MINAT terhadap olahraga lari ternyata makin menggelombang. Di
jalan silang Monas, Jakarta hari Minggu, 22 Oktober pagi tak
kurang dari 9.000 warga ibukota, di antaranya terdapat atlit
nasional, ikut lomba lari memperingati 50 tahun Sumpah Pemuda.
Jarak tempuh dari acara ini adalah 5, 10 dan 28 km.
Melubernya peminat terhadap olahraga lari menggembirakan,
memang. Tapi di balik itu, ada kecemasan: lomba ini terlalu
berbau komersialisasi, kata yang mengril:ik. Misalnya, ada
hadiah margarine dari suatu perusahaan. Lebih dari itu untuk
juara pertama lomba 28 km, misalnya, panitia menyediakan Honda
Bebek, yang harganya sekitar 200.000 rupiah. Sementara itu
menurut peraturan Federasi Atletik Internasional (IAAF, Seorang
atlit amatir tidak diperkenankan menerima hadiah dari suatu
perlombaan melebihi nilai 100 dolar AS (41.700 rupiah).
Melanggar dari ketentuan IAAF itu dapat menyebabkan si atlit
dijatuhi hukuman. Antara lain, berupa larangan untuk mengikuti
pertandingan atletik nasional maupun internasional.
Merangsang
Tidakkah merangsang atlit untuk berlomba, seperti lomba lari 50
tahun Sumpah Pemuda, dengan menyediakan perangsang berupa Honda
Bebek, merupakan pelanggaran dari ketentuan IAAF? "Menurut
saya, tidak menyalahi," kata Yusuf Adisasmita, Komisi Perwasitan
PASI yang merangkap sebagai Wakil Ketua Pelaksana Lomba Lari
Sumpah Pemuda. "Ini bukan pertandingan profesional. Ini
pertadingan insidentil."
Mengenai pemberian hadiah dari panitia bagi pemenang, menurut
Adisasmita, adalah untuk merangsang minat peserta. "Kelak kalau
lomba semacam ini sudah jadi kegemaran, hadiahnya tidak akan
ada," lanjut Adisasmita. Sementara itu Sekjen PASI, Suyono,
mengakui, adanya hadiah perangsang ini memang merugikan. Bisa
mengaburkan status amatir seorang atlit. Tapi, "untuk
memassalkan olahraga lari di sini tanpa adanya perangsang, ya,
susah" kata Suyono.
Di antara atlit nasional yang ikut Lomba Lari Sumpah Pemuda
kemarin, nampaknya ada yang berfikiran jauh. Misalnya Abdul
Rachman Zakin, pelari 800 m dan 1.500 m yang dipersiapkan untuk
Asian Games VIII di Bangkok, Desember depan. Zakin ikut nomor 28
km dan menempati urutan ke 3. Menurut pengakuannya, ia mengikuti
perlombaan karena itu merupakan ujian dari persiapannya. Ia ikut
atas izin pelatihnya, Awang Papilaya. "Mengenai hadiahnya, saya
tidak akan terima. Untuk menghindarkan agar saya tidak diskors,"
kata Zakin.
Juga pelari nasional wanita, Lelyana Tjandrawidjaja ikut nomor
28 km. Ia juara pertama untuk golongan wanita. "Saya ikut bukan
mengejar hadiah. Tapi untuk menambah daya tahan," katanya.
Agaknya di antara 9.000 peserta pagi yang ramai seperti karnaval
itu bisa diduga 75% bersikap mirip Lelyana, "bukan mengejar
hadiah". Jadi buat apa ada hadiah, lain kali?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini