"TAK ada kompromi," kata Ardiansyah. "Saya akan fight
(bertarung habis-habisan." Master Internasional itu berbicara
sebelum melangkahkan bidak dalam Sirkuit Catur Grandmaster Asia
1979 di Jayakarta Tower Hotel, Jakarta, akhir Mei lalu. Ternyata
pekan lalu ia, seusai turnamen, tercecer. Dan tiada katrol bagi
siapapun.
Putaran pertama turnamen ini -- diikuti oleh 11 pemain, 4 di
antaranya adalah atlit domestik -- memungkinkan tuan rumah untuk
mengorbitkan pemain nasional meraih gelar International Master
Result (IMR). Jika mau, dengan sistim katrol atau kasak-kusuk,
lawan dan kawan sendiri bisa saling menukar angka kemenangan.
Dari 4 pemain nasional, Eddy Handoko dan Benny Killeng adalah
atlit yang sedang melangkah ke jenjang IMR itu. Tapi Ketua
Panitia Penyelenggara, Jusuf A.R. tampak ingin bersih dalam
kejuaraan kali ini. Keduanya, Handoko dan Killeng, baru Master
Nasional. "Tidak akan ada main orbit-orbitan," kata Jusuf. "Kita
menginginkan kemampuan yang diperlihatkan dalam sirkuit ini
adalah prestasi murni, bukan prestasi di luar kemampuan
sendiri." Artinya, Handoko dan Killeng -- sekalipun bertemu
dengan Ardiansyah atau Arovah Bachtiar -- tidak akan boleh
secara gampang mengantongi angka kemenangan.
Jusuf memang tegas. Setelah Handoko mengalahkan 3 kawan sendiri,
dan membutuhkan 1 angka lagi untuk meraih gelar IMR, sama sekali
tak terbetik keinginan untuk mengatrolnya. Buktinya, ketika di
partai terakhir Handoko berhadapan dengan Yuri Averbach,
Grandmaster dari Rusia. Kalau Jusuf mau, sedikit memainkan peran
rasanya Handoko akan bisa meraih IMR itu, mengingat partai itu
menentukan. Untuk meraih IMR dibutuhkan angka kemenangan 6.
Partai Handoko melawan Averbach berakhir remis. Peluangnya untuk
meraih IMR dari sirkuit ini tertutup sudah. Tapi Handoko
mengantongi nilai 5« dengan permainan dan semangat bertanding
yang mengesankan. "Anak ini bakal jadi," puji Grandmaster Joseph
Dorfman, dari Rusia.
Dorfman mungkin benar. Dalam sirkuit ini, Handoko menempatkan
diri di urutan ke-5 sesudah 4 Grandmaster -- Eugene Torre,
Dorfman, Averbach, dan Raymond Keene.
Bagaimana dengan 3 peserta nasional lainnya? Ardiansyah ternyata
kali ini tampak tak begitu siap. Tak ada partainya yang
mengesankan, meski ia sempat bermain remis dengan Dorfman. Juga
tidak menonjol langkah Killeng dan Arovah. Ketiganya menempati
urutan paling bawah. Killeng (4«), Ardiansah (3), dan Arovah
(2«).
Juara putaran pertama Sirkuit Catur Grandmaster Asia 1979 adalah
Torre (6«) dan Dorfman (6«). Putaran kedua dimainkan di Manila
mulai 15 Juni ini. Indonesia akan diwakili oleh Arovah Bachtiar,
Ardiansyah, Benny Killeng, dan Jacobus Sampouw atas permintaan
panitia penyelenggara. Sedang Eddy Handoko dipersiapkan untuk
kejuaraan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini