Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Cinderella Negeri Ginseng

Birdie Kim, pegolf putri Korea Selatan, menang dalam turnamen Amerika Terbuka. Puluhan rekannya menanti giliran.

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajah Birdie Kim bak bulan purnama: bulat berseri-seri. Kedua tangannya erat menggenggam sebuah trofi besar. Perempuan 23 tahun itu lalu menciumi piala beberapa kali. "Saya masih tak percaya bisa memenangi ini," katanya dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah.

Senin siang pekan lalu, dia membuat kejutan besar pada turnamen golf bergengsi Amerika Serikat Terbuka di Cherry Hills Country Club, Colorado. Pemain asal Korea Selatan yang belum ternama ini tampil cemerlang pada hari terakhir dan memperoleh gelar juara.

Kegembiraan Kim disaksikan Morgan Pressel, yang berdiri tak jauh darinya dengan mata berkaca-kaca. Dialah pegolf Amerika yang gagal merebut trofi. Pada-hal, gadis 17 tahun ini telah dipuji-puji akan menjadi pegolf termuda yang menjadi juara turnamen kelas mayor. Sayang, pada hari penentuan, keberuntungan tak berpihak padanya. Pukulannya melempem, bahkan satu kali bolanya sempat hilang di rimbun pepohonan. Pressel hanya berhasil melakukan 75 pukulan (4 di atas par) sehingga sepanjang turnamen dia mengumpulkan 289 pukulan, 5 di atas par.

Kim justru tampil sempurna dengan melakukan 72 pukulan (1 di atas par) pada hari terakhir. Totalnya, dia mengumpulkan 287 pukulan (3 di atas par). Selain menyisihkan Pressel, Kim juga menaklukkan Annika Sorenstam, pegolf nomor satu dunia asal Swedia yang berambisi merebut gelar mayor ketiganya tahun ini di ajang Amerika Terbuka. So-renstam tampil buruk dan hanya menempati urutan ke-23.

Dalam setahun terdapat empat turnamen kelas mayor. Kim merupakan pegolf Korea Selatan ketiga yang berhasil menjuarai turnamen kelas ini, setelah Se Ri Pak dan Grace Park. Berkat gelar yang diraihnya, selain mendapat hadiah US$ 560 ribu (Rp 5,7 miliar), Kim berhak tampil dalam Amerika Terbuka hingga 10 tahun mendatang dan tampil di tiga turnamen mayor lainnya untuk lima tahun ke depan.

Keberhasilan Kim bagaikan kisah Cinderella: seorang pegolf tak terkenal tiba-tiba menyeruak menjadi bintang. Sebelum memenangi Amerika Terbuka, dia bukanlah siapa-siapa. Meski di negerinya Kim telah menjadi juara 19 kali di ajang Sirkuit Korea, selama ini dia tampil buruk di tingkat dunia. Prestasi terbaiknya hanyalah menempati posisi tujuh dalam sebuah turnamen bulan Mei lalu. Se- belum tampil di Amerika Terbuka, pe-ringkatnya berkutat di posisi 141.

Sampai akhir tahun lalu, dara kelahiran Ik-san, Korea, itu masih mengikuti berbagai turnamen dengan nama Kim Ju-Yun. Karena ada lima pegolf Korea yang juga menggunakan nama marga Kim, dia akhirnya memilih mengganti namanya menjadi Birdie Kim. Alasannya, "Birdie adalah sesuatu yang positif dalam golf. Nama itu juga feminin," katanya. Birdie adalah istilah golf untuk pukulan di bawah par. Dan ternyata nama ini membawa hoki. Media massa kini memuji, dia sudah membuktikan diri pantas menyandang nama tersebut.

Birdie Kim bukanlah satu-satunya pegolf Korea yang berlaga di turnamen dunia. Saat ini tak kurang dari 28 pemain Korea yang bermain di berbagai ajang LPGA (Ladies Profesional Golf Association). Ini jumlah terbanyak atlet dari suatu negara, selain Amerika yang sudah lama mendominasi olahraga golf. Australia berada di urutan berikutnya dengan 13 atlet. Sedangkan Swedia, yang telah melahirkan pegolf nomor satu Annika Sorenstam, hanya memiliki 11 atlet yang aktif berlaga di ajang LPGA.

Kehadiran para pegolf asal Negeri Ginseng ini tak sekadar pelengkap. Se Ri Pak, misalnya, telah mengumpulkan 22 gelar juara. Empat di antaranya adalah gelar turnamen mayor. Grace Park, 26 ta-hun, telah mengkoleksi enam gelar juara, termasuk gelar mayor Kraft Nabisco Championship 2004.

Selain itu, masih ada Mi Hyun Kim, 28 tahun, yang telah mengkoleksi lima gelar juara, dan juga Hee-Won Han, 27 tahun, yang punya tiga gelar. Daftarnya akan lebih panjang lagi bila dimasukkan para pegolf berdarah Korea yang sudah jadi warga negara luar, termasuk pegolf Amerika Michelle Wie, 15 tahun, yang selalu menjadi sorotan pers karena bakatnya yang luar biasa.

Para pegolf Korea juga telah mengumpulkan banyak duit. Tahun lalu, Grace Park mampu meraih total pendapatan US$ 618 ribu, berada di urutan kedua setelah Annika Sorenstam yang mengumpulkan US$ 1,5 juta. Di jajaran 50 besar pengumpul uang terbanyak juga terdapat 11 pemain Korea. Keberhasilan para pegolf putri Korea sangat mencolok dibandingkan dengan para pegolf putranya. Saat ini tercatat hanya ada dua pegolf putra negara ini yang aktif berlaga di berbagai turnamen internasional.

Menurut Ron Sirak, editor majalah Golf World, keberhasilan putri Korea di dunia golf dan olahraga lain sebenarnya merupakan pelarian. "Seorang wanita di Korea masih susah menjadi top eksekutif di usia muda. Di bidang olahraga, hambatan seperti itu tak mereka dapatkan," katanya.

Para pegolf Korea relatif diuntungkan oleh keadaan dalam negeri. Banyak perusahaan yang mau mensponsori mereka untuk berlaga di ajang internasional. Lihat saja Birdie Kim. Jauh sebelum jadi juara, ia mendapat dukungan sponsor dari KTF, sebuah operator telepon nirkabel. Keberhasilan Kim di US Open kini membuat KTF menghitung-hitung keuntungan berlipat dari efek iklan yang ditimbulkannya.

Jangan lupa, orang Korea juga dikenal pekerja keras. Menurut Grace Park, inilah kunci sukses mereka dalam bermain golf. Pemain Korea selalu datang berlatih paling pagi dan pulang paling belakangan. "Mendedikasikan sepenuh waktu untuk golf tak pernah jadi beban bagi kami," kata pegolf yang sejak usia 13 tahun dikirim orang tuanya berlatih di Miami ini.

Kendala bahasa memang kerap jadi hambatan dalam bergaul dengan pegolf lain. Bahkan mantan pemain asal Swedia, Jan Stephenson, pada 2003 menyebut kehadiran mereka telah "merusak tur". Dia pun sempat mengajukan usulan untuk membatasi pemain Asia, yang ternyata tak banyak mendapat dukungan. Lagi pula, sekarang banyak pegolf Korea yang mau mengambil kursus bahasa Inggris dan belajar budaya negara lain.

Se Ri Pak juga melihat hal yang sama, pemain Korea semakin pintar bergaul. Dia pun mengamati, para yuniornya semakin maju. "Mereka makin percaya diri dan makin mantap dalam bermain setelah merasakan pengalaman bermain di berbagai lapangan," katanya. Penampilan Pak sendiri belakangan menurun. Di Amerika Terbuka, dia terpuruk di urutan ke-45. Tapi dia mengaku terhibur karena melihat perkembangan pesat yuniornya.

Pegolf yang kini berusia 27 tahun itu memang merupakan sumber inspirasi bagi pemain muda Korea. Dia menjuarai Amerika Terbuka pada 1988, dan sejak itulah semakin banyak gadis Korea, termasuk Birdie Kim, yang berlaga di berbagai turnamen golf. Hal ini diakui sendiri oleh Kim. "Saya selama ini memang mengidolakan dia dan selalu berusaha meniru permainannya," ujarnya.

Bisa dibayangkan betapa gembiranya setelah Kim menjuarai turnamen Amerika Terbuka, seperti yang dulu pernah dilakukan Pak. Tentu saja, katanya, "Saya sangat bangga bisa mengikuti jejaknya."

Nurdin Saleh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus