Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NURDIN Halid tak henti-henti mengucap syukur seraya melepas berlapis-lapis senyum di bibirnya. Takbir dan tempik kemenangan membahana. Kesebelasan Indonesia memenangi Piala Dunia? Tidak. Ini terjadi ketika ia terpilih oleh anggota kongres sebagai Ketua Umum PSSI periode 2003-2007 dalam pemilihan yang dramatis di ruang rapat utama Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Nurdin, 45 tahun, menyingkirkan dua pesaingnya, Jacob Nuwa Wea dan Sumaryoto. Pemilihan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia itu berlangsung dalam dua putaran, dalam waktu lebih dari enam jam. Putaran pertama diikuti tiga calon—Nurdin, Jacob, dan Sumaryoto—tapi tak ada calon yang meraih 50 persen suara. Dari 353 klub dan perserikatan anggota PSSI yang memberikan suara, Jacob memimpin dengan 134, disusul Nurdin 131 suara. Sumaryoto, yang hanya mendapat 88 suara, langsung terlempar.
Putaran kedua lebih menegangkan. Kubu Jacob dan Nurdin sama mencoba merangkul pendukung Sumaryoto. Gerilya pun dilancarkan. Satu pendukung Jacob, yang tak ingin namanya disebut, mengakui adanya "permainan". Sebelum pemilihan, Jacob dan Sumaryoto sepakat suara pendukung Sumaryoto akan dilimpahkan ke Jacob pada putaran kedua. Imbalannya, jika Jacob terpilih menjadi ketua, Sumaryoto akan menjabat ketua harian.
"Tapi diam-diam tim sukses Sumaryoto sudah bertemu dengan kubu Nurdin Halid. Ada tawaran uang tunai Rp 7 juta sampai Rp 7,5 juta untuk satu suara. Amplop berseliweran di ruang sidang," ujar sumber TEMPO itu. Jacob pun tersungkur.
Dalam putaran kedua, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu hanya meraih 167 suara. Sedangkan Nurdin mendapat 183 suara dari 352 anggota PSSI yang memberikan hak suaranya. "Saya akui tim sukses Nurdin memang canggih. Mereka sudah terlatih," kata si sumber.
Namun Nurdin membantah telah bermain uang. Sebaliknya, ia melarang timnya "membeli" suara. "Saya tak pernah merasa melakukan money politics," katanya. Paling-paling ia memberikan uang transpor kepada pengantar surat dukungan. "Saya tidak mengatakan itu money politics karena semua calon melakukannya."
Terpilihnya Nurdin mengejutkan. Pasalnya, Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) itu berstatus tersangka dalam kasus korupsi. Ia diduga menyalahgunakan dana Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar Rp 169,7 miliar yang bermula saat ia, pada 1998, menjabat Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia (KDI). Ketika itu, KDI mendapat proyek dari Bulog untuk pengadaan dan penyaluran minyak goreng ke masyarakat saat pecah krisis moneter. Kasus ini kini lagi ditangani Kejaksaan Agung.
Dalam pelaksanaannya, menurut jaksa penyidik Muhammad Yamin, terjadi penyimpangan dana yang merugikan negara Rp 169,7 miliar dari total dana Bulog Rp 282 miliar. Kasus itu akan segera ke pengadilan. "Dalam ekspose perkara pada 30 Juli lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Sudono Iswahyudi, memerintahkan dilakukan pemberkasan," kata Yamin. Jika Nurdin terbukti bersalah, hukuman penjara sudah menantinya. Tapi Nurdin tenang-tenang saja karena, katanya, sudah satu setengah tahun tidak ada proses hukum atas dirinya. "Jadi, saya kira itu tidak menjadi hambatan buat saya," ujarnya.
Insan sepak bola—termasuk yang bukan pendukung Nurdin di kongres—juga tak mempersoalkan status Nurdin. Pencalonannya juga mulus karena tim penyaring calon ketua menganggap belum ada putusan pengadilan atas kasus itu. Bagi Ketua Pengurus Daerah PSSI Jawa Timur, Dhimam Abror, yang penting bagaimana janji pembenahan PSSI dari Nurdin bisa dibuktikan dan penyusunan "kabinet"-nya bersih. Dan politik serta hukum harus dipisahkan dari sepak bola, kata pendukung Jacob di kongres itu. "Saya hanya ingin mengingatkan dia untuk menangani tuduhan mafia wasit.... Kalau enggak bisa, rasanya akan sulit memajukan sepak bola kita."
Maurice Tuguis, sekretaris Pengurus Daerah PSSI Maluku Utara, bersuara senada, termasuk soal hukum yang melilit Nurdin. Yang paling penting adalah bagaimana Nurdin dan timnya mampu meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia di lapak nasional, regional, dan internasional. "Saya hanya berharap sepak bola kita makin maju. Tentu saja kita harus mendukung Pak Nurdin yang terpilih secara demokratis itu," katanya.
Sapto Yunus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo