Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mereka Belum Siap

Pemerintah melarang ekspor kayu bulat (log) ramin kecuali dalam bentuk sudah digergaji. Jenis ramin termasuk langka. Pemegang HPH Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan meminta ada masa peralihan.(eb)

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang sudah berlaku di banyak negara lain akhirnya dicoba untuk dilaksanakan di Indonesia. Belum semua, tapi selektif: Pemerintah sejak pertengahan bulan lalu, telah melarang semua pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mengekspor kayu bulat (logs) ramin, kecuali dalam bentuk sudah digergaji (sawn timber) Alasan jenis ramin ini tersohor langka. Di kawasan Asean, cuma di Indonesia saja adanya, selain juga di Serawak. Itupun terbatas tumbuh di kawasan tanah rawa hutan Kalimantan Barat Tengah dan Selatan dan sedikit di Riau. Banyak juga yang senang dengan langkah pemerintah ini. Sebelumnya, di tahun 1976, adalah ramin bulat keluaran Kalimantan Barat yang dilarang ekspor. Tapi kini sudah berlaku secara nasional. Banyak peserta dalam Kongres Kehutanan Sedunia yang pekan lalu berlangsung di Jakarta, turut menyambutnya. Tidak ketinggalan, tentu saja, Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI) Pusat. "Itu baik sekali," kata direktur eksekutif MPI Pusat ir. Sadikin Djajapercunda. "MPI mendukung sepenuhnya." Tapi dari daerah terdengar suara lain, terutama dari para pengusaha atau pemegang HPH itu. Moh. Kameron, direktur PT Tanjung Raya Ltd. beranggapan para pengusaha belum siap. Sebabnya? "Cuma sebagian kecil pemegang HPH yang memiliki sawmill," katanya kepada pembantu TEMPO Syahran Kameron, yang juga aktif sebagai pengurus MPI Kal-Sel/Kal-Teng beranggapan masih dibutukan waktu penyesuaian. Menurut dia, Tanjung Raya grup, perusahaannya, tak akan terpukul, karena memiliki penggergajian sendiri. Tapi kendati demikian Kameron menyampaikan berita yang mengagetkan juga: dari 5 kamp yang dimiliki Tanjung Raya, baik di Kal-Sel maupun Kal-Teng, sudah bisa dipastikan 4 sampai 500 buruhnya bakal diberhentikan. Sebuah sumber MPI di Kal-Sel bahkan memperkirakan sekitar 4.000 buruh tebang dan bongkar muat di pelabuhan akan kehilangan perkerjaan, gara-gara si ramin bulat dilarang ekspor. Proses penebangan ramin itu sampai sekarang dikerjakan secara semi mekanis alias masih padat buruh juga. Sedang penggergajian yang ada terbatas kapasitasnya, hingga tak akan mampu kalau diminta menampung jumlah ekspor biasanya. Dari Kal-Sel dan Kal-Teng, setiap bulan ekspor ramin bulat rata-rata sekitar 90.000 M3. Maka, bagi para pengusaha yang tergabung dalam MPI Kal-Teng dan Kal-Sel, mereka lebih suka mengekspor ramin bulat daripada mengekspor ramin gergajian. Merekapun menghimbau pemerintah agar memberi masa peralihan, daripada nantinya dituding melakukan pemberhentian massal. "Toh yang menyetop ekspor bukan pengusaha," kata seorang pengurus MPI setempat yang lain. Itu memang benar. Tapi yang patut dipertanyakan adalah: Mengapa larangan yang berlaku di Kal-Bar dua tahun lalu, tak membuat para tetangganya bersiap-siap menumbuhkan usaha penggergajian? Apalagi sudah menjadi tekad pemerintah bahwa ekspor log itu adalah sesuatu yang sementara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus