Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bahaya Wasit

PSSI mengadakan pertandingan percobaan menghadapi pre world cup lawan Xamax, Swis, Soviet Uni "23 tahun" dan brno ceko. Pertahanan PSSI masih rapuh, serangan masih lemah. Perlu jaga diri dari emosi.(or)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI dua pertandingan percobaan lawan Xamax dari Swiss, nampaknya team persiapan Pre World Cup PSSI belum juga memperlihatkan bentuk yang pasti. Dalam pertandingan pertama tanggal 9 Januari yang dimenangkan PSSI 3-2, Tony menurunkan trio penyerang Andilala, Risdianto dan Waskito. Sedang di lini tengah diisi Nobon, Junaedi dan Iswadi. Di barisan pertahanan Suaib dan Oyong Liza sebagai poroshalang dan Simson Rumahpasal dan Lukman Santoso masing-masing sebagai back kanan dan kiri. Di gawang Ronny Pasla. Melihat susunan pemain tersebut, jelaslah Tony dan Aliandu masih mencoba-coba pemain back kiri pengganti Johannes Auri. (Tangan kanan Auri yang patah belum sembuh benar. Ia masih menunggu pemotretan sinar X pada tanggal 19 Januari sebelum diizinkan aktif berlatih kembali. Tapi kan untuk pulih sepenuhnya seperti bentuk Auri semula tampaknya tipis, mengingat waktu yang tersisa menjelang turnamen di Singapura itu cukup mendesak). Serba Salah Dalam pertandingan lawan Soviet Uni "23 tahun" dan Brno Ceko, pernah dicoba pula Wahyu Hidayat dan Suaib di posisi back kiri. Tapi nampaknya mereka masih bukan orangnya. Kemudian waktu lawan Xamax itulah Tony mencoba Lukman Santoso -- poroshalang team Pre Olympic Indonesia tempo hari. Tapi nampak jelas kondisi Lukman pada posisi di pertahanan tengah berbeda sekali dengan di sisi kiri. Seperti pula penyakit Suaib yang pernah dipasang di back kiri, Lukman nampak selalu miring ke tengah. Sehingga ia tidak sinkron dalam gerak lapis-melapis membuat pertahanan. Terkadang dia terlambat memotong dan terkadang terlampau ke depan. Singkatnya serba salah. Di lini tengah kwalitas tackling Nobon seolah lenyap, sementara Junaedi dan Iswadi yang ikut turun hanya kentara membayang-bayangi gerak maju lawan. Situasi ini dengan mudah terbaca Rub (no. 9). Dia lalu mengambil inisiatif membuat kombinasi pendek dan tajam sementara pemain-pemain PSSI mundur. Pada saat inilah Oyong tak jarang terjebak ke dalam pertahanan yang dangkal: ia kehilangan itu "lebar dan panjang" lapangan yang pernah Tony kuliahkan tempo hari. Pendeknya pertahanan PSSI masih rapuh. Di barisan penyerang, Andilala masih merupakan titik lemah. Ia nampak ma-. sih belum dapat membuat keputusan: mana yang harus dikerjakan sendiri dan mana yang harus dikerjakan lewat kombinasi. Di samping itu ia kehilangan pula daya tembaknya: keras memang, tapi melenceng. Dalam pertandingan kedua tanggal 11 Januari yang berakhir 1-1, PSSI melakukan beberapa perubahan. Hadi Ismanto menggantikan Lala, Hartono menempati posisi Risdianto dan Ronny Patti menggantikan Waskito. Kali ini posisi back kiri ditempati Suhatman. Penjaga gawang Sugianto dicoba. Tapi ternyata dia membuat blunder. Bola masuk dari kolongnya. Tak adil agaknya menyalahkan Sugianto seorang. Hampir semua pemain PSSI dari penyerang sampai barisan pertahanan malarn itu kehilangan bentuknya. Mereka seolah diatur oleh Kapten Xamax, Guggisberg. Dari posisi poros halang ini Guggisberg mendikte kehendaknya. Menghadapi ujian ini anak-anak PSSI nampaknya mati akal kecuali kembali ke vorm-nya yang lama: tak kena bola orang pun jadi. Dan kebetulan sekali wasit Kosasih berbau "instruksi", sehingga apa yang diperbuat Suhatman sesaat menjelang istirahat, hanya memberatkan hukuman bagi lawannya. Kalau peran wasit tersebut termasuk program persiapan PSSI ke Turnamen Pra Kejuaraan Dunia, jangan harap kita bisa berhasil. Jangan kaget kalau nanti dipimpin wasit dan penjaga garis yang adil, lantas kita katakan PSSI harus menghadapi lawan yang terdiri dari 14 orang. Itulah ekstrirnnya kalau wasit sudah terlampau berpihak. Tapi harapan PSSI lolos dari langkah pertarna di Singapura akhir Pebruari nanti, bukan berarti pudar samasekali. Soalnya jaga-jagalah dengan emosi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus