Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bukan kiamat di Beijing

Tim bulu tangkis indonesia diragukan kemampuannya di kejuaraan beijing. rudy hartono mencemaskan hb para pemain rendah. tim indonesia diperkuat oleh pelatih tong sin fu dan liong ciu shia.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISAKAH Icuk berprestasi di Beijing? Apakah Eddy Kurniawan mampu membuat kejutan lagi? Pola latihan pelatih mana yang lebih ampuh, Rudy Hartono atau Tong Sin Fu? Berbagai pertanyaan itu kini menggantung di benak para penggemar bulu tangkis Indonesia, menjelang kejuaraan dunia bulu tangkis di Beijing, RRC, pekan depan. Soalnya, selama beberapa bulan terakhir ini sejumlah pengurus PBSI selalu mendengung-dengungkan, di Beijing-lah nanti para pemam Indonesia akan membuktikan kependekaran mereka. Tim Indonesia telah dipersiapkan berbulan-bulan khusus untuk menghadapi kejuaraan yang termasuk acara resmi IBF ini. Sejumlah 18 jago bulu tangkis--12 putra dan 6 putri - dipimpin oleh manajer tim P. Soemarsono diberangkatkan Kamis pekan ini. Di situ ada Icuk Sugiarto, juara di Kopenhagen, empat tahun yang lampau. Ada pula ganda terkuat, Liem Swie King, yang kali ini berpasangan dengan Heryanto. Senin lalu, program latihan sudah selesai, para pendekar pun sudah siap diterjunkan ke gelanggang Beijing. Beberapa puluh suporter dlkabarkan akan Ikut mendukung peruangan para pendekar tersebut. Indonesia menganggap kejuaraan Beijing, 18-24 Mei ini, cukup penting, sebagai ajang untuk memulihkan citra sebagai salah satu raksasa bulu tangkis dunia, yang beberapa tahun ini terkoyak-koyak. Harapan untuk ini mencuat setelah sejak akhir tahun lalu, barisan pelatih Indonesia diperkuat oleh Tong Sin Fu, 44 tahun, pelatih RRC yang melahirkan bintang dunia putri RRC, Li Lingwei dan Han Aiping. Untuk pelatih putri, sudah lebih dulu bergabung Liong Ciu Shia, juga bekas pelatih RRC, kakak bekas jagoan ganda Indonesia Tjun Tjun. Sejak Tong Sin Fu muncul, pola latihan berganti. Seorang pelatih tidak lagi menangani pemain secara borongan. Pemain putra senior dilatih oleh Tong. Pemain peringkat kedua dipercayakan pada Rudy Hartono. Sedang Christian Hadinata melatih pemain ganda. Pola seperti ini memang memungkinkan pelatih memoles para pemain dengan lebih intensif. Tong Sin Fu, bekas juara tunggal Cina itu, memperkenalkan metode latihan yang lebih keras. Sewaktu berlatih, pemain memakai rompi yang disisipi lempengan besi seberat 18 sampai 20 kg. Mereka dilatih pula bermain bulu tangkis di atas pasir. Dengan demikian, pemain membutuhkan tenaga ekstra setiap bergerak: kaki mesti diangkat, tak bisa diseret seperti berlatih di lapangan bulu tangkis yang biasa. "Begitu kita lari, bles. . . kaki terbenam di pasir. Cukup berat," kata Eddy Kurniawan, 24 tahun, pemain tunggal kedua yang diandalkan, setelah Icuk Sugiarto. Bermanfaatkah latihan itu ? "Gerakan kaki saya sekarang rasanya lebih ringan," kata Eddy. "Saya merasa cocok dengan metode itu," ujar Eddy Ismanto, pemain lain. Di antara enam pemain tunggal yang dikirim ke Beijing, empat (Icuk Sugiarto, Eddy Kurniawan, Eddy Ismanto, dan Serian Wiyatno) adalah anak asuh Tong. Dua selebihnya, Hermawan Susanto dan Alan Budi Kusuma, pemain yunior, ditangani Rudy Hartono. Sayang, Tong Sin Fu terlalu menutup mulut bila ditanya mengenai kemampuan regunya. "Siapa yang bermain baik, dia yang ke final. Menurut saya, mereka semua punya kans," katanya. Regu ganda kita menghadapi masalah setelah Bobby Ertanto diskors PBSI selama tiga bulan sejak April lalu, karena melanggar disiplin. Padahal, pasangan Bobby/Rudy Heryanto - yang berhasil masuk babak final di All England yang lalu - merupakan ganda terkuat Indonesia. Kini Rudy Heryanto dijodohkan dengan Liem Swie King. Dua ganda lainnya Eddy Hartono/Hadibowo dan Lius Pongoh/Richard Mainaki. Di bagian putri, peluang untuk merebut nomor agaknya tipis. Dominasi pendekar putri Cina--seperti Li Ling Wei dan Han Aiping - sulit ditembus. Apalagi mereka bertarung di Beijing. Sudah beberapa tahun ini, menghadapi putri Kor-Sel dan Jepang saja, srikandi-srikandi Senayan lebih sering tersandung. Dalam kondisi begini, adalah memprihatinkan ketika Rudy Hartono mengungkapkan bahwa kesegaran jasmani sejumlah pemain terbilang jelek. Pemain bulu tangkis terbesar Indonesia itu menunjuk dua anak asuhnya, Alan Budi Kusuma dan Hermawan Susanto, yang memiliki kadar Hb cuma sekitar 14,5. Angka itu diketahui setelah diperiksa di PKO KONI Senayan. Padahal menurut Rudy, untuk event seperti Beijing, kadar itu minimal 15,8. Malah ada seorang pemainnya, Fung Permadi - yang tak ikut ke Beijing - yang hanya punya Hb 1,5. "Anda harus tahu, Boris Becker punya Hb 18 lebih," ujar Rudy. Hb (hemoglobin) adalah pigmen merah di dalam sel darah merah yang antara lain berfungsi menyebarkan oksigen dari paru ke seluruh jaringan tubuh. Kecilnya kadar Hb bisa jadi salah satu petunjuk bahwa stamina pemain jelek. "Baru set kedua sudah loyo," kata Rudy Hartono. Rudy mengatakan, yang dipersoalkannya hanya kesegaran fisik anak buahnya dengan harapan bisa diperbaiki untuk menghadapi perebutan Piala Thomas tahun depan. Kalau untuk Beijing, ya sudah terlambat. Celakanya, ternyata bukan cuma anak buahnya yang begitu. Pemain yang senior pun, seperti Icuk dan Eddy Kurniawan memiliki Hb yang pas-pasan, di bawah 16. Malah pemain ganda Eddy Hartono cuma 12,7. Ketua Bidang Pembinaan PBSI, Tahir Djide, tak terkejut dengan fakta itu. "Dari dulu Hb pemain kita berkisar 12 sampai 15,6," ujarnva. Itu sudah terjadi sejak dulu pada zaman jaya-jayanya Rudy Hartono sebagai pemain. "Untuk orang Eropa, hb-nya memang mencapai 18," kata Tahir lagi. Ahli kesehatan olah raga, dr. Sadoso Sumosardjuno, membenarkan bahwa di Indonesia Hb yang ideal sulit dicapai karena kualitas makanan rendah. Hb bisa meningkat dengan makanan yang banyak protein, atau sayuran berwarna gelap, seperti bayam dan kangkung. Sulitkah menyediakannya, padahal jago-jago kita berada di Pelatnas? Menurut Tahir tidak. "Menu di Pelatnas sekarang relatif lebih baik," katanya. Tapi Tahir mempersoalkan disiplin beberapa pemain yang tak berselera makan di Pelatnas, lalu makan di luar. "Jadi, di sini masalah disiplin," katanya. Di Pelatnas di Rawabuaya, sebetulnya makanan tidaklah kekurangan. "Cuma dagingnya agak kurang," ujar seorang pemain. Susu murni tak tersedia setiap pagi, meski sudah diusulkan para pemain. Beberapa pemain memang mengaku sering makan di luar, seperti yang dipersoalkan Tahir Djide. Tapi tentu saja Hb itu tak lantas membuat kiamat di Beijing. Masih banyak faktor lain. "Hb yang tinggi tak menjamin bermain bagus," kata Icuk Sugiarto bersemangat. Mudah-mudahan, Cuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus