TAHUN lalu di Semarang mereka agak bermutu. Kali ini merosot
lagi. Semua 14 tim (8 regu putera dan 6 regu puteri) dalam
Kejuaraan Bola Volley Junior IV di Gelanggang Olahraga Bulungan,
Jakarta, pekan lalu tampak mengecewakan.
Mengapa? Sulistyono, Ketua Pimda PBVSI Jawa Barat, mensinyalir
persiapan tim di daerah tergesa-gesa. "Kami, misalnya, hanya
punya waktu untuk mempersiapkan diri selama 6 hari," katanya.
Ketua Panitia Pelaksana, Bing Latumahina, mengakui bahwa
persiapan kejuaraan ini tidak memuaskan, tapi asalkan jumlah
pesertanya tidak sedikit, walaupun tidak sesuai dengan program
kerja Pengurus Besar. "Saya tak mau, jika jumlah peserta kurang
dari di Semarang," kata Latumahina. Tahun lalu, pesertanya juga
14 tim.
Manajer tim Jawa Barat, Haryono, tak hanya mempersoalkan masalah
tempo. Ia juga dirundung oleh kesulitan mencari pemain berusia
18 tahun, sesuai dengan persyaratan turnamen, dan mempunyai
prestasi baik. Umumnya, "dalam usia itu, mereka belum bisa
menampilkan permainan bermutu tinggi."
Meski mutu turnamen jatuh, toh ada pemain yang menonjol.
Permainan Olly Unso, Indra, dan Shinta, misalnya. Ketiganya
adalah pemain puteri Jawa Timur. Dari Jakarta, terutama pemain
puteri Karina Indira yang menonjol. Teknik permainan mereka,
baik dalam mengumpan bola maupun melancarkan smash, hampir
setaraf dengan pemain senior yang kini di pelatnas SEA Games X.
"Kalau dalam umur 18 tahun permainan mereka sudah begitu, 5
tahun lagi kita tak usah kuatir menghadapi tim Asia lainnya,"
komentar pelatih tim Jawa Barat, B.S. Doeddy BBA.
Tapi Doeddy meragukan bahwa mereka masih berusia 18 tahun.
Shinta umpamanya, memang termasuk bongsor untuk ukuran wanita
Indonesia. Tingginya 166 cm. Dalam penguasaan teknik, menurut
Doeddy, untuk mencapai taraf seperti yang diperlihatkan Olly
Unso dkk sedikitnya dibutuhkan tempo 6 tahun. "Mungkinkah mereka
sudah bermain volley dan berlatih secara teratur sejak usia 12
tahun?"
Dari semua peserta, kata Doeddy lagi, regu yang orisinil cuma
tim putera-puteri Jawa Barat, tim puteri Sumbar dan Kalsel.
Sisanya, diragukannya. Tuduhan itu dibantah keras oleh Laminto,
pelatih tim Jawa Timur. "Semua pemain kami berusia 18 tahun,
bahkan di antaranya ada yang di bawah itu," katanya. "Ini bisa
dibuktikan dengan STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) mereka, atau
catatan usia mereka dalam kejuaraan di Semarang lalu."
Olly Unso, pelajar kelas I SMA di Surabaya, sudah mengenal
permainan bola volley sejak di bangku SD. Olly adalah anggota
klub VIO, dan Laminto pelatihnya. Bersama Indra dan Shinta, ia
anggota tim Jatim pada turnamen 1978.
Latumahina kaget juga mendengar tuduhan pemalsuan umur itu.
"Kami tetap berpegang pada keterangan yang disampaikan pada
panitia," ujarnya.
Turnamen ini dipakai juga sebagai arena seleksi untuk
mempersiapkan tim nasional ke Kejuaraan Bola Vollev Junior Asia
1980 di Seoul. Ternyata untuk memilih 18 pemain puteri dan 1
main putera tak begitu mudah. Rata-rata secara teknis mereka
masih payah. "Dengan materi seperti terlihat dalam kejuaraan
sekarang ini, saya pessimis di Seoul," kata Doeddy, yang juga
anggota pemandu bakat.
Di Seoul nanti turut regu tangguh seperti dari Jepang, Korea
Selatan RRC, Korea Utara, dan Pilipina. Tim Indonesia, satu
kelas dengan Malaysia dan Singapura, jelas jauh di bawah
kelompok unggulan itu.
Umumnya pemain terpilih adalah pelajar, yang tak mungkin
meninggalkan bangku sekolah dalam waktu yang lama. Selain itu,
"faktor biaya juga menyebabkan PBVSI tak mungkin
menyelenggarakan TC (pelatnas) untuk waktu yang lama," kata
Latumahina.
Dalam turnamen pekan lalu, regu putera Kalimantan Timur dan tim
puteri Jawa Timur menjadi juara. Tim Jakarta, daerah yang punya
sarana olahraga serba lengkap, gagal sama sekali. Tahun lalu,
tim puteri Jakarta juara, dan puteranya dipegang oleh Jawa
Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini