SEJAK pukul 10 pagi hingga tengah malam, Senin 4 Juni, rumah Ny.
Emma, isteri sutradara Turino Junaedi, di studio Sarinande Film
di Jalan Radio Dalam (Jakarta) 'diduduki' sekitar 30 nyonya.
Dari pagi hingga malam itu pula para ibu, beberapa orang di
antaranya ditunggui suaminya di luar, memperdengarkan suranya
yang memelas -- ada pula yang sampai histeris. Akibat
ketidakberesan Ny. Emma mengurus arisan, katanya, keadaan
keluarga mereka banyak yang porak poranda.
Yang hadir hari itu merupakan peserta dan bandar dari sekelompok
arisan yang dikordinir oleh Ny. Emma. Mulai dari Rp 100 ribu
sampai lebih Rp 1 juta. Dengan macetnya sejumlah besar uang di
tangan Ny. Emma, menurut mereka sampai sekitar Rp 3 milyar
lebih, para ibu bandar harus mempertanggungjawabkannya kepada
anggota.
Jika kini giliran mereka menyerbu rumah Ny. Emma, katanya, sudah
setiap hari sebelumnya mereka harus menghadapi para penagih.
Malah ada yang sampai berani menduduki rumah dan menyita mobil
serta mengambil begitu saja perabotan rumahtangga. Di luar
seorang bapak yang mengantar isterinya mengeluh mobil pribadi
dan beberapa buah taksinya telah habis. Seharian itu ia
menunggui isterinya menagih sekitar Rp 100 juta dari Ny. Emma.
"Pokoknya keluarga saya sekarang sudah telanjang," teriak Ny.
Y.V. Simanjuntak yang kesulitan menagih lebih dari Rp 18 juta
bagi anggota arisan kelompoknya. Baginya sendiri, katanya, Ny.
Emma juga masih punya kewajiban mengembalikan beberapa juta
rupiah lagi. Karena, selain membandari arisan, nyonya ini juga
menjadi peserta arisan yang diurus oleh Ny. Emma dengan setoran
Rp 500 ribu dan Rp 1 juta.
Seorang anggota ABRI, lewat jam 23.00, juga muncul di rumah Ny.
Emma menjemput isterinya. Tampangnya kecut. Menurut teman
searisan, isteri perwira ini punya hak menagih Ny. Emma sampai
Rp 100 juta. Menyaksikan jerih payah isterinya seharian itu tak
membawa hasil, perwira ABRI itu ngomel panjang-pendek: "Apa mau
digranat saja ini rumah?"
20 orang polisi bergantian menjaga "aksi duduk" para ibu.
Petugas ini tak dapat begitu saja mengusir ibu-ibu yang dengan
tertib menjalankan aksinya itu. Turino, karena hampir tengah
malam dan kelihatan capai menjelaskan keadaan --dan tentu saja
berhati-hati mengeluarkan janjinya untuk membereskan urusan
isterinya -- minta agar polisi membubarkan ibu-ibu yang ngoceh
sambil duduk dan tidur-tiduran di ruang tamunya. Polisi enggan
melakukannya. Selama tak timbul huru-hara, yaitu para ibu duduk
sebagai tamu yang menantikan tuan rumah membereskan urusan
mereka, perintah dari kantor polisi melalui walkie talkie cukup
luwes. "biarkan dan awasi saja!"
Akal Bulus
Tepat jam 24.00, kesal menunggu munculnya Ny. Emma menemui
mereka -- katanya yang ditunggu sebenarnya bersembunyi di kamar
atas, dengan sendirinya ibu-ibu juga tak betah lagi. Dengan
membawa sekedar janji Turino lagi, urusan akan dibereskan
melalui pengacaranya, bersungut dan memaki-maki mereka
meninggalkan studio Sarinande. Beberapa orang di antaranya pergi
dengan mobil bernomor kepolisian.
Berapa sebenarnya yang jadi tanggungan Ny. Emma? Yang
bersangkutan sendiri tak pernah mau muncul memberi keterangan
Suaminya, Turino, juga tak dapat memastikan jumlahnya.
Menghitung hutang isterinya, katanya, sulit. "Ini persoalan
kompleks. Arisan itu permainan akal. Saya tak tahu berapa
jumlahnya dan jangan dipaksa saya menjawab apa yang tidak saya
ketahui," kata Turino kepada TEMPO. Hanya, lanjutnya, "semuanya
masih dalam jangkauan." Rumah, mobil dan tanahnya katanya masih
cukup untuk membereskan 'hutang' isterinya.
Tapi mengapa permainan akal bulus itu tak beres-beres juga? 7
bulan sudah para penagih menunggu. Laksusda (Kodam V Jaya) juga
pernah turun tangan dengan Operasi Kemanusiaannya. Tapi ibu-ibu
yang dipanggil dan diperiksa Laksus kecewa. Mereka, katanya,
diusut bukan dalam rangka menyelesaikan urusannya dengan Ny.
Emma. Tapi, seperti diceritakan Ny. Hutabarat yang punya
tagihan Rp 54 juta, di sana mereka malah diusut: di mana bapak
bekerja, berapa banyak uangnya, dari mana uang sebanyak itu
diperoleh dan lain-lain. Aneh.
Tapi belakangan Laksus menghentikan pengusutannya. "Setelah
diteliti," kata Mayor Taher dari Penerangan Kodam V Jaya, "soal
arisan itu tak perlu ditangani Laksusda." Bahan-bahan yang
selama ini diperoleh, menurut Taher, telah diserahkan polisi.
Perkara pidanakah? "Itu yang kami jaga agar tidak terjadi," kata
Mardi Soegeng SH, penasehat hukum keluarga Turino, dari kantor
pengacara Dan Suleiman SH dkk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini