WAJAH Sudirman tampak merah padam, menahan marah, ketika ke luar
dari sebuah restauran di pusat pertokoan Ratu Plaza, Jakarta. Ia
baru saja mengadakan pertemuan dengan lima formatur yang semula
mencalonkannya tapi bersyarat untuk jabatan Ketua Umum PBSI
periode 1981-1985. Mereka, kata Sudirman, "mau memecah belah
PBSI."
Abdul Kadir, ketua formatur, membantah tuduhan Sudirman itu
pekan lalu. "Yang ingin kami pisahkan adalah trio
Sudirman-Titus-Suharso," katanya. Dalam kepengurusan Sudirman
periode empat tahun lampau Titus (Kurniadi) jadi bendahara dan
Suharso (Suhandinata) menjabat Ketua Bidang Luar Negeri PBSI.
Tidak jelas alasan pemisahan trio itu, tapi menurut Kadir,
"sesuai dengan amanat Kongres PBSI di Bandung, awal Oktober."
Terdengar cerita dalam Kongres itu bahwa mereka tidak disukai
daerah. Bahkan ada yang menuduh Titus dan Suharso telah
menyalahgunakan jabatan untuk popularitas pribadi. Titus dan
Suharso keduanya pengusaha, membantah.
"Apa bukan lantaran kedua orang itu Cina?" tanya Sudirman.
"Tidak," jawab Kadir. "Kalau begitu," ujar bekas Ketua Umum PBSI
itu pula, "tuan-tuan berlaku seperti Belanda memecah
Soekarno-Hatta. Saya tak mau dikuasai." Pertemuan Sudirman
dengan lima formatur itu akhirnya menemui jalan buntu.
Menurut Sudirman, Kongres PBSI 1981 sebetulnya tidak menemukan
cacad Titus maupun Suharso. Selaku Bendahara, Titus bahkan
menyetor saldo sebesar Rp 21 juta--suatu hal yang jarang terjadi
selama ini. Sedang Suharso dinilai berhasil membuat PBSI
berperan dalam penyatuan International Badminton Federation
(IBF) dan World Badminton Federation (WBF). "Mengapa mereka tak
boleh saya pakai?" kata Sudirman.
Rupanya sikap formatur dalam pertemuan di Ratu Plaza telah
menyakitkan hatinya. Ia lantas menolak jabatan Ketua Umum PBSI
yang ditawarkan. Sudah selama hampir 25 tahun PBSI dipimpinnya.
Di zaman kepengurusannya supremasi bulutangkis Indonesia
tercapai.
Sebagai pengganti Sudirman, formatur Senin malam, dengan suara
bulat, mengukuhkan Ferry Sonneville. "Saya terima tanggungjawab
itu karena himbauan teman-teman. Terutama eks pemain " kata
Ferry.
Tantangan yang dihadapi PBSI di masa depan cukup besar. RRC,
yang selama ini di luar "pagar", sudah bergabung dengan IBF.
Tapi Ferry, menurut dia, optimistis Indonesia masih bisa menang
lawan RRC dalam perebutan Piala Thomas di London, Mei 1982.
Tetap akan dipakai Liem Swie King dkk, katanya.
Ferry dalam kepengurusannya didampingi sejumlah muka baru.
Antara lain Rudy Hartono di bidang peminaan dan Tahir Djide di
bidang komisi teknik. Wajah lama dalam pengurus inti cuma P.
Sumarsono yang kini menangani bidang organisasi dan luar negeri.
Ia sebelumnya di bidang pembinaan. "Saya yakin Ferry dkk. akan
berhasil mempertahankan supremasi bulutangkis Indonesia," kata
Kadir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini