Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati wajahnya tampak letih, wanita itu masih bersemangat. Berkali-kali dia membalas lambaian ta-ngan warga Papua di sepanjang perjalanan dari bandar udara menuju Balai Kota Jayapura. Bersama suami-nya dia bergabung dengan rombongan pemain Persipura yang baru pulang dari turnamen puncak Liga Indonesia di Jakarta.
Dialah Dinda Yuliawati, wanita yang dinikahi pelatih Per--sipura, Rahmad Darmawan, 12 tahun silam. Selama sua-minya melatih di Papua, Dinda jarang pergi ke sana. Ia -le-bih suka tinggal di Tangerang. ”Saya baru sekali ini merasakan kebanggaan yang luar biasa. Bangga terhadap suami, juga untuk tim yang dilatihnya,” katanya sambil menahan rasa haru.
Masih lekat di ingatan Dinda ketika suaminya meminta- izin untuk melatih tim Mutiara Hitam, tahun lalu, dia sem-pat menentang. ”Jarak Papua dan Tangerang kan tidak de-kat,” ujar ibu dua anak itu.
Dengan sabar Rahmad memberi pengertian kepada istri-nya. Dia juga menyampaikan keyakinannya untuk me-ngan-tarkan Persipura menjadi juara kompetisi 2005. ”Dan itu benar-benar terbukti,” kata Dinda.
Nama Rahmad Darmawan tidak asing lagi dalam dunia persepakbolaan nasional. Bermain di klub Persija, dia selalu terpilih sebagai pemain nasional pada 1987 hingga awal 1990-an. Hanya pada 1990 dia absen karena cedera.
Saat cedera itulah, dia mulai belajar menjadi pelatih. ”Saya tidak bisa lepas dari bola,” katanya. Mula-mula, Rahmad menerima tawaran untuk melatih tim sepak bola Bank Indonesia. Kebetulan, saat itu Rahmad- baru mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (SPOK) dari IKIP Rawamangun. Di sela-sela kesibukannya sebagai pelatih, dia pun mendaftarkan diri untuk menjadi anggota marinir.
Setahun kemudian dia dipercaya menangani tim Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)—sekarang TNI. Barulah pada 1998, Rahmad benar-benar tampil sebagai pelatih profesional setelah diminta menjadi asisten pelatih Persikota Tangerang sampai 2000. Beberapa tahun kemudian, dia pun diangkat menjadi pelatih kepala sebelum ak-hirnya -hijrah ke Persipura.
Bagi Rahmad, menjadi pelatih Persipura adalah sebuah tan-tangan. Jauh dari anak dan istri membuat dia sering me-rasa kesepian. Sedangkan di sisi lain, dia justru bisa lebih berkonsentrasi untuk membesut tim Mutiara Hitam. ”Bisa menjaga kebersamaan pemain sudah menjadi suatu kebang-gaan buat saya,” kata dia.
Keberhasilan Rahmad mengangkat performa tim, sebe-nar---nya, sudah terlihat sejak Persipura masuk delapan besar-. Tidak salah jika para pendukung Persipura memberi julukan Sang Dokter kepada pria kelahiran Lampung, 28 November, 1966, ini. ”Dia seperti seorang dokter. Setiap injek-si yang diberikan selalu tepat dan mengobati penyakit pa-siennya,” kata Wakil Manajer Persipura, Rudi Maswi.
Di lapangan, Sang Dokter sering mengambil keputusan yang sulit diduga. Misalnya saja ketika dia menarik Boaz Sa-los-sa, keponakan Gubernur Papua Jaap Salossa, dan meng-gan-tinya dengan Korinus Fingreuw pada final me-lawan Per-sija Jakarta. ”Banyak yang mempertanyakan keputus-annya. Orang baru menyadari belakangan kalau keputusan itu memang tepat,” ujar Iwan Nazaruddin, Manajer Hari-an- Persipura. Rahmad amat jeli mengetahui bahwa saat itu Boaz telah habis tenaganya, jika tidak diganti akan me-ngendurkan serangan Mutiara Hitam.
Suseno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo