Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahir di tengah keluarga penggemar berat sepeda motor, sejak masih bau kencur Stoner sudah gemar menunggangi sepeda motor kecil dan belajar ngebut. Ia telah mulai ikut berlomba dengan motor kecil ketika berumur 4 tahun. Pada usia 6 tahun ia telah memenangkan kejuaraan pertamanya di Australia.
Saat berusia 6-14 tahun, Stoner mengikuti lomba di seantero benua Kangguru itu. Bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya, ia meninggalkan tanah kelahiran di Kurri Kurri, New South Wales, dan berkelana dari satu sirkuit ke sirkuit yang lain. Hasilnya tak sia-sia. Penggemar film Maverick ini memenangkan 70 gelar tingkat nasional.
Ada satu pengalaman yang tak terlupakan. Saat berusia 12 tahun Stoner pernah mengikuti lomba jarak jauh di Australia dalam lima kategori yang berbeda, masing-masing sebanyak tujuh putaran. Total harus berlomba 35 kali dalam sepekan, toh ia berhasil menjuarai 32 balapan.
Setelah tak lagi mendapat lawan yang seimbang di Australia, keluarga Stoner hijrah ke Inggris agar karir pemuda itu terus berkembang. Mula-mula ia berlomba di kelas 125 cc di Seri Grand Prix Inggris dan Spanyol, dengan menunggangi Aprilia. Di dua seri itu, Stoner menduduki peringkat kedua.
Sejak 2002 ia pindah ke kejuaraan dunia. Kali ini, Stoner naik kelas ke 250 cc. Pembalap kelahiran 16 Oktober 1985 itu mendapat bimbingan sepenuhnya dari Lucio Ceccinello di Tim Salfio Carrera LCR—yang dikenal dengan produk kacamata Carrera. Sayang, hasil yang dicapai tak memuaskan. Dia cuma berada di peringkat ke-12di akhir musim.
Maka pada 2003 ia turun lagi ke kelas 125 cc dengan tim yang sama. Kali ini ia berhasil menjuarai lomba di Valencia, Spanyol. Namun, hasil secara keseluruhan tidak terlalu bagus. Setelah itu di musim berikutnya Stoner bergabung dengan pasukan Red Bull KTM dari Austria.
Sayangnya 2004 bukan tahun keberuntungan Stoner. Ia mengalami kecelakaan yang membuat patah tulang selangka saat menjalani latihan di Sirkuit Sachsenring, Jerman. Prestasinya pun anjlok di beberapa sirkuit selanjutnya.
Di musim berikut, Stoner kembali ke kelas 250cc. Bersama Tim Aprilia di bawah Lucio Ceccinello, ia bangkit dan menjadi ancaman serius bagi Dani Pedrosa yang memimpin klasemen. Stoner berhasil menjuarai lima lomba, tapi sayang ia lagi-lagi menderita kecelakaan di kampungnya sendiri, Sirkuit Phillip Island. Dia hanya berada di posisi kedua.
Pada mulanya, namanya masih kalah dengan Dani Pedrosa ketika keduanya yang sama-sama naik kelas ke MotoGP. Maklumlah, Pedrosa sekali menjuarai kelas 125 CC (2003), dan dua kali juara kelas 250 CC (2004-2005). Musim lalu pun, posisi Pedrosa jauh lebih baik, yakni di peringkat ke-5 dengan menjuarai sirkuit China dan Inggris. Namun, kini situasinya sungguh berbeda.
Stoner tiga kali menjadi jawara. Bukan hanya Pedrosa yang dilibasnya, tapi juga juara tahun lalu, Nicky Hayden dan Rossi yang ada di peringkat kedua. Namun, mereka masih harus melalui 13 balapan lagi (lihat tabel) untuk membuktikan diri sebagai yang terbaik. Terutama membuktikan bahwa ia juga bisa menjadi juara di sirkuit dengan tikungan pendek yang selama ini dikenal sebagai santapan Rossi.
Tahun lalu, Rossi berhasil menjuarai empat balapan dan empat kali pula menempati posisi kedua di 13 sirkuit tersisa. Sebaliknya, posisi Stoner di sirkuit-sirkuit tersebut paling baik hanya di peringkat ke-4. Masihkah tuah Adriana Tuchyna melekat pada Stoner?
ND
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo