"SAYA mau jadi juara," kata pelari cilik asal NTT. Dan dalam
kejuaraan atletik di Ipoh, Malaysia (21 Oktober) Katarina
Nesimnasi turun ke lapangan tanpa sepatu. Jari-jari kakinya
dibalut plester untuk mengurangi rasa panas. Pelatihnya,
Agustinus Parera, berpesan: "Ikuti nomor satu, tapi kalau bisa
lewati saja."
Benar saja. Pada putaran ke (sekali putaran 400 m) dan
seterusnya, pelari berambut keriting dan berkulit hitam gelap
ini, melaju dengan enteng. Ia melewati atlet Singapura,
Jayamani, yang pernah jadi bintang SEA Games '79. Jarak 3.000 m
akhirnya dimenangkannya dengan waktu 10 menit 36 detik. Di
belakangnya, lebih 15 detik barulah Jayamani mencapai finish.
Bagai ratu cilik, anak NTT itu dielu-elukan penonton.
Katarina, 13 tahun, yang selalu dipanggil Rin, tergolong pelari
alam. PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) NTT,
menjumpainya dua bulan menjelang PON X. Ketika program atletik
masuk desa digalakkan, bersama Rin muncul Welmintje Sombay.
Keduanya dalam PON X tak mengecewakan. Katarina mendapat
perunggu, sedang Welmintje meraih perak untuk jarak 3.000 m.
Alam Desa Soelaku, ternpat kelahiran Katarina, ikut menempanya
jadi pelari. Dari rumah ke sekolahnya yang berjarak 5 km,
turun-naik, ia tempuh dengan lari. Sepulangnya dari sekolah, ia
bahkan sesekali menenteng kayu bakar untuk dapur orang tuanya.
Ia baru duduk di kelas III SD dan menjadi anak bungsu dari 7
bersaudara. Ayahnya telah meninggal. Ibunya kemudian menikah
lagi.
Boneka besar telah dibelinya sepulang dari Malaysia. Sebelum
tidur boneka itu ditimangnya, dikeloni. Ia dikenal sering
menangis kalau rindu pada orang tiia dan kampung halaman. "Tapi
sekarang tidak lagi," kata Leonora Siahainenia, atlet tolak
peluru yang sekamar dengan Katarina. Cuma karena Rin ini masih
suka bikin kesal, "saya cubit saja," katanya lagi.
Selesai latihan, Rin langsung melonjorkan kaki. Jari tangannya
bergerak ditanah, menggambar sesuatu. "Program latihan memang
setengah main-main," kata Agustinus Parera. Yaitu seenaknya
saja.
Ada kemungkinan ia dikirim ke SEA Games. Keberangkatannya ke
Manila akan ditentukan sesudah hasil tes 22 November. Menurut
dokter yang memeriksa, jantung Rin cepat normal kembali meski
sudah berpacu kencang.
Dibanding Welmintje, menurut pelatihnya, Katarina berada di
bawah sedikit. Welmintje mempunyai teknik berlari lebih baik.
Kelebihan Katarina ialah tak pernah sakit.
Dua hari setelah prestasi Katarina di Ipoh, dari lomba mini
maraton Hang Ten, Bangkok, Gatot Sudarsono muncul sebagai juara
I. Ia berhak mendapat hadiah kurang lebih Rp 750 ribu, plakat
dan medali. Jarak 30 km ditempuhnya dalam waktu 1 jam 51 menit
21 detik. Juara 11, Yacub Attarury (1 jam 52 menit 12 detik)
juga dari Indonesia.
Lomba sore itu dimulai dengan gerimis. Kemudian angin dan hujan
hingga pada km 10. Banyak peserta yang berjumlah 950 itu
mengeluh atas cuaca itu. Gatot waktu itu hanya mampu menempel
atlet Nepal, Shrestha Mukundhari (juara III). Barulah 2 km
menjelang finish, Gatot bisa memimpin di depan.
Gatot Sudarsono, 18 tahun, bertubuh kecil. Berat badannya 46 kg
dengan tinggi 166 cm. Siswa SMA kelas III IPA ini bercita-cita
jadi arsitek. Ayahnya sangat mendorong. Si ayah yang juga
pelatihnya, M. Asro, menargetkan dua atau tiga tahun lagi Gatot
harus berkaliber internasional. "Saya sedang cari jalan," kata
Asro. Kejuaraan di luar negeri sudah beberapa kali diikuti
Gatot.
Dalam Hang Ten kali ini, pada bagian putri atlet Bangkok Yupin
Lohachart jadi juara I dengan waktu 2 jam 17 menit 44 detik,
yang disusul Sin Chen (Indonesia) dengan waktu 2 jam 35 menit 28
detik. Kemudian Titik Lestari (juara III), juga dari Indonesia,
memasuki finish (2 jam 40 menit 34 detik).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini