Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Biar Pelan Asal Nyata

Dirjen Kehutanan Soedjarwo & seluruh peserta kongres kehutanan sedunia menanam 53 jenis pohon. Areal tanah di Senayan akan dijadikan pusat kehutanan, dananya berasal dari sumbangan pemegang HPH. (eb)

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA sekitar 2.000 orang berkumpul di lapangan terbuka maupun di bawah tenda upacara di sebelah kompleks gedung DPR/MPR Senayan, Ahad lalu. Merekalah para peserta Kongres Kehutanan Sedunia, pramuka dan panitia. Hari itu para wakil 82 negara peserta dan belasan organisasi internasional akan meninggalkan tanda mata bagi tuan rumah, Jakarta Pohon hidup yang ditanam setiap delegasi. Lebih 200 batang pohon dari 53 jenis terpenting di Indonesia telah dikumpulkan oleh panitia. Begitu kata Ketua Kongres, Dirjen Kehutanan Soedjarwo dalam kata sambutannya. Dia sendiri pada kesempatan itu, begitu pula Asisten Dirjen FAO bidang Kehutanan dan Gubernur DKI Tjokropranolo ikut menguruk pohon Ficus benyamina L., yang lebih dikenal sebagai beringin. Sedang pohon lain yang sudah disiapkan oleh panitia anak buah Soedjarwo, meliputi pohon komersiil seperti meranti, kayu hitam, cemara, kayu damar, kayu putih dan masih 47 jenis lain. "Tempat ini akan menjadi taman hutan miniatur di mana burung-burung akan memperoleh perlindungan yang aman," begitu harapan Soedjarwo. Kepala Kerbau Buat Dirjen Soedjarwo, acara tanam pohon ramai-ramai itu juga merupakan upacara tanam kepala kerbau bagi proyek idaman Pusat Kehutanan (Forestry Centre) Saat ini, di tanah belasan hektar yang telah ditanami 101 anakan pohon itu yang ada baru pelataran beton. Serta sebuah patung tembaga berwujud aneh, dengan pahatan pesan para peserta kongres yang diresmikan oleh Dirjen Soedjarwo dengan ayunan mandau Kalimantan Timur. Sepasang lelaki dan perempuan suku Kayan berdiri di sampingnya, dan pengawal-pengawal Bali lengkap dengan payung kerajaan menaungi sang Dirjen. Pusat Kehutanan yang mau dibangun itu, bakal merupakan pusat seluruh kegiatan yang berhubungan dengan hutan. Baik para pemegang HPH, pengusaha kayu lainnya maupun aparatur Ditjen Kehutanan yang saat ini tersebar di Jakarta dan Bogor. Cuma kapan selesainya, Soedjarwo belum dapat menyebutkannya. Pokoknya, "pelan-pelan sajalah," kata sang Dirjen. Proyek itu tak sedikit biayanya. Kata Soedjarwo kepada George Y. Adicondro dari TEMPO: "Dulu ditaksir akan menelan Rp 15 milyar. Tapi sekarang pasti lebih." Dari mana biayanya? "Dulu, kami ada minta sumbangan dari para pemegang HPH." Imbalannya, nama perusahaan penyumbang itu akan dipahat di atas batu marmar di kompleks Gedung Kehutanan itu kelak. Permintaan sumbangan ini ada dirasakan sebagai 'sumbangan wajib' oleh sementara pengusaha. Namun Soedjarwo membantah. "Kan tak ada imbangan fasilitas apa-apa," katanya. Menurut Dirjen, sampai sekarang baru kurang dari Rp 1 milyar sumbangan yang sudah masuk. "Walaupun yang menyanggupi sudah banyak," katanya. Tapi bicara soal sumbangan, beberapa pengusaha ada juga menanyakan ihwal Iuran Hasil Hutan Tambahan (IHHT), yang konon sudah melebihi $ 100 juta. Dana itu, menurut rencana, akan disalurkan untuk pemukiman kembali penduduk hutan dan pengerukan sungai-sungai yang jadi dangkal akibat erosi dan kayu-kayu gelondongan yang tenggelam. Seberapa jauh itu sudah dilakukan, banyak pemegang HPH ketika ditanya, cuma angkat bahu. Selain itu IHHT, maka lewat Keppres no. 48/1977 para pemegang HPH dan eksportir kayu bulat diwajibkan menyetor $ 1 untuk setiap M 3 kayu bulat. Dana itu, menurut Keppres itu, akan dipakai untuk "pengembangan armada angkutan kayu gelondongan dan industri kayu". Tapi sejak dua tahun lalu pemerintah setahap demi setahap berusaha menghentikan ekspor kayu bulat (lihat Kau Ramin). Maka pembelian kapal-kapal pengangkut kayu bulat (log carrier), oleh MPI dianggap akan mubazir saja. Tapi penyaluran dana itu untuk menumbuhkan industri kayu, menurut kalangan MPI Pusat, belum mereka rasakan. Untuk semua itu Dirjen Soedjarwo punya jawaban. "Memang pungutan seperti IHHT itu tak dimasukkan ke APBN. Tapi selalu saya laporkan kepada Menteri Keuangan. Kalau ada yang mau tahu dana-dana itu digunakan untuk apa saja, silakan datang langsung ke saya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus