DARI dua pertandingan percobaan lawan Xamax dari Swiss,
nampaknya team persiapan Pre World Cup PSSI belum juga
memperlihatkan bentuk yang pasti. Dalam pertandingan pertama
tanggal 9 Januari yang dimenangkan PSSI 3-2, Tony menurunkan
trio penyerang Andilala, Risdianto dan Waskito. Sedang di lini
tengah diisi Nobon, Junaedi dan Iswadi. Di barisan pertahanan
Suaib dan Oyong Liza sebagai poroshalang dan Simson Rumahpasal
dan Lukman Santoso masing-masing sebagai back kanan dan kiri. Di
gawang Ronny Pasla.
Melihat susunan pemain tersebut, jelaslah Tony dan Aliandu masih
mencoba-coba pemain back kiri pengganti Johannes Auri. (Tangan
kanan Auri yang patah belum sembuh benar. Ia masih menunggu
pemotretan sinar X pada tanggal 19 Januari sebelum diizinkan
aktif berlatih kembali. Tapi kan untuk pulih sepenuhnya seperti
bentuk Auri semula tampaknya tipis, mengingat waktu yang tersisa
menjelang turnamen di Singapura itu cukup mendesak).
Serba Salah
Dalam pertandingan lawan Soviet Uni "23 tahun" dan Brno Ceko,
pernah dicoba pula Wahyu Hidayat dan Suaib di posisi back kiri.
Tapi nampaknya mereka masih bukan orangnya. Kemudian waktu lawan
Xamax itulah Tony mencoba Lukman Santoso -- poroshalang team Pre
Olympic Indonesia tempo hari. Tapi nampak jelas kondisi Lukman
pada posisi di pertahanan tengah berbeda sekali dengan di sisi
kiri. Seperti pula penyakit Suaib yang pernah dipasang di back
kiri, Lukman nampak selalu miring ke tengah. Sehingga ia tidak
sinkron dalam gerak lapis-melapis membuat pertahanan. Terkadang
dia terlambat memotong dan terkadang terlampau ke depan.
Singkatnya serba salah.
Di lini tengah kwalitas tackling Nobon seolah lenyap, sementara
Junaedi dan Iswadi yang ikut turun hanya kentara
membayang-bayangi gerak maju lawan. Situasi ini dengan mudah
terbaca Rub (no. 9). Dia lalu mengambil inisiatif membuat
kombinasi pendek dan tajam sementara pemain-pemain PSSI mundur.
Pada saat inilah Oyong tak jarang terjebak ke dalam pertahanan
yang dangkal: ia kehilangan itu "lebar dan panjang" lapangan
yang pernah Tony kuliahkan tempo hari. Pendeknya pertahanan PSSI
masih rapuh.
Di barisan penyerang, Andilala masih merupakan titik lemah. Ia
nampak ma-. sih belum dapat membuat keputusan: mana yang harus
dikerjakan sendiri dan mana yang harus dikerjakan lewat
kombinasi. Di samping itu ia kehilangan pula daya tembaknya:
keras memang, tapi melenceng.
Dalam pertandingan kedua tanggal 11 Januari yang berakhir 1-1,
PSSI melakukan beberapa perubahan. Hadi Ismanto menggantikan
Lala, Hartono menempati posisi Risdianto dan Ronny Patti
menggantikan Waskito. Kali ini posisi back kiri ditempati
Suhatman. Penjaga gawang Sugianto dicoba. Tapi ternyata dia
membuat blunder. Bola masuk dari kolongnya. Tak adil agaknya
menyalahkan Sugianto seorang. Hampir semua pemain PSSI dari
penyerang sampai barisan pertahanan malarn itu kehilangan
bentuknya. Mereka seolah diatur oleh Kapten Xamax, Guggisberg.
Dari posisi poros halang ini Guggisberg mendikte kehendaknya.
Menghadapi ujian ini anak-anak PSSI nampaknya mati akal kecuali
kembali ke vorm-nya yang lama: tak kena bola orang pun jadi. Dan
kebetulan sekali wasit Kosasih berbau "instruksi", sehingga apa
yang diperbuat Suhatman sesaat menjelang istirahat, hanya
memberatkan hukuman bagi lawannya. Kalau peran wasit tersebut
termasuk program persiapan PSSI ke Turnamen Pra Kejuaraan Dunia,
jangan harap kita bisa berhasil. Jangan kaget kalau nanti
dipimpin wasit dan penjaga garis yang adil, lantas kita katakan
PSSI harus menghadapi lawan yang terdiri dari 14 orang.
Itulah ekstrirnnya kalau wasit sudah terlampau berpihak. Tapi
harapan PSSI lolos dari langkah pertarna di Singapura akhir
Pebruari nanti, bukan berarti pudar samasekali. Soalnya
jaga-jagalah dengan emosi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini