Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Menanti Emas Generasi Windy

Cerita Windy Cantika Aisah meraih medali pertama Olimpiade Tokyo 2020. Bersama Rahmat Erwin Abdullah, mereka berhasil menjaga tradisi medali dalam Olimpiade. Diharapkan menjadi generasi emas Olimpiade Paris 2024.

31 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Windy Cantika Aisah menjadi peraih medali pertama bagi kontingen Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.

  • Windy diproyeksikan meraih medali emas di Olimpiade Paris 2024.

  • Bersama Windy, Rahmat Erwin Abdullah diharapkan menjadi generasi emas cabang angkat besi di Olimpiade.

TANGIS haru Windy Cantika Aisah nyaris pecah di balik panggung Tokyo International Forum, Sabtu siang, 24 Juli lalu. Windy saat itu sedang bersiap melakukan angkatan kedua clean and jerk seberat 108 kilogram setelah berhasil mengangkat beban 103 kilogram di angkatan pertama. Pelatihnya, Dirdja Wihardja, terus menasihatinya agar ia tegar meski merasa tak akan mampu mengangkat barbel seberat 2,2 kali bobot tubuhnya itu. “Baru satu angkatan. Jangan menangis dulu. Ini belum beres,” kata Windy menirukan Dirdja dalam konferensi pers virtual seusai pertandingan angkat besi Olimpiade Tokyo 2020 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Windy wajar terharu karena di angkatan snatch gagal mengangkat beban 84 kilogram pada kesempatan pertama, meski dapat menebusnya pada percobaan kedua. Ia kembali gagal di angkatan snatch ketiga dengan berat 87 kilogram, yang membuat mentalnya turun. Windy mengakui dorongan semangat dari Dirdja membangkitkan kembali mentalnya. Ia pun berhasil di angkatan kedua, juga di angkatan ketiga clean and jerk dengan berat 110 kilogram. “Biasanya menang di snatch, tapi tadi kalah. Kata Pak Dirdja, mungkin Allah ngasih rezekinya di clean and jerk, jadi jangan patah semangat,” ujarnya.

Dengan total angkatan 194 kilogram, mojang Bandung 19 tahun itu naik podium di kelas 49 kilogram. Peraih medali emas SEA Games Filipina 2019 itu menempati urutan ketiga total angkatan sehingga berhak mendapatkan medali perunggu. Adapun medali emas diraih lifter Cina, Hou Zhihui, dengan total angkatan 210 kilogram, sedangkan medali perak diperoleh atlet India, Saikhom Mirabai Chanu, dengan total angkatan 202 kilogram. “Senang banget rasanya. Di umur 19 tahun sudah ikut Olimpiade, bisa menyumbangkan medali pula,” ucap Windy.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Medali perunggu Windy itu adalah medali pertama bagi kontingen Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 2020. Dalam Olimpiade Musim Panas edisi ke-32 ini, kontingen Merah Putih berkekuatan 28 atlet dari delapan cabang olahraga: angkat besi, bulu tangkis, panahan, atletik, dayung, menembak, renang, dan selancar. Di cabang angkat besi, selain Windy, ada empat lifter yang lolos ke Negeri Sakura, yakni Eko Yuli Irawan, Deni, Rahmat Erwin Abdullah, dan Nurul Akmal. Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) menyatakan tidak mematok target.

Windy mengungkapkan, sejak awal persiapannya dalam kejuaraan ini, ia tidak pernah menargetkan medali. Ia bahkan tidak menyangka bisa lolos ke Olimpiade Tokyo. Ia ketinggalan poin untuk lolos kualifikasi Olimpiade karena tidak sempat mengikuti tiga-empat kejuaraan. “Apa yang dikasih pelatih itu yang dikerjakan, sama sekali tidak menargetkan medali,” kata mahasiswa manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tridharma, Bandung, ini.

Pelatih Windy, Dirdja Wihardja, menyatakan bangga atas prestasi anak asuhannya. Ia juga berterima kasih atas dukungan dan doa masyarakat Indonesia. “Yang jelas kami sangat bangga. Windy ini the next generation angkat besi, di umur 19 tahun sudah dapat memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Semoga ke depan lebih baik,” tutur Dirdja melalui pesan WhatsApp, Ahad, 25 Juli lalu. “Kami sangat bersyukur tradisi medali dari cabang angkat besi tidak terputus,” ujar Dirdja dalam pesan yang dikirim sehari sebelumnya.

Lifter Rahmat Abdullah saat berjuang dikelas 73kg Putra, di Tokyo International Forum, Tokyo, Jepang 28 Juli 2021./REUTERS/Edgard Garrido

Selain dibawa Windy, kabar baik datang dari Eko Yuli Irawan. Dalam pertandingan kelas 61 kilogram yang berlangsung pada Ahad sore, 25 Juli lalu, Eko berhasil menyabet medali perak. Prestasi ini mengantarkan Eko menjadi atlet peraih medali terbanyak untuk Indonesia. Empat kali ikut serta sejak Olimpiade Beijing 2008 hingga Olimpiade Tokyo 2020, Eko menyumbangkan dua perak dan dua perunggu. "Halo masyarakat Indonesia, terima kasih atas dukungan dan doanya. Mohon maaf gagal meraih medali emas," kata Eko melalui pesan video, Senin, 26 Juli lalu.

Medali perunggu kedua dari angkat besi dalam Olimpiade Tokyo dipersembahkan Rahmat Erwin Abdullah. Turun dalam pertandingan Grup B kelas 73 kilogram pada Rabu siang, 28 Juli lalu, Rahmat berhasil menempati peringkat teratas dengan total angkatan 342 kilogram. Lifter 20 tahun itu berhak mendapatkan medali perunggu karena total angkatan atlet Albania, Briken Calja, yang menduduki peringkat ketiga Grup A, lebih ringan 1 kilogram daripada total angkatan Rahmat.

Bersama Windy, Rahmat, yang juga putra pelatih atlet angkat besi nasional Erwin Abdullah, adalah lifter generasi ketiga penjaga tradisi medali Olimpiade. Generasi perdana adalah Raema Lisa Rumbewas, Sri Indriyani, dan Winarni, yang mempersembahkan medali dalam Olimpiade Sydney 2000. Dalam Olimpiade Athena 2004, Lisa menyumbangkan satu-satunya medali dari angkat besi. Generasi kedua penjaga tradisi medali Olimpiade adalah Eko Yuli bersama Triyatno, Citra Febrianti, dan Sri Wahyuni Agustiani. Namun belum ada lifter Indonesia yang mampu mempersembahkan medali emas.

Dirdja, 54 tahun, mengatakan PB PABSI berkeinginan menyumbangkan medali emas pertama. Dirdja sempat membebankan target tersebut kepada Eko sebagai lifter senior didikan pemusatan latihan nasional (pelatnas). Setelah Eko menua—kini berusia 32 tahun—dan kondisinya diragukan bisa tampil prima dalam Olimpiade Paris 2024, Dirdja berharap kepada Windy, Rahmat, dan lifter lain seusia mereka untuk merebut medali emas. “Semoga bukan lagi disebut sebagai penjaga tradisi medali, tapi sudah disebut penyumbang emas," ucap peraih medali emas SEA Games Bangkok 1985 itu.

Dirdja pun menjelaskan program PB PABSI untuk menciptakan generasi emas angkat besi dalam Olimpiade Paris 2024. Dia mengatakan persiapan PB PABSI dilakukan melalui pembinaan atlet usia dini dengan konsep pelatnas jangka panjang. "PABSI selalu mengadakan Kejuaraan Satria sejak 2018. Kejuaraan ini bertujuan menemukan bibit atlet angkat besi yang berusia 15-17 tahun," tutur Dirdja. Selain itu, dia menambahkan, ada tim pemantau bakat yang turun ke pusat pendidikan dan latihan pelajar (PPLP). Metode inilah yang berhasil menemukan Windy di PPLP Bandung, juga Rizki Juniansyah di PPLP Banten.

Ihwal Windy, Dirdja menyebutkan potensinya masih panjang. “Dia masih 19 tahun. Lihat lawan-lawannya di Olimpiade Tokyo, itu senior semua,” kata Dirdja. Hou Zhihui, misalnya, berusia 24 tahun, sedangkan umur Saikhom Mirabai Chanu asal India sudah 26 tahun. “Kalau angkat besi perempuan, usia 27-28 tahun sudah mulai berkurang performanya,” tutur Dirdja. “Windy bakal diperhitungkan lawan-lawannya di masa mendatang. Dalam waktu dekat ini kami persiapkan untuk Asian Games Hangzhou 2022,” ucap peraih medali perunggu Asian Games Seoul 1986 itu.

•••


BUKAN hanya Windy Cantika Aisah yang tak kuasa membendung haru. Ibundanya, Siti Aisah, juga tak mampu menahan emosi melihat sang buah hati berhasil meraih medali perunggu Olimpiade. Meski hanya menonton lewat layar kaca, ia meluapkan kegembiraannya dengan menitikkan air mata melihat Windy berhasil membuat angkatan total snatch dan clean and jerk 194 kilogram. "Saya terus berdoa selama Cantika tampil. Dada saya berdetak sangat kencang saat melihat dia dua kali gagal di angkatan snatch," kata Siti melalui pesan WhatsApp, Sabtu, 24 Juli lalu.

Keluarga besar Windy pun turut bersukaria. Siti menyebutkan ayah Windy, Asep Hidayat, juga paman dan bibi Windy yang menonton pertandingan di televisi bersamanya, ikut meneteskan air mata bahagia. "Begitu Cantika meraih medali perunggu, tak terasa air mata deras mengalir di pipi saya," ucap Siti, peraih medali perak dan perunggu kelas 48 kilogram dalam Kejuaraan Dunia Angkat Besi 1988 di Jakarta. “Padahal Cantika itu sempat positif Covid-19 dan harus menjalani isolasi mandiri selama satu bulan di hotel pada Desember 2020,” Siti mengenang.

Siti bercerita tentang percakapannya dengan Windy melalui panggilan video seusai pertandingan. Windy, kata Siti, mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan dari ibu, ayah, dan kakak-adiknya. Windy juga meminta maaf karena hanya bisa menempati peringkat ketiga. “Saya langsung aja jawab, ‘Alhamdulillah, Neng bisa meraih perunggu di tengah pandemi Covid-19’,” tuturnya. “Panggilan video itu tidak berlangsung lama karena Cantika ingin menjawab telepon dari Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali.”

Atlet angkat besi Eko Yuli dalam kelas 61kg Putra, di Tokyo International Forum, Tokyo, Jepang, 25 Juli 2021. /REUTERS/Edgard Garrido

Kesuksesan Windy dalam Olimpiade membuat Siti teringat pada barbel dari semen yang menjadi alat latihan anaknya itu sewaktu kecil. "Cantika memang pernah menanyakan, kok, barbel semen itu masih ada. Ya, barbel dari semen itu akan saya simpan sebagai kenangan," ucap Siti.

Bakat dan insting yang dimiliki Windy turun dari Siti Aisah. Windy bercerita, olahraga otot ini diperkenalkan kepadanya oleh sang ibu. “Mama sering ngelatih pada hari libur. Kalau masih ada teknik-teknik yang salah, dibenerin sama Mama di rumah,” kata Windy.

Windy mulai serius menggeluti olahraga angkat besi ketika duduk kelas V sekolah dasar di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia bergabung dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Jawa Barat di Bandung. Sang ibu berpesan agar ia serius berlatih dan tidak sekadar bermain. "Kita datang buat menjalankan kewajiban. Kita datang latihan, ya, latihan yang benar. Sama kayak kalau mau sekolah, sekolah yang bener," tutur Windy menceritakan pesan ibunya.


Windy Cantika Aisah

Tempat dan tanggal lahir: Bandung, 11 Juni 2002
Orang tua: Asep Hidayat dan Siti Aisah
Kuliah: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tridharma, Bandung
Kelas: 49 kilogram

STATISTIK

2019

  • Kejuaraan Dunia, Pattaya, Thailand (snatch 82 kilogram | clean and jerk 100 kilogram | total 182 kilogram)
  • Rekor Kejuaraan Asia, Ningbo, Cina (snatch 80 kilogram | clean and jerk 97 kilogram | total 177 kilogram)
  • Rekor Kejuaraan Dunia Junior Suva, Fiji (snatch 81 kilogram | clean and jerk 91 kilogram | total 179 kilogram)
  • Rekor dunia junior dan medali emas SEA Games Filipina 2019 (snatch 86 kilogram | clean and jerk 104 kilogram | total 190 kilogram)


2020

  • Kejuaraan Asia, Tashkent, Uzbekistan (snatch 87 kilogram | clean and jerk 102 kilogram | total 189 kilogram)

2021

  • Kejuaraan Dunia Junior, Tashkent, Uzbekistan (snatch 86 kilogram | clean and jerk 105 kilogram | total 191 kilogram)
  • Olimpiade Tokyo 2020, medali perunggu (snatch 84 kilogram | clean and jerk 110 kilogram | total 194 kilogram) 


Selain Windy, dua kakaknya, yakni Randy Firmansyah dan Sandy Zaenul, mengikuti jejak Siti menggeluti olahraga angkat besi dengan menjadi wasit dan pelatih. "Rumah juga dijadiin tempat latihan angkat besi buat anak-anak kecil. Jadi emang saya sudah tinggal di lingkungan yang hidupnya untuk angkat besi," ujar Windy tentang rumah orang tuanya di Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Berada hampir 6.000 kilometer dari rumahnya, Windy harus memendam sedikit rasa kecewa lantaran tidak bisa jalan-jalan di Shibuya, Tokyo, meski sudah menyelesaikan pertandingannya. Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 melarang semua atlet keluar dari Perkampungan Atlet dan berinteraksi dengan masyarakat. “Biasanya jalan-jalan, berubah kostum jadi wanita sebenarnya, ha-ha-ha…,” kata Windy kepada Mitra Tarigan dari Cantika.com dalam program perbincangan “Cerita Cantika: Medali Perdana dari Angkat Besi”, Senin, 26 Juli lalu.

IRSYAN HASYIM, GABRIEL WAHYU TITYOGA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus