Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Saleh Afiff, Selalu Memperkaya

4 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN wafatnya Saleh Afiff, saya merasa kehilangan teman dekat untuk memperbincangkan ekonomi. Saleh Afiff, seperti saya dan sejumlah teman lain, adalah bekas anggota "Tim Widjojo" yang membantu Presiden Soeharto sejak awal pemerintahannya.

Mereka, seperti Ali Wardhana, Emil Salim, Subroto, Sumarlin, Suhadi Mangkusuwondo, adalah yang paling senior di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, almamater sekaligus "benteng" untuk membela gagasan-gagasan ekonomi yang bermanfaat bagi pembangunan Indonesia.

Kelompok dosen FE-UI ini sejak 1957 menjalin kerja sama dengan TNI lewat Seskoad (Sekolah Jenderal) di Bandung, tempat Soeharto pernah menjadi siswa pada 1962. Pada awal Orde Baru, 1966-1967, ada dua seminar sangat strategis yang diselenggarakan di UI dan di Seskoad.

Seminar itu membahas pola kebijakan ekonomi dan politik untuk pemerintah baru yang menggantikan Presiden Soekarno. Kelompok FE-UI di bawah Widjojo Nitisastro berperan penting merumuskan program ekonomi. Jenderal Soeharto lalu memborong seluruh tim sebagai pembantunya ketika menyusun pemerintahan.

Mula-mula kelompok Widjojo itu dijadikan "tim ahli" presiden. Kemudian, satu per satu disuruh memimpin kementerian. Saleh Afiff sebetulnya adalah anggota "lapisan kedua", bersama Emil Salim dan Sumarlin, karena tiga tahun lebih muda dibanding Widjojo. Ia mengikuti jenjang karier Widjojo, yakni berkiprah di Bappenas, kemudian menjabat Menteri Koordinator Ekuin.

Semuanya itu sudah lama berlalu. Anggota Tim Widjojo sekarang sudah masuk usia senja. Radius Prawiro, anggota tim yang bukan dosen inti FE-UI, juga sudah tiada. Tetapi, minat dan keprihatinan mereka terhadap masalah-masalah kebijakan ekonomi tetap besar, dan mereka senantiasa mengikuti perkembangan.

Widjojo, Emil Salim, dan Ali Wardhana juga masih resmi menjadi penasihat pemerintah (atau presiden) sesudah Soeharto lengser. Widjojo dan Ali Wardhana tetap berkantor di kamar yang sama di gedung Departemen Keuangan, Lapangan Banteng.

Kadang-kadang kelompok Widjojo masih berkumpul untuk sekadar saling tukar pandangan, biasanya di kantor Rachmat Saleh di Kemang. Jika kelompok Widjojo berkumpul secara "pleno", jumlahnya lebih dari sepuluh. Tetapi, akhir-akhir ini semakin jarang.

Belakangan ini suatu kelompok yang lebih kecil sesekali diundang oleh menteri-menteri ekonomi yang muda, seperti Sri Mulyani dan Mari Pangestu, untuk alih pengalaman antargenerasi, seperti mengenai seluk-beluk koordinasi intern pemerintah.

Saleh Afiff termasuk yang diundang. Jika tidak sedang ke luar kota atau kebetulan sakit, ia selalu hadir. Kalau hadir, ia tidak tinggal diam. Secara intelektual ia masih sangat aktif, selalu punya pandangan, saran, bahkan kritik. Pengalamannya yang banyak sebagai Menko Ekuin selalu membuat kontribusinya berharga.

Widjojo adalah "Pak Lurah" yang wibawanya tak tertandingi, tetapi cara memimpinnya juga amat bijaksana dan tidak pernah mendominasi percakapan. Ia lebih suka meng-gong-i saja. Se-dangkan Saleh Afiff (bersama Emil Salim, Adrianus Mooy, dan sebagainya) adalah prajuritnya di garis depan.

Bagi saya, Saleh Afiff adalah mitra dialog per telepon yang cukup sering saya hubungi. Setiap minggu saya harus menulis editorial, dan saya harus mencari input atau pandangan alternatif. Saleh Afiff selalu bisa menolong dan memperkaya pandangan saya.

Ia adalah satu-satunya kolega yang tidak gagap teknologi. Ia rajin mengakses Internet sepanjang hari, mencari berita atau ulasan yang menarik untuk diteruskan ke teman-temannya. Karena Widjojo tidak punya e-mail, ia senantiasa harus memfaks bahan-bahan itu. Saleh Afiff selalu suka bagi-ilmu dengan teman-temannya.

Setelah ia wafat, saya tidak tahu siapa di antara teman-teman yang sudah tua yang bisa saya manfaatkan sebagai narasumber pengganti. Kalau sudah tua, memang susah mendapat teman-teman akrab baru.

Prof M. Sadli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus