Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pesawat Boeing 737-400 mendarat di Bandar Udara Sen-tani, Selasa pekan lalu, ribu-an warga langsung mengepung-nya. Petugas keamanan tidak berkutik, apalagi setelah beberapa sisi pagar pem-batas landas pacu roboh diterjang massa. Mereka pun berteriak histe-ris se-telah Wali Kota Jayapura, Ma-nase Ro-berth Kambu, muncul dari balik pintu pesawat. ”Hidup Persipura! Hi-dup Persipura!” Kambu yang belum sepenuhnya menjejakkan kaki ke bumi langsung diserbu dan digotong ramai-ramai.
Hari itu warga Papua bergembira, me-nyambut kedatangan tim Persipura- yang baru saja meraih gelar juara di Liga Djarum Indonesia 2005. Sejak -pu-kul 08.00 waktu setempat, mereka sudah me--madati ruang tunggu la-pangan terbang Sentani. Penantian mereka baru ber--akhir pukul 12.30, setelah pesawat yang membawa para pemain Persipura mendarat.
Bukan hanya Kambu, manajer tim Per-sipura, yang diperlakukan layaknya pah-lawan. Pemain, pelatih, serta para pe-ng-urus juga dielu-elukan. Sayup-sa-yup terdengar warga menyanyikan Mu-tiara Hitam, lagu yang pernah dipo-pulerkan grup musik Black Brother pada awal 1980-an. Lagu ini terinspirasi oleh kehebatan pemain-pemain Persipura dalam kompetisi sepak bola nasional kala itu. ”Sepertinya semua orang ke luar rumah. Semua menyambut kedatangan kami. Jalanan jadi lautan manusia,” kata pe-latih Persipura, Rahmad Darmawan.
Persipura tampil sebagai juara setelah menundukkan Persija Jakarta 3-2 di final pada Minggu dua pekan lalu. Inilah gelar yang dinantikan selama 25 tahun, se-kaligus mengembalikan kejaya-an tim berjulukan Mutiara Hitam itu. Sebelum-nya, klub yang berdiri pada 1950 itu per-nah merebut juara perserikatan pa-da- 1980. Saat itu Persipura diperkuat oleh pemain andalannya, seperti Mettu Dua-ramuri, Timu Kapissa, dan Yohanis Auri.
Setelah itu, prestasi Persipura me-redup, bahkan pada 1987 terperosok ke Di-visi I dan bercokol selama enam tahun di sana. Barulah pada 1993, Persipura kem-bali berlaga di Divisi Utama. Kendati tidak meraih gelar juara, si Mutiara Hitam selalu menyumbangkan pemain-pemainnya yang berbakat bagi tim nasi-onal, di antaranya Rony Wabia, Chris Yarangga, Alexander Pulalo, dan Eduard- Ivakdalam.
Tanda-tanda kebangkitan sepak bola Papua mulai muncul awal tahun ini. -Dimotori oleh pemain muda Boaz Salossa-, keponakan Gubernur Papua Jaap Salossa, tim Papua tampil memukau pada PON XVI di Palembang. Akhir-nya, me-reka menjadi juara bersama tim Jawa Ti-mur. Anak-anak muda inilah yang men-jadi pilar kekuatan Persipura. -Selain Boaz, ada sejumlah pemain berba-kat lain seperti Ian Kabes, Christian -Wo-rabay, dan Korinus Fingkreuw.
Bumi Cendrawasih selama ini memang dikenal kaya akan pemain-pe-ma-in-- sepak bola berbakat. Tak hanya memiliki fisik yang kuat dan mampu-- -ber-lari cepat, mereka umumnya juga pintar menggocek bola. Pelatih Rahmad Darmawan sudah lama mengetahui keunik-an yang dimiliki pemain-pemain Papua. Sebagai bekas pemain klub dan pemain nasional, dia pernah merasakan kehebatan mereka. ”Improvisasi mereka lebih- bagus dibandingkan pemain-pemain dari daerah lain,” kata dia. Itulah yang membuat Rahmad bersedia me-latih tim Persipura sejak tahun lalu.
Kenyataanya tidak mudah bagi Rahmad untuk menemukan pola permainan- yang pas bagi Persipura. Empat bulan- per-tama dilaluinya dengan kerja ke--ras---. Sejumlah strategi permainan yang dite-rapkan sering berakhir de-ngan ganjalan di hati. Hal itu membuat mari-nir- berpangkat kapten ini sulit tidur. ”(Pada) setiap pertandingan masih saja ada lubang,” kata dia.
Setelah gagal menjajal sederet strategi, akhirnya sang pelatih memberi kebebasan kepada pemain untuk melakukan improvisasi. Hasilnya luar biasa. Dia ter-cengang dengan penampilan anak-anak asuhnya yang lebih lepas dan bersema-ngat di lapangan. ”Ternyata kita tidak bi-sa memberi batasan yang berlebihan kepada mereka. Cukup garis besarnya saja. Sisanya serahkan kepada mereka untuk berimprovisasi,” tutur Rahmad.
Kepemimpinan Rahmad yang cende-rung moderat mendapat penghargaan da-ri pemain. Dia tahu, anak-anak Pa-pua memiliki kebiasaan buruk menenggak- minuman keras. Meskipun tidak su--ka, Rahmad tidak pernah melarang me-re-ka melakukan kebiasaan itu. ”Harus- di-akui, menenggak minuman keras merupakan kebiasaan kami. Pelatih ta-hu, tapi bisa memahami,” ujar Eduard Ivak-dalam, kapten Persipura.
Rahmad juga tidak pernah memaksa anak asuhnya untuk selalu ikut latihan fi-sik. Jika ada pemain yang jenuh atau lelah, ia dipersilakan untuk absen dari la-tihan. Walau begitu, sang pelatih sela-lu- menekankan pentingnya sikap profesional jika ingin maju. ”Jadi, pemain memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri,” katanya.
Kebebasan itulah yang membuat -pe---main- Persipura leluasa menari-nari di- Se--nayan dan mampu menjungkalkan- -Per---------------sija di partai puncak. Lihatlah ke-li----hai-an mereka. Boaz Salossa bisa me-nya-m----------but umpan keras rekannya de-ngan-- ten--dang-an- yang menusuk kencang me---nem-bus ga-wang Hendro Kartiko. Ko-ri-nus Fingkreuw mampu membuat sun--dulan tipis, tak terduga, dan membuah-kan gol. Lalu pada babak perpanjangan waktu, Ian Kabes sanggup membuat gol ke-menang-an- lewat contekan yang cantik.
Dua pemain asing, Lenglolo George Cris-tian (Kamerun) dan Victor Sergio (Brasil), serta pemain dari luar Papua se-perti Marwal Iskandar, seolah hanya -sebagai pelengkap. Aktor-aktor utama te-tap- anak-anak Papua sendiri.
Pantaslah jika warga Papua bangga. Jika saja Black Brother melihat pe-nam-pilan Eduard Ivakdalam dan kawan-ka--wan, mungkin grup musik asal Pa-pua- ini akan segera melantunkan lagu ciptaannya: ”Mutiara Hitam, bermain gemilang, menerjang lawan, dan selalu menang....”
Suseno, Cunding Levi (Papua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo