PARA pengrajin dan industri kecil lainnya tak lama lagi akan
mendapat etalase. Semacam Taman Mini industri. Atau lebih tepat
kalau disebutkan Desa Kerajinan. Karena di sini akan berkumpul
mereka yang bergerak dalam industri kecil. Mulai dari komoditi
kulit sampai emas imitasi. Letaknya di pinggir kota.
Bulan November mendatang Yogyakarta sudah akan memiliki sebuah
Desa Kerajinan yang terletak 8 km di luar kota. Dibangun di atas
tanah seluas 4,6 ha dengan biaya sebesar Rp 1,5 milyar. Kemudian
Desember bulan berikutnyaakan berdiri pula di taman dekat kota
Sidoarjo, Jawa Timur. Di sini Desa Kerajinan itu terletak di
atas tanah seluas 8 ha, menelan biaya Rp 1,4 milyar.
DK ini nantinya merupakan pusat kerajinan dari berbagai cabang
industri kecil. Benih ide "desa" ini datang dari beberapa
pengusaha di Yogyakarta. Sumihardjo (pengusaha batik Giri
Kencana), Sukardjo (batik), Habib Pramuhardjono (batik), Pramono
Mulyoseputro MD (Perak), Praptowihardjo (keris), Tjiptodihardjo
(logam galvani) dan Moch. Salim Bsc. (kulit) memang sudah lama
bekerja sama untuk menghadapi sesuatu pesanan. Lantas muncul
pikiran untuk menghimpun perusahaan mereka yang berpencaran itu
di satu kawasan.
Ketika gagasan itu disampaikan kepada Menteri Perindustrian
Abdoel Raoef Soehoed kontan saja dia sambut. "Ide itu mengena di
hati saya," katanya ketika meletakkan batu pertama Desa
Kerajinan di Yogyakarta. Lagi pula sesuai benar dengan RAPBN
80/81 yang memberikan perhatian cukup besar untuk sektor
industri kecil. Khususnya pembangunan Mini Industrial Estate di
berbagai tempat. Untuk Desa Kerajinan di Sidoardjo saja,
pemerintah menyediakan bantuan sebesar 40ø/0 dari seluruh biaya
yang Rp 1,4 milyar.
Kancing Rem
Dengan mengelompoknya pengusaha industri kecil itu semangat
berkoperasi diharapkan bisa tumbuh. "Di sini pula tempatnya para
pengusaha belajar bekerjasama dalam menghadapi order besar,"
kata A.R. Soehoed. Yang perlu diperhatikan, katanya, pelayanan
bagi mereka yang ada di dalam desa maupun di luar supaya
seimbang. Fasilitas mesin, bengkel dan laboratorium supaya
samasama dapat dimanfaatkan.
Apakah dengan berdirinya Desa Kerajinan ini nanti para pengrajin
yang berada di luar akan terpukul? "Saya rasa tidak," ujar
Pramono Mulyoseputro, direktur pemasaran PT Wiraswasta Manunggal
-- PT yang merupakan hasil gabungan dari 7 perusahaan yang jadi
sponsor Desa Kerajinan di Yogyakarta itu. "Sebab TMI ini
mewakili obyek yang ada di seluruh Yogyakarta. Kayak Taman Mini
begitulah," katanya. Jadi kalau ada yang tak sempat menelusuri
industri di seluruh Yogya, mereka bisa meneropong lewat DK itu.
Di Yogyakarta DK itu meliputi 30 kapling. Sudah 38 perusahan
yang mendaftar. Sedangkan yang di Taman akan menampung 170
industri kecil. Yang mendaftar hampir 300. Di situ nanti akan
diproduksi macam-macam komoditi. Perak, emas, rotan, bambu,
gamelan dan ukiran kayu. Lengkap pula denan pusat perdagangan
di mana hasil industri tadi bisa dipajang.
Rupanya tak semua industrialis cilik itu kepingin masuk Desa
Kerajinan. Macam-macam alasannya. Mulai dari soal kekhawatiran
tak mampu melunasi kredit untuk kapling dan bangunan, sampai
ongkos transpor mondar-mandir dari dan ke rumah.
Satu di antara mereka adalah Achad Thoyib pengrajin onderdil
mobil. Hebat juga bapak ini: 200 macam onderdil dikerjakannya
di Ngingas, sekitar 10 km dari Desa Kerajinan Taman, Sidoardjo.
Ia membuat kancing rem sampai klem dinamo. Sebulan omsetnya
sekitar Rp 5 juta. Ia merasa sudah betah di bengkel yang
terletak di belakang rumahnya. "Jam 7 pagi begini sudah bisa
mulai kerja biar pakai sarung. Pindah ke Taman wah repot
menunggu datangnya buruh, tambah ongkos lagi," katanya. Ia
mempekerjakan sekitar 40 buruh yang adalah juga tetangganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini