Orang ini pun bingung, lalu menyerahkan kembali ke Didik. Didiklah yang kemudian membuang umbi itu di Lido, untuk menghapuskan jejak. Didik menaku tak tahu bahwa teratai itu tanaman langka. "Kalau saya tahu itu barang mahal, yah, harganya tentu tak semurah itu," kata Didik, yang mengaku hanya dibayar Rp 15.000 oleh Dani. Dari harga ini, separuhnya diberikan kepada Suherman dan Asep, yang langsung mencuri teratai itu. Menurut komandan Peleton Satpam Kebun Raya Bogor, Hidayat, "Dani sering ke sini, sering membeli tanaman. Bahkan, ia pernah menanyakan cara memperoleh Victoria Regia itu," kata Hidayat. Seandainya usaha menanam umbi teratai yang dicuri itu berhasil, tentu tak bakalan tumbuh. Berkali-kali pernah dicoba mengembangkan tanaman itu, selalu gagal. Pernah dicoba di kolam Istana Tampaksiring, Bali, yang udaranya seperti Bogor, juga gagal. "Penyemaian bibit untuk memperoleh tanaman muda tidak sulit. Yang jadi masalah adalah memindahkannya ke kolam lain," ujar Sarkat Danimihardja, wakil kepala Kebun Raya Bogor. Bagi para peneliti di Bogor, teratai itu bukan sekadar tanaman langka, tapi juga penuh misteri. Sayang, tak semua orang tahu hal itu, terutama, tentu saja, para pencuri itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini