DUA kesebelasan nasional -- PSSI Pratama dan PSSI Utama -- telah
menguji diri dalam 2 turnamen berlainan di luar negeri. Keduanya
pulang dengan kekalahan.
Tim Pratama yang turut dalam Kejuaraan Piala Asia Grup III di
Bangkok awal Mei lalu digasak oleh Muangthai (1-3), Malaysia
(14), dan Korea Utara (1-3). Maka telah tertutup pintu baginya
untuk memasuki ronde final di Kuwait.
Tim Utama -- bayangan untuk SEA Games X -- sama parahnya. Dalam
mengikuti turnamen Piala Jepang di Tokyo 3 pekan kemudian, ia
dicukur oleh kesebelasan Tottenham Hotspur (0-6), Fiorentina
(04), dan Jepang A (04). Tiga kekalahan terjadi dalam pool A.
Tak satu pun bisa digoal-kannya.
Di mana kesalahannya? E.A. Mangindaan, manajer PSSI Utama
mengatakan bahwa kesebelasannya masih lemah di semua hal --
ketrampilan, kerjasama, stamina, taktik dan strategi permainan.
Dalih yang sama pun terdengar dari Sumahar Paisan, manajer tim
PSSI Pratama.
Tapi dari 2 kegagalan itu, PSSI telah belajar dan merombak total
kedua kesebelasan tadi. Dalam tubuh Pratama, misalnya, pemain
nasional yang dulu tak terpilih seperti Johannes Auri, Suaeb
Rizal, Nobon, dan beberapa nama lagi diberi kesempatan lagi
untuk memperlihatkan kebolehan. Mereka dilatih Basri di Cirebon,
dan dipersiapkan untuk turnamen Piala Presiden di Seoul.
Iswadi Idris, Sofyan Hadi, dan 6 nama lain dari barisan Pratama
ditarik untuk menopang kekuatan Hadi Ismanto dkk di tim Utama.
Mereka akan ditempatkan di Cimahi. Pelatihnya belum ada. Tapi
PSSI menyebut Ipong Silalahi, bekas pemain nasional sebagai
asisten pelatih. Besar kemungkinan Wiel Coerver, pelatih dari
Belanda, akan mengasuh tim ini yang dipersiapkan untuk SEA
Games. Ia dulu mengasuh tim Pre Olimpik Indonesia 1976.
Usaha perbaikan tim oleh PSSI memang hebat. Tapi orang masih
saja menyangsikan, mengingat pemain terbaik belum sepenuhnya
terhimpun dalam satu kesebelasan. Kolumnis sepakbola Kadir
Yusuf, misalnya, mempersoalkan cara pemilihan pemain selama ini.
"Pokoknya, hasil pilihan belakangan ini kurang benar," tulisnya
di Kompas. "Kalau dalam mengadakan perombakan ini yang memilih
sama saja orangnya, maka hasilnya tidak akan berbeda banyak."
Masih akan mengecewakan? Entah kalau Coerver diberi wewenang
penuh. Ini masih perlu dilihat setelah Coerver tiba di Jakarta
15 Juni ini. Waktu mempersiapkan tim Pre Olimpik dulu, ia telah
merubah wajah persepakbolaan nasional. Sekalipun di final
kesebelasan Indonesia kalah 5-4 dalam adu penalti melawan tim
Korea Utara, orang tetap mengenang kehebatan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini