SEOUL kini siap menghadapi sebuah invasi besar-besaran. Semua polisi dan tentara siaga. Ratusan kapal perang dan pesawat terbang disiapkan dan berjaga-jaga. Serbuan itu boleh jadi merupakan serangan dari luar yang terbesar setelah berakhirnya Perang Korea -- ketika itu hampir 1 juta pasukan Cina pada tahun 1950 menyerbu Kor-Sel. Yang mereka hadapi kali ini bukan sebuah perang yang sebenarnya. Namun, sebuah pesta olah raga yang terbesar di planet ini: Olimpiade XXIV, yang seminggu lagi akan dibuka oleh Presiden Kor-Sel, Roh Tae-Woo. Persisnya, Sabtu 17 September 1988, jam 11.00 siang waktu setempat. Diperkirakan, lebih dari 13.700 atlet, 5.000 ofisial, 2.000 wasit, dan 250.000 turis pecandu olah raga dari 161 negara bakal "menduduki" Seoul. Drama olah raga yang akan berlangsung selama dua minggu penuh itu juga akan diliput oleh sekitar 14.000 wartawan media cetak dan elektronik. Dan 3 milyar penduduk bumi akan menyaksikannya secara langsung lewat televisi. Tak pelak lagi, inilah sebuah rekor penyelenggaraan Pesta Olimpiade. Dari 167 anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC), ada 161 negara yang menyatakan berpartisipasi -- termasuk tuan rumah. Sebelumnya, Olimpiade XXIII di Los Angeles 1984, tercatat sebagai penyelenggaraan yang paling meriah karena diikuti oleh 141 negara. Dari segi pembiayaan, Olimpiade Seoul ini juga melibatkan dana yang besar. Pemerintah Kor-Sel terkuras US$ 3,1 milyar. Bandingkan, misalnya, dengan penyelenggaraan di Montreal 1976, yang menghabiskan US$ 1,5 milyar. Atau, panitia Olimpiade Los Angeles 1984, yang cuma diongkosi US$ 500 juta. Maklum, penyelenggaraannya diserahkan pada swasta. Tapi pengeluaran untuk mendandani Seoul itu masih kalah dengan biaya US$ 9 milyar yang dikeluarkan ketika Olimpiade berlangsung di Moskow, 1980. Kini Seoul sudah bergincu bak perawan siap untuk kawin. Panitia menanam secara khusus 125.000 berbagai pohon baru untuk menambah keasrian kota. Sejumlah US$ 1,4 milyar dihabiskan untuk mendandani bandar udara Kimpo dan membersihkan Sungai Han yang membelah Kota Seoul. Lalu lebih dari US$ 1 milyar dibelanjakan untuk membangun fasilitas olah raga. Tentu saja peristiwa ini menjadi kebanggaan tersendiri sepanjang 5.000 tahun sejarah peradaban bangsa Korea. "Olimpiade kali ini adalah simbol ke arah terciptanya perdamaian dunia, dan kami memberikan peluang untuk itu," kata Presiden Roh Tae-Woo dengan bangga. Memang, Olimpiade Seoul dihadiri juga oleh sejumlah negara Blok Timur. Inilah untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, terjadi lagi "pertempuran" antara Amerika Serikat dan Uni Soviet di arena pertandingan. Dalam pertemuan kedua negara raksasa itu terakhir di Olimpiade Montreal 1976, Uni Soviet mengungguli AS dalam pengumpulan medali. Pesta kali ini pun tak serta-merta istimewa dengan hadirnya dua negara itu. Dalam pelaksanaannya, Olimpiade Seoul nanti juga diharapkan mampu mengulang sukses Olimpiade Tokyo pada 1964, yang bebas dari kerusuhan dan boikot besar-besaran. Menjelang pembukaan Olimpiade XIX di Meksiko tahun 1968, belasan mahasiswa ditembak mati dalam sebuah demonstrasi di Mexico City. Di Olimpiade XX Munich tahun 1972, sejumlah atlet Israel dibantai teroris. Empat tahun kemudian 28 negara Afrika kembali memboikot Olimpiade XXI di Montreal. Lalu di Moskow tahun 1980, AS bersama sekutunya memboikot Olimpiade XXII gara-gara invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Hal yang sama dibalas kembali oleh Uni Soviet bersama negara-negara Blok Timur lainnya, ketika menolak Olimpiade XXIII di Los Angeles. Olimpiade di Seoul kali ini juga tak luput dan boikot yang didalangi negara serumpun tuan rumah: Korea Utara. Ketika Seoul ditunjuk IOC menjadi tuan rumah Olimpiade XXIV dalam suatu sidang di Baden-Baden, Jerman Barat, 1981, sejak itulah Pyong-Yang berupaya menuntut hak penyelenggaraan separuh cabang olah raga yang dipertandingkan. Di samping itu, mereka juga meminta bagian 50 persen dari keuntungan yang diperoleh selama Olimpiade berlangsung. Tuntutan ini ditampik Seoul, lalu Kor-Ut mengancam akan memboikot. Ternyata, kampanye boikot itu tak mendapat sambutan. Sejauh ini hanya lima negara yang mengikuti jejak Kor-Ut. Yaitu: Kuba, Albania, Seychelles, Etiopia, dan Nikaragua. Dua negara dedengkot komunis, Cina dan Uni Soviet, yang bersahabat dengan Kor-Ut, tetap ikut serta dalam pesta olah raga mendatang. "Inilah Olimpiade yang bebas dari boikot secara besar-besaran," kata Park Seh-Jik, Ketua PanitiaPenyelenggara Olimpiade Seoul (SLOOC) dengan gembira. Namun, perasaan waswas masih terus menghantui SLOOC. Upaya teror dari "Saudara di Utara" dan rongrongan mahasiswa militan di dalam negeri yang anti terhadap pemerintahan tangan besi Roh Tae-Woo -- yang dianggap meneruskan beleid mendiang Park Chung-Hee yang diktator itu -- masih merupakan ganjalan untuk mencapai suksesnya Olimpiade Seoul. Itulah sebabnya, Roh hingga kini masih pusing memikirkan keamanan penyelenggaraan Olimpiade. Sebuah kerja sama khusus tiga negara yang melibatkan AS, Kor an Jepang telah disepakati, hanya untuk melakukan pengamanan selama Olimpiade berlangsung. Sebuah kapal induk AS bahkan kini sudah mangkal di perairan Kor-Sel. Satuan ini masih didukung lagi oleh 170 kapal perang milik AL Jepang. Untuk pengamanan di udara, sekltar 200 pesawat tempur milik Jepang juga sudah bersiap siaga. "Sudah seperti menghadapi sebuah perang besar," tutur Yook Wan-Sik, Kepala Keamanan Olimpiade Seoul. Sementara itu, pemerintah Kor-Sel membentuk sebuah unit khusus berkekuatan 100.000 personel, yang diberi nama "868" dalam jajaran Kepolisian Nasional. Kemudian satuan antiteroris berkekuatan 1.000 pasukan yang dilatih khusus sejak 5 tahun silam. Dalam daftar mereka, tercatat ada 6.000 nama teroris internasional dan 600 organisasi terorisme. Sejumlah alat deteksi modern kini disebar di berbagai tempat. Alat-alat seperti detektor metal, stetoskop elektronik, kaca mata sinar-X, dan sejumlah anjing pelacak sudah menjadi pemandangan biasa. Ibaratnya, kecoak yang berada di lokasi penyelenggaraan Olimpiade pun tak akan lolos dari deteksi. AKS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini