Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI atas tatami-tikar, lantai arena tanding judo-Mohammad Syaiful Raharjo, 28 tahun, mengusap titik air mata. Di depannya, tertegun pejudo asal Thailand, Surawut Petsing, yang tiga tahun lebih muda daripada Syaiful. Surawut tak percaya pada keputusan wasit yang menilainya kalah mutlak (ippon).
Duel di final SEA Games di Expo Hall 2, Singapura, pada 6 Juni 2015 itu memang mengejutkan. Tampil tenang, tiba-tiba dengan tangan kanannya yang sejak awal mencengkeram bahu kanan Surawut, Syaiful melancarkan Seoi Nage-teknik lemparan bahu membanting tubuh lawan. Brukk! Tubuh Surawut terpelanting saat pertandingan baru berlangsung 59 detik.
Tim judo Indonesia jadi juara umum dengan mengantongi empat medali emas, satu perak, dan dua perunggu. Keberhasilan ini menyelamatkan muka Indonesia, yang terpuruk di posisi kelima perolehan medali. Inilah buah latihan berat selama hampir satu setengah tahun sejak Maret 2014 di pemusatan latihan nasional. Tujuh bulan pertama, mereka berlatih di Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia di Jakarta.
Setiap pukul enam pagi, mereka berlari jarak pendek 50-100 meter, kemudian sprint 400 meter sebanyak lima set dalam dua jam. Siang hari, mereka menjalani latihan angkat beban. Sedangkan sore berlatih teknik judo dan sparing. Malamnya, para pejudo ini kembali berlatih tarik dan kocok tambang berukuran besar untuk memperkuat otot tangan. Melalui seleksi ketat, sepuluh pejudo terpilih dan akan diberangkatkan ke Korea.
Di Korea, tim putra berlatih di Institute of Technology Yeou Ju dan tim putri di Yong In University. Tiba di Negeri Ginseng akhir Januari 2015, mereka disambut hujan salju dan cuaca dengan suhu minus 15 derajat. Syaiful mengaku tersiksa karena beban latihan akan lebih berat. "Setiap hari harus bangun pukul enam latihan fisik lari sprint dan naik-turun anak tangga curam yang panjangnya mencapai hampir satu kilometer," katanya.
Menghadapi latihan seperti itu, fisik atlet Indonesia pun cepat kedodoran. Pejudo Gerard Christopher George punya pengalaman bagus. "Meskipun sudah diforsir di Indonesia, satu bulan pertama di Korea saya tetap dibanting saat sparing karena fisik masih kurang kuat," ujarnya. Baru pada bulan ketiga Gerard mulai bisa mengimbangi atlet judo Korea. "Sebab, setiap hari, selain latihan fisik dan teknik, kami melakukan sparing dengan mereka."
Meski Jepang merupakan kiblat judo dunia, sistem latihan di Korea lebih efektif. "Jepang tak terlalu memperhatikan fisik, hanya soal teknik," kata Syaiful. Pada SEA Games di Myanmar itu, ia hanya berhasil meraih perunggu. Saat SEA Games dua tahun lalu, Syaiful berlatih ke Jepang dan Taiwan.
"Kami putuskan porsi latihan fisik di Indonesia disamakan dengan sistem di Korea," ucap manajer judo untuk SEA Games 2015, Brigadir Jenderal Zaedun. Hal itu dilakukan agar para atlet bisa menyesuaikan diri saat berlatih di Korea. "Harus kami siapkan mereka dari awal agar bisa berlatih dengan maksimal." Di Korea, menurut pelatih tim judo Bambang Prakasa, kampus menjadi tempat melahirkan atlet judo kelas dunia.
Bulan pertama di Korea, atlet judo yang kekar-kekar itu babak-belur dibanting pejudo Korea. Mental mereka drop karena selalu kalah. "Saya turunkan kelas latihan ke SMA agar mereka bisa merasakan membanting agar motivasinya kembali tumbuh," kata Bambang.
Setelah puas membanting-banting anak sekolah menengah atas, para atlet kembali dikirim ke dua kampus tadi dan berkeliling mencari "musuh" di kampus-kampus lain. Mereka harus kembali melawan atlet judo kelas atas di Korea. "Awalnya mereka masih babak-belur, tapi pada bulan ketiga sudah bisa mengimbangi," ujarnya.
Pola latihan yang berpindah-pindah membuahkan hasil. Mereka bisa belajar teknik secara variatif yang dapat diterapkan di atas arena tanding. "Saat SEA Games kemarin, kualitas atlet judo Indonesia dua tingkat di atas rata-rata negara lain. Program seperti ini harus berkelanjutan," kata Bambang.
Agar performa atletnya tetap prima, Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) akan kembali mengirim mereka ke Korea pada Agustus mendatang. Ketua Pembinaan Prestasi PJSI Irwan Prakarsa mengatakan program pengiriman atlet ke luar negeri akan dilakukan secara berkelanjutan hingga menjelang Asian Games 2018, yang akan digelar di Jakarta. "Kami harus mendapatkan medali di Asian Games," ucapnya.
Angga Sukmawijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo