PAMOR tim bulutangkis Indonesia kembali melonjak. Dalam
Kejuaraan Bulutangkis Dunia II di Istora Senayan, Jakarta,
mereka menyabet empat gelar kampiun. Cuma satu yang terlepas
pekan lalu. "Benar-benar penampilan luar biasa," komentar
Herbert A. Scheele, tokoh International Badminton Federation
(IBF). "Pemain Indonesia pantas untuk menyandang keempat gelar
itu." Kekalahan atlet lain dianggapnya bukanlah disebabkan oleh
panasnya Jakarta, melainkan oleh kemampuan mereka yang kurang.
Loncatan spektakuler juga diperlihatkan oleh juara All England 8
kali, Rudy Hartono. Dalam usia 31 tahun, Rudy ternyata masih
bisa memperlihatkan ketrampilan yang memukau. Di final (31 Mei)
ia mengalahkan Liem Swie King dengan angka meyakinkan 15-9 dan
159 dalam tempo 33 menit. "Ah, saya cuma menang mujur,' katanya.
Pasar taruhan di malam final itu, menurut cerita pelatih Ferry
Sonneille, adalah 1-5 untuk Rudy.
Di kertas, semua pelatih Indonesia melihat Rudy kalah dari King.
Ia kalah dalam soal stamina maupun kecepatan. Kclebihannya cuma
dalam teknik dan pematangan seorang juara. Tak heran dalam
Kejuaraan Bultangkis Dunia II ia cuma disebut-sebut untuk bemper
dalam menahan laju Prakash Padukone, juara All England 1980 dari
India saja. "Saya sedih," ujar Rudy selepas pertandingan.
"Mengapa saya yang keluar sebagai juara? "
Tentang kekalahannya itu, King mengaku kelasnya memang masih di
barah Rudy. Tapi ada yang melihat bahwa klimaks permainan King
adalah waktu menundukkan Lius Pongoh di semifinal. Sehingga
waktu melawan Rudy, 24 jam kemudian, dia berada dalam grafik
menurun. Berbeda dengan kekalahannya ketika melawan Han Jian
dalam dwilomba Indonesia-RRC di Singapura (Februari) maupun
Prakash di All England (Maret), kali ini King tampak tak begitu
'terpukul'. Waktu upacara penutupan ia ikut berdefile.
Pertarungan dalam partai tunggal memang tercatat mengesankan
bagi tim Indonesia. Bukan cuma lantaran Rudy berhasil tampil
dengan 'kejutan' besar, tapi juga karena di partai ini Indonesia
berhasil menempatkan empat semi-finalis. Dan lawan yang
disingkirkan adalah nama-nama besar pula, seperti Prakash dan
Morten Frost Hansen dari Denmark. Prakash dikalahkan oleh
Hadiyanto, dan Hansen oleh Lius Pongoh.
Diakui oleh Prakash maupun Hansen kekalahan mereka semata-mata
disebabkan lawan jauh lebih baik. "Saya tak mcnyangka Hadiyanto
begitu maju," ujar Prakash. "Lius juga saya lihat begitu."
Menurut pelatih Malaysia, Punch Gunalan, kegagalan Prakash ada
kaitannya dengan kekalahannya melawan Misbun Sidek dalam
pertandingan 'pemanasan' di Kuala Lumpur, 17 Mei. "Klimaks dari
Prakash tahun ini adalah Maret lalu," sela pemain Meksiko, Roy
Diaz Gonzales. "Tidak mungkin dalam tempo 1« bulan ia bisa
mencapai kondisi puncak lagi."
Yang mengalami nasib malang pula adalah Ivanna Lie Ing Hoa, yang
selama di pelatnas jarang terkalahkan oleh Verawaty Wiharjo.
Justru dalam final Kejuaraan Bulutangkis Dunia II ia tak
berkutik sama sekali. Ia cuma meraih 4 angka untuk dua set
permainan. Skor akhir adalah 11-1 dan 11-3 buat Verawaty. "Saya
merasa ditantang. Itulah yang membuat saya bertekad untuk
menang," kata Verawaty.
Satu-satunya gelar yang lolos dari tim Indonesia adalah ganda
putri. Pasangan Verawaty/lmelda Wiguna telah dibuat tak berkutik
oleh lora Perry/Jane Webster, juara All England 1980 dari
Inggris. Kekalahan ini, menurut Ferry dikarenakan Imelda bermain
tegang. Dan lawan dengan cerdik memanfaatkan kelemahan itu.
"Ketegangan itu tidak semestinya terjadi," lanjut Ferry, karena
mereka bermain di depan publik sendiri.
Partai lain yang dimenangkan Indonesia adalah ganda putra atas
nama Christian Hadinata/Ade Chandra dan pasangan campuran
Christian/lmelda.
Di luar arena pertandingan IBF mencatat sukses. Tiga anggota,
Muangthai, Bangladesh? dan Korea Selatan, yang sebelumnya
berpaling ke World Badminton Federation (WBF) kembali memasuki
IBF. "Kami ingin ikut kembali dalam perebutan Piala Thomas,
Piala Uber, Al-England, dan sebagainya," demikian Charoen
Watanasin dari Muangthai. "Itu dimungkinkan kalau kami berada
dalam IBF."
Watanasin dalam sidang IBF kemarin mewakili Thailand Badminton
Federation (TBF) yang merupakan organisasi tandingan Badminton
Associaton of Thailand (BAT), anggota WBF. Ketua IBF, Stellan
Mohlin menyebut masuknya TBF merupakan kemenangan moril bagi
IBF. "Soal dalam negeri itu urusan mereka," katanya. "Yang jelas
TBF mengajukan permohonan yang memenuhi syarat."
'Keretakan' di tubuh anggota WBF, mcnurut Scheele, akan
mempercepat proses berakhirnya organisasi tandingan IJF itu.
"Tidak akan makan waktu lama lagi," ramalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini