Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernikahan seakan membalik nasib Casey Stoner di Sirkuit MotoGP. Tahun lalu, dari 17 kali berlaga, pembalap asal Australia yang mengendarai motor Honda RC211V enam kali mendapat celaka. Ada saja yang dialaminya, mulai dari keluar lintasan, menabrak pembatas atau melenting tinggi. Secara keseluruhan Stoner cuma berhasil finis di sepuluh lomba dan menempati peringkat kedelapan.
Awal Januari tahun ini Stoner, 21 tahun, menikahi Adriana Tuchyna, 18 tahun. Tuchyna juga berasal dari negeri Kanguru. Keduanya berkenalan dengan cara yang unik usai balapan di Sirkuit Philip Island, Australia, tiga tahun lalu. Ketika itu si nona meminta sang pembalap membubuhkan tanda tangan di perutnya yang mulus. Keduanya kini bermukim di Barcelona, Spanyol.
Sejak mengikat janji dengan Tuchyna, peruntungan Stoner berubah mengkilat. Ia kini menempati puncak klasemen MotoGP. Dari empat kali lomba, penggemar aktor Mel Gibson itu menjadi jawara di Sirkuit Losail-Qatar, Istambul-Turki dan Shanghai-Cina. Ia unggul 15 angka dari juara dunia tujuh kali, Valentino “The Doctor” Rossi. Situasi pun berbalik. Jika di awal musim, Rossi dijagokan. Kini, Rossi yang harus bekerja keras mengejar Stoner.
Perubahan peruntungan itu tampaknya dimulai dari cara Stoner mengemudi motor tunggangannya. Kendati tetap dengan gaya yang agresif, Stoner yang kini menunggang Ducati Desmosedici GP7—dengan bayaran 1,5 juta Euro atau Rp 18 miliar setahun—dinilai tak lagi sembrono. “Dia sekarang lebih dewasa. Istrinya, Adriana, membuatnya lebih tenang,” kata mantan bosnya di tim Honda LCR, Lucio Cecchinello.
Prestasi yang mengkilap tahun ini langsung membuat Stoner dibandingkan dengan pembalap legendaris Australia, Michael Sydney Doohan, jawara kelas 500 cc lima kali berturut-turut (1994-1998). Stoner, menurut Doohan, telah banyak belajar dari kesalahannya di musim 2006 lalu. “Peluangnya merebut juara sama besarnya dengan siapapun di luar sana,” katanya.
Tak bisa dipungkiri, melesatnya Stoner tidak lepas dari kedahsyatan mesin Ducati Desmosedici GP7 800 cc. Sistem Desmodromic milik Ducati membuat motor Stoner jauh lebih cepat dibanding motor Yamaha YZR-M1 yang digeber Rossi maupun tunggangan Dani Pedrosa, Honda RC212V.
Ducati GP7 unggul terutama di trek-trek lurus panjang. Lihat saja adegan-adegan di sirkuit Losail, Qatar, maupun Shanghai. Berkali-kali Rossi berhasil melewati Stoner di tikungan, tapi berulang kali pula Stoner dengan gampangnya melibas sang doktor di trek lurus.
Secara jujur Rossi mengaku miris dengan kecepatan motor Ducati. “Saya benar-benar khawatir di jalur lurus. Perbedaan (kecepatan) dengan Ducati terlalu besar,” katanya. Bos tim Yamaha, Davide Brivio, cuma bisa berharap Rossi dapat menekan keunggulan kecepatan Ducati pada trek pendek di sirkuit-sirkuit Eropa (Baca: Darah Balap dari Kurri Kurri)
Toh Stoner menampik jika loncatan prestasinya dianggap semata-mata karena kedahsyatan mesin Ducati. “Sudah terbukti bertahun-tahun, kecepatan bukan segalanya,” ujarnya. Ia menunjuk Capirossi yang menunggang motor yang sama namun masih terpuruk di peringkat kedelapan.
Marco Melandri dan Rossi yang notabene para pesaing di MotoGP pun mengakui kehebatan Stoner dalam memacu motornya. “Di jalur lurus, Ducati melesat bak roket. Tapi di tikungan, Stoner juga tidak lebih lambat dibanding yang lain,” kata Melandri. Rossi menyebut Stoner sebagai pesaing berbahaya. “Dia menunggang motor seperti setan.”
Sapto Pradityo (Autosports, Motosports, The Age)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo