Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Gedoran yang Mematikan

Pasangan muda Markis Kido-Hendra Setiawan mulai menuai gelar juara. Mereka amat agresif dalam menyerang.

3 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelas lapangan bulu tangkis itu terpakai seluruhnya. Teriakan atlet diselingi suara senar raket menepuk bulu angsa meramaikan pusat pelatihan Persatuan Bu-lu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di Cipayung, Jakarta Timur. Para pemain badminton andalan nasional itu tengah giat berlatih. Ada yang bermain tunggal, ganda campuran, ganda putra, maupun satu lawan dua pemain.

Di salah satu lapangan, pemain ganda Hendra Setiawan tampak sedang ber-latih. Tapi ia tidak dipadukan de-ngan pasangannya, Markis Kido. Setelah me-lakukan sejumlah pukulan, Hendra rehat sejenak. Ia mengganti kaus putihnya yang basah karena keringat. Tak lama kemudian ia kembali memasuki lapang-an. Kali ini berhadapan dengan pelatihnya, Christian Hadinata.

Sang pelatih memukul shuttlecock ke arah Hendra, dan ia langsung menyambut. ”Satu, dua, tiga, empat, lima, enam,” Christian menghitung jumlah pukulan yang dilakukan anak didiknya. Hitung-an dihentikan karena pengembalian -bo-la dari Hendra menyangkut di net.

Christian mengambil bulu angsa lainnya. Permainan dilanjutkan. Hendra pon-tang-panting menerima bola yang di-arahkan ke berbagai penjuru lapang-an. Sementara Christian hanya berge-rak sedikit dari posisinya. ”Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas,” katanya. Hitungan berhenti lagi. Bola pengembalian Hendra terlalu -datar hingga tidak menyeberangi jaring. ”Ayo, lima lagi,” ujar Christian memberi semangat.

Shuttlecock kembali melayang di uda-ra. Hendra menyambar dengan pukul-an keras dan cepat, diakhiri smash tajam menyilang. Setelah 20 pukulan, ia ber-istirahat. Teman lainnya ganti ber-latih dengan Christian. Sama seperti Hen-dra, ia pun harus mengembalikan 20 pukul-an. Setelah itu, Hendra kembali ke lapangan. Latihan seperti itu diulangi sam--pai sepuluh kali. ”Ini untuk melatih akurasi, ketahanan fisik, dan konsentrasi,” kata Christian.

Di lapangan sebelah, Markis Kido te--ngah berlatih melawan dua orang. Semula ia yang melancarkan serangan. Di seberang jaring, dua temannya ber-ta-han. Setelah 20 kali pukulan, mereka ganti menjadi penyerang. Latihan itu pun dilakukan berulang-ulang.

Kamis pekan lalu merupakan hari per-tama bagi Markis Kido dan Hendra Setiawan kembali berlatih. Seusai mengikuti- kejuaraan Indonesia Terbuka-, me-reka sempat diberi libur tiga hari. Di turnamen itu, pasangan peringkat 10 dunia tersebut berhasil menyabet gelar juara nomor ganda putra setelah menum-bangkan seniornya, pasangan Candra Wijaya dan Sigit Budiarto, dengan skor 15-10, 12-15, dan 15-3.

Kemenangan itu membuat kedua-nya- merasa bangga. ”Candra dan Sigit kan ganda nomor satu dunia,” ujar Ki-do. Dalam pertandingan itu mere-ka berusaha menerapkan pola permainan menekan. ”Pokoknya nyerang le-bih dulu,” kata Hendra. Yang tak kalah pen-ting, mereka berusaha bermain lepas. Sesuatu yang kerap mereka lakukan jika bertemu pemain yang lebih diunggulkan. ”Nothing to lose,” kata Kido.

Terbukti taktik itu membuahkan hasil. Di set pertama, mereka menekuk lawannya dengan cukup mudah. Tapi, di set kedua, pasangan Candra-Sigit yang telah banyak makan asam garam bisa me-nahan serangan mereka. Pasangan muda yang sama-sama masih berusia 21 tahun itu pun sempat gundah.

Di set ketiga, mereka mencoba me-yakinkan diri kembali. ”Bisa.., bisa,” ka-ta Hendra kepada rekannya saat itu. Mere-ka pun kembali melakukan- serang-an ber-tubi-tubi. Taktik itu mem-buahkan hasil. Mereka memenangi per--tandingan dan menggondol ha-diah uang sebesar US$ 18 ribu atau setara dengan Rp 180 juta. ”Hadiahnya di-tabung dulu,” kata Hendra.

Taktik sewaktu merebut kemenang-an itu mereka rencanakan berdua. Jika sesa-ma pasangan Indonesia bertemu di lapangan, pelatih memang tak ikut campur. ”Mereka dibebaskan, mana yang terbaik silakan saja,” kata Christian.

Pasangan Kido-Setiawan terbentuk pada 2003. Sebelumnya, Kido merupa-kan pemain tunggal dan masuk pemusatan latihan nasional sejak 2001. Setelah setahun di sana, ternyata ia tak meng-alami kemajuan. Tawaran untuk bermain ganda putra pun datang dari pelatih. Kido mulanya dipasangkan dengan Rian Sukma-wan. Setahun kemudian, pa-sangan itu dibongkar lagi. Kali ini Kido di-padukan dengan Hendra, yang sebe-lum-nya berpasangan dengan Joko Riadi.

Tatkala masih bernaung di klub Jaya Raya tujuh tahun lalu, Kido-Setiawan sesungguhnya pernah berpasangan. Ke-ti-ka itu mereka bahkan pernah men-jua-rai- beberapa sirkuit nasional seperti Ja-kar-ta Open, Sinar Mutiara, dan Jawa Pos. Kemudian Kido lebih dulu dipanggil masuk pemusatan latihan nasional. Setahun kemudian Hendra menyusul bergabung ke Cipayung.

Pasangan Kido-Setiawan tak hanya kompak di lapangan. Di luar pertanding-an, mereka juga suka jalan bersama. Bila perasaan jenuh menyerang, jalan-jalan ke mal menjadi pilihan mereka ber-dua. Di sana biasanya mereka me--ng-i-si waktu dengan aneka permainan dan berma-in bola sodok. Soal mobil pun me-re-ka pu-nya selera yang sama. Keduanya mengen-darai mobil Honda.

Sejak dipertemukan kembali di pemu-satan latihan nasional, pasangan muda ini sempat menjadi semifinalis kejuaraan Malaysia Satellite—kejuaraan- yang tingkatnya di bawah Malaysia Ter-buka—dan finalis Divisi Asia tahun 2003. Sayang, prestasi mereka kemudian cen-de-rung menurun. Tahun lalu prestasi- terbaik yang bisa diraih hanya menjadi finalis Denmark Terbuka. ”Wajar pemain muda seperti itu. Mereka masih -labil,” ujar Christian.

Untungnya, mereka tak terpuruk lantaran kegagalan. Justru mereka termotivasi untuk berprestasi lebih baik. Dan tahun ini perjuangan mereka mulai membuahkan hasil. Selain menjuarai- Indonesia Terbuka, September lalu me-reka juga menyabet gelar juara ganda putra Kejuaraan Asia. Saat itu mereka mengalahkan pasangan unggulan ter-atas dari Korea, Lee Jae-jin dan Jung Jae-sung, dengan skor 15-10 dan 17-15.

Dua gelar yang telah dapat direbut ta-hun ini membuat keduanya tambah percaya diri. Dalam waktu dekat, mere-ka mengincar gelar juara di berbagai turnamen lain, terutama All England. ”Jangka panjangnya medali emas Olimpiade,” ujar Kido, anak kedua dari empat bersaudara pasangan Djumhar Bey Anwar dan Yul Asteria.

Untuk mencapai target itu, mereka punya cukup modal. Tipe permainan menyerang, cepat, dengan bola-bola datar menjadi senjata andalan. Menurut Christian, pasangan ini memiliki kecepatan lebih baik dari tiga pasang-an yunior lainnya yang ada di pemusat-an latihan nasional. Saat ini ada empat pasang ganda utama dan empat pasang -lapis kedua.

Berlapisnya pemain di sektor ganda pu-tra tak lepas dari prestasi yang diha-sil-kan nomor ini di masa lalu. Contoh-nya pasangan Ricky Subagja-Rexy Mai----naki, yang meraih emas Olimpiade tahun 1996, dan pasangan Candra-Si-git yang menjadi juara dunia tahun 1997. ”Prestasi itu membawa dampak positif,” kata Christian.

Pemain muda terpacu untuk bermain di nomor ganda putra. Situasi itu memudahkan pencarian bibit pemain potensial- dalam stok yang cukup banyak. Soalnya, untuk melahirkan pasangan yang bagus, minimal memakan waktu dua tahun. Ada juga pemain yang punya kemampuan istimewa, sehingga mereka bisa matang dalam tempo kurang dari setahun. Ricky-Rexy dan Candra-Sigit termasuk pasangan seperti itu.

Christian menilai, saat ini pasangan Kido-Setiawan sudah cukup matang. Da-ri sisi serangan, pasangan ini memiliki gedoran yang mematikan. Hanya pertahanannya yang masih perlu diperbaiki. ”Kadang error dan mudah dimatikan lawan,” katanya. Hal ini pun disadari keduanya. ”Power dan perta-han-an kami memang masih kurang,” kata Kido. Bila pertahanan lawan sulit ditembus, ke-duanya juga suka mati angin-. ”Kadang suka ngeblank,” ujarnya.

Untuk menutup kekurangan itu, latih-an tentu mesti ditingkatkan. Saat ini mereka berlatih dua kali sehari, pagi dan sore. Setiap kali memakan waktu tiga jam. Latihan dilakukan dari Senin hingga Sabtu pagi. Libur hanya bisa dinikmati pada hari Minggu.

Jika menghadapi turnamen, latihan di-intensifkan dan ditambah waktu-nya. ”Kami harus lebih siap,” kata Hendra, anak bungsu dari tiga bersaudara pa-sangan Heri Yugianto dan Kartika Kristianingrum. Polesan mental dengan gem-blengan psikologi pun diperlukan. ”Jangan sampai mereka tertekan de-ngan prestasi sendiri,” kata Christian.

Bila ingin terus menjadi juara, mereka memang harus punya kesiapan teknis dan mental seorang juara.

Lis Yuliawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus