Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tanpa Katrol

Sirkuit catur Grandmaster Aasia 1979 di Jayakarta Tower Hotel, Jakarta, diikuti 11 pemain. Juara I, putaran pertama adalah Torre dan Dorfman. Putaran kedua akan diadakan di Manila. (or)

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"TAK ada kompromi," kata Ardiansyah. "Saya akan fight (bertarung habis-habisan." Master Internasional itu berbicara sebelum melangkahkan bidak dalam Sirkuit Catur Grandmaster Asia 1979 di Jayakarta Tower Hotel, Jakarta, akhir Mei lalu. Ternyata pekan lalu ia, seusai turnamen, tercecer. Dan tiada katrol bagi siapapun. Putaran pertama turnamen ini -- diikuti oleh 11 pemain, 4 di antaranya adalah atlit domestik -- memungkinkan tuan rumah untuk mengorbitkan pemain nasional meraih gelar International Master Result (IMR). Jika mau, dengan sistim katrol atau kasak-kusuk, lawan dan kawan sendiri bisa saling menukar angka kemenangan. Dari 4 pemain nasional, Eddy Handoko dan Benny Killeng adalah atlit yang sedang melangkah ke jenjang IMR itu. Tapi Ketua Panitia Penyelenggara, Jusuf A.R. tampak ingin bersih dalam kejuaraan kali ini. Keduanya, Handoko dan Killeng, baru Master Nasional. "Tidak akan ada main orbit-orbitan," kata Jusuf. "Kita menginginkan kemampuan yang diperlihatkan dalam sirkuit ini adalah prestasi murni, bukan prestasi di luar kemampuan sendiri." Artinya, Handoko dan Killeng -- sekalipun bertemu dengan Ardiansyah atau Arovah Bachtiar -- tidak akan boleh secara gampang mengantongi angka kemenangan. Jusuf memang tegas. Setelah Handoko mengalahkan 3 kawan sendiri, dan membutuhkan 1 angka lagi untuk meraih gelar IMR, sama sekali tak terbetik keinginan untuk mengatrolnya. Buktinya, ketika di partai terakhir Handoko berhadapan dengan Yuri Averbach, Grandmaster dari Rusia. Kalau Jusuf mau, sedikit memainkan peran rasanya Handoko akan bisa meraih IMR itu, mengingat partai itu menentukan. Untuk meraih IMR dibutuhkan angka kemenangan 6. Partai Handoko melawan Averbach berakhir remis. Peluangnya untuk meraih IMR dari sirkuit ini tertutup sudah. Tapi Handoko mengantongi nilai 5« dengan permainan dan semangat bertanding yang mengesankan. "Anak ini bakal jadi," puji Grandmaster Joseph Dorfman, dari Rusia. Dorfman mungkin benar. Dalam sirkuit ini, Handoko menempatkan diri di urutan ke-5 sesudah 4 Grandmaster -- Eugene Torre, Dorfman, Averbach, dan Raymond Keene. Bagaimana dengan 3 peserta nasional lainnya? Ardiansyah ternyata kali ini tampak tak begitu siap. Tak ada partainya yang mengesankan, meski ia sempat bermain remis dengan Dorfman. Juga tidak menonjol langkah Killeng dan Arovah. Ketiganya menempati urutan paling bawah. Killeng (4«), Ardiansah (3), dan Arovah (2«). Juara putaran pertama Sirkuit Catur Grandmaster Asia 1979 adalah Torre (6«) dan Dorfman (6«). Putaran kedua dimainkan di Manila mulai 15 Juni ini. Indonesia akan diwakili oleh Arovah Bachtiar, Ardiansyah, Benny Killeng, dan Jacobus Sampouw atas permintaan panitia penyelenggara. Sedang Eddy Handoko dipersiapkan untuk kejuaraan lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus